May 17, 2012

REVIEW : BROKENHEARTS


Dalam peta perfilman Indonesia, tidak terlalu sulit untuk menguraikan bagaimana sebuah film drama romantis 'berbicara' lantaran cara bertuturnya yang nyaris serupa dari tahun ke tahun adanya upaya untuk berinovasi. Jikalau ada, hanya satu dua, selebihnya memakai ramuan yang sama dari nenek moyang yang diwariskan secara turun temurun. Tak mengherankan apabila kata ‘klise’ selalu tersemat di genre ini. Tatkala sineas-sineas dari negara-negara tetangga saling berlomba-lomba melakukan pembaharuan yang menyebabkan genre ini kembali naik daun, sineas-sineas di Indonesia tetap adem ayem seolah tak terpengaruh. Menu yang disodorkan kepada publik tak berubah, tetap itu-itu saja. Para sineas berusaha untuk menguras air mata penonton lewat kisah percintaan yang sudah basi dengan menjadikan penyakit mematikan sebagai tokoh antagonis. Astaga, apakah perfilman di negeri ini sudah kekeringan ide segar sehingga alur cerita dari sebuah film hanya berupa bongkar pasang dari film lain? Dalam Brokenhearts, Helfi Kardit yang mencoba peruntungannya di genre drama romantis setelah sebelumnya selalu berurusan dengan jurig tak menawarkan solusi. Film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Julie Estelle, dan Darius Sinathrya ini tak lebih dari sekadar sebuah film percintaan menye-menye yang menyia-nyiakan bakat akting ketiga pemain utamanya. 

Di atas kertas, Brokenhearts terlihat menjanjikan. Olivia (Julie Estelle) menjalin hubungan cinta yang serius dengan Jamie (Reza Rahadian). