November 27, 2011

REVIEW : THE RAID


"Nggak semua polisi bisa dibeli." - Rama

The Raid
atau dikenal terlebih dahulu dengan judul Serbuan Ma
ut, telah menggemparkan dunia maya ketika film ini diberitakan telah menggondol People’s Choice Award di Midnight Madness Toronto Film Festival. Menjadi semakin heboh saat Sony Pictures dikabarkan telah membeli hak distribusinya untuk peredaran dunia dan Mike Shinoda (Linkin Park) diajak untuk mengisi musik latar. Belum juga beredar secara luas, kabar mengenai The Raid akan dibuat remake oleh Hollywood telah kencang berhembus. Sesuatu yang sangat membanggakan bagi perfilman Indonesia tentu saja. Apa yang begitu istimewa dari film ini sehingga banyak penonton dan kritikus film asing berdecak kagum dibuatnya? Maka ketika film keempat dari sutradara asal Wales, Gareth Evans, ini direncanakan untuk diputar sebagai film penutup dari pagelaran INAFFF, ribuan penonton pun berbondong-bondong menyerbu Blitz Megaplex Grand Indonesia untuk mendapatkan tiketnya. Dengan jumlah tiket yang dicetak terbatas, tidak semua penonton kebagian jatah. Beruntung sekali Cinetariz bisa menjadi salah satu dari sedikit penonton yang memperoleh kesempatan untuk menyaksikan The Raid jauh sebelum filmnya dirilis secara resmi di bioskop-bioskop Indonesia pada tahun 2012 nanti.

Dengan trailer yang telah cukup banyak menyuguhkan sejumlah adegan kekerasan yang brutal dan memompa adrenalin, saya pun bertanya-tanya, apa lagi yang akan ditawarkan oleh Gareth Evans? Maksud saya, trailer-nya yang sedemikian komplit bisa saja merusak kenikmatan saat menyaksikan The Raid. Maka tidak mengherankan jika kemudian banyak penonton yang menurunkan ekspektasinya guna menghindari kekecewaan. Dan, Gareth Evans tidak mengecewakan siapapun. The Raid dibuka dengan Rama (Iko Uwais) yang tengah mempersiapkan diri untuk misi besar pertamanya. Setelah sepersekian menit penonton menikmati adegan yang syahdu bersama Rama dan keluarganya, Gareth Evans langsung menyeret kita pada sejumlah adegan yang memiliki ritme bertolak belakang dengan opening sequence tadi. Rama bergabung bersama pasukan elit pimpinan Sersan Jaka (Joe Taslim) dan Letnan Wahyu (Pierre Gruno) yang berusaha untuk mendobrak markas besar seorang bandar narkoba bernama Tama (Ray Sahetapy) yang konon belum terjamah oleh siapapun, termasuk para penegak hukum. Operasi kemanusiaan ini pun seketika berubah menjadi operasi bunuh diri tatkala terbongkar fakta bahwa para penghuni markas besar ini bukanlah sekumpulan penjahat kelas teri biasa. Mereka memiliki kemampuan bela diri yang tinggi dan siap membantai siapapun yang berani menginjakkan kaki di rumah mereka.


Hanya ada dua kata yang bisa menggambarkan seperti apa performa The Raid secara keseluruhan, keren gila! Siapapun yang mengatakan Indonesia tidak akan pernah bisa membuat film aksi sekelas Hollywood, sebaiknya tutup mulut sedari sekarang. Inilah bukti bahwa film Indonesia pun mampu bertarung di taraf internasional. Dibandingkan dengan Merantau, The Raid cenderung tidak peduli dengan naskah. Bisa dibilang, apa yang hendak dituturkan oleh Gareth Evans bisa dirangkum hanya ke dalam satu kalimat saja. Yang menjadi fokus adalah adegan tarungnya yang dikemas sedemikian rupa. Sejak pasukan elit memasuki area kekuasaan Tama, jangan harap Anda bisa bernafas. It’s filled with many breathtaking sequences. Saya sarankan Anda untuk ke toilet terlebih dahulu sebelum film dimulai karena The Raid tidak memberikan jeda untuk beristirahat. The Raid jelas bukan jenis tontonan yang cocok bagi Anda yang tidak tahan melihat kekerasan. Suara tembakan, desingan peluru, pukulan maupun tendangan bertubi-tubi menjadi pemandangan yang wajar selama satu jam pertama. Sisanya, Anda akan dihadapkan pada pemandangan yang lebih indah dengan mayat bergelimpangan, darah yang bercucuran dan tubuh yang tersayat-sayat. Semuanya disajikan dengan realistis. Kamera handheld pun dimanfaatkan, dan sang sinematografer, Matt Flannery, mampu beberapa kali menyajikan momen yang membuat ngilu.

Tentu kurang afdol jika pertarungan antara pasukan elit dengan kroni-kroni Tama disajikan lewat adu senjata. Iko Uwais dan Yayan Ruhian kembali berduet dengan manis menghasilkan gerakan-gerakan pencak silat yang memesona. Adegan klimaks yang memertemukan Iko Uwais, Yayan Ruhian, dan Doni Alamsyah, dalam satu ruang adalah bukti kejeniusan Iko Uwais dan Yayan Ruhian dalam mengolah koreografi laga. Sangat menegangkan. Selama kurang lebih 101 menit, Gareth Evans memang tidak membiarkan para penonton untuk duduk tenang. Jika Anda tidak bisa menahan diri, maka kata-kata kotor akan dengan mudah mengalir dari mulut. Dan ya, naskah racikan Gareth Evans pun dipenuhi dengan dialog yang kasar. Serangkaian kata-kata kotor tapi cerdas kerap meluncur dari Ray Sahetapy, Yayan Ruhian, Doni Alamsyah, dan kawan-kawan, yang secara efektif mampu membuat penonton terpingkal-pingkal. Ray Sahetapy menunjukkan tajinya sebagai aktor watak yang berkelas disini. Tanpa perlu berakting berlebihan, rasa ngeri sudah menyebar kemanapun setiap dia hadir. Para aktor lain pun bermain pas sesuai dengan porsinya. Yang justru saya khawatirkan dari The Raid adalah ketika film ini dikirim ke LSF. Sedikit saja potongan, maka buyar segalanya. The Raid lebih enak untuk dinikmati apa adanya.

Outstanding

17 comments:

  1. Mantebz Bro, jd makin pengen nonton saya... semoga LSF tidak menjadi Lembaga bodoh yg memotong film bagus seperti The Raid atau bahkan menolak tayang film ini, karena selama ini film2 bergenre Horor-Sex saja bnyk yg diloloskan dan sedikit sekali kena sensor.. Semoga saja LSF lebih cerdas & tidak pilih kasih! -Kang A Lee-

    ReplyDelete
  2. Aku pun sangat berharap LSF lebih lunak saat menyensor film ini. Tapi melihat apa yang terjadi Rumah Dara, rada pesimis gunting LSF bersedia untuk berbaik hati kepada rol film :((

    Oia, bagi yang ingin nonton The Raid, film ini akan diputar di JAFF, Jogja, tgl 16 Desember 2011 :)

    ReplyDelete
  3. gak 100% indonesia. tetep aja sutradaranya bule.

    ReplyDelete
  4. semakin penasaran dengan the Raid neh...

    ReplyDelete
  5. Mantapp riz..
    moga2 LSFnya gak kebangetan ye :)
    jd gak sabar pengen nonton.

    ReplyDelete
  6. Jadi makin ga sabar nunggu filmnya. Semoga aja LSF masih toleran ama adegan-adegan brutal di filmnya...

    ReplyDelete
  7. 5 bulan lewat sejang postingan rivue Anda bung. The Raid telah jadi fenomena di dunia film Internasional. Satu-satunya film Indonesia yang ditayangkan wide di AS, film perdana yang mengglobal, film yang meraih penghargaan banyak festival, sampai akhirnya para kritikus film barat, mencoba menggoda hal lebih jauh lagi : Oscar film asing, untuk genuinitas dan inovasi kamera dalam pengambilan gambar film aksi. Dan barangkali film ini merupakan pembuka, secara ekonomi film yang box office dunia asal Indonesia yang sulit ditandingi kecuali mudah2an oleh sekuelnya kelak. Ditambah film ini telah menjadi magnet bagi Hollywood untuk bersedia bermain di dalam film Indonesia. Antrian artis hollywood yang ingin terlibat dalam proyek remake dan sekuel the Raid, kabarnya mulai ramai digossipkan.

    Namun semua gambaran di atas bukanlah apa-apa. The Raid sendiri sudah cukup menghibur, walau hanya dari selentingan klip yang tersebar di web semata. Klip kecil itu telah membuat banyak orang di seluruh dunia antusias, merasa memiliki pusat perhatian yang menghibur penat hidupnya. Karya yang bagus adalah karya yang menghibur. The Raid dengan memberikan 1-5 % dari bagian filmnya di net saja sudah banyak menghibur. God Bless Merantau Film.

    ReplyDelete
  8. Mantap bro!!!
    Saya lihat rating di imdb 8.3
    Jadi gak sabar pengen liat

    ReplyDelete
  9. waktu liat iklannya kirain ini film thailand gitu ternyata indonesia, keren sih tapi.. ga berani nonton ah, pegangannya sadis, parang dsb.nya :D

    ReplyDelete
  10. @Cinema Elind 3: Jangan percaya ratinggitu2an, buktiin sendiri film-nya emank bener sesuai selera kita apa nggak...

    Karena rating2 macam RT, IMDb atau apalah itu kan semuanya subjective, bukan patokan kualitas si film...

    ReplyDelete
  11. emang ga cocok ama yg ga suka kekerasan
    gw sejam pertama udah pengen kabur
    wakakakak....
    alhasil pelem abis gw mual2 n pusing
    but overall, keren abis adegan pertarungannya :D

    ReplyDelete
  12. well, gue sampe lupa kalo yang gue tonton ini tuh film indonesia...
    people choice award emang bisa dipercaya!!

    ReplyDelete
  13. Jujur ketika membayangkan The Raid & Merantau bertahun2 lalu saya langsung membandingkannya dengan Ong Bak (2001, Thailand movie yang langsung menjadi tolok ukur standar film2 action bagi saya).
    Karena sama2 mengangkat beladiri lokal yaitu Muaythai & Pencak Silat.
    Sekaligus saya berharap Iko Uwais bisa jadi “Tony Jaa”-nya Indonesia yang sukses besar mengangkat nama beladiri negaranya.
    Namun entah kenapa setelah melihat kedua film lokal kita (the Raid & Merantau) level koreografi ketegangannya saya rasa masih dibawah Ong Bak (bukan Ong Bak 2&3 lho) bahkan oleh Tom Yum Gong saja jelas habis.
    Entah karena dana atau faktor lain2nya saya kurang tahu. tapi meskipun begitu ini angin segar bagi perfilman kita karena sudah menggeliat naik tingkat. Jelas saya tidak meragukan hal itu.
    Saya masih ingat, begitu Luc Besson menonton Ong Bak yang koreografi actionnya luar biasa itu beliau segera tertantang utk membuat “B13/district13″. Hasilnya? seperti saya bilang belum bisa menyamai keganasan Ong Bak.
    Saya malah merasa Merantau adalah Ong Bak versi Indonesia yang dirubah plotnya gara2 si Gareth Evans melompat2 habis nonton film action kebanggaan Thailand tersebut.
    So, seandainya “Berandal” yang digadang2 jadi sequel the Raid dengan gelontoran dana melimpah bisa “menyamai” level Ong Bak….Alangkah gembiranya seluruh penggemar film action di seluruh Dunia…!
    Maju terus Gareth,,,!!!

    ReplyDelete
  14. menanggapi komentar seorang Anonim:
    bandingin ong bak dgn raid? ckckck

    dari segi cerita & plot ga ada komen gw, tpi klo gw liat dari segi koreografi fight scenenya jelas beda masbro..

    ong bak, menurut gw banyak editing waktu fight scenenya.., dan koreografinya yg dibuat jg berlebihan jd kearah powerfull & akrobatik action movie di fight scenenya, niatnya supaya film nya jadi keren gitu.., yah tapi gw jg gak protes kok krn emang filmnya keren, gw juga suka.. dulu..

    kalo the raid gw liat koreografinya niatnya dibuat utk film action yg brutal, cepat & sadis, fight scenenya yg frame ke frame nya bersambungan terus sampe gak terasa klo ada editingnya itu yg bikin kita gak mau tutup mata krn takut bakal ada adegan fight yg kelewat. tingkat ketegangan? jelas banget beda

    sorry, menurut gw The Raid udah ngelewatin ong bak dalam hal koreografi figh& ketegangan untuk tipe action movie.

    coba tonton ulang ong bak, trus tonton The Raid, jauh masbro jauh

    1 hal lagi:

    rian berkata...
    gak 100% indonesia. tetep aja sutradaranya bule.
    30 November 2011 13:35

    Batman trilogy sutradaranya orang Inggris, si C.Nolan, tp org amerika ttp ngakui buatan mrk krn di buat di hollywood amerika & castingnya oleh aktor2 amerika

    Mel Gibson, aktor kebangsaan australia, peran utama di Braveheart, film tentang abad pertengahan di inggris, juga penulis & sutradara film Apocalyps, film tentang suku pedalaman di yucatan-mexico yg bagus banget, org amrik mengakui dia sebagai salah satu aktor kelas kakap amerika.

    dll masih banyak dll..

    lo denger org amrik komentar kayak lo gak?

    rian.. kamu keliatan seperti seorang idiot..

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch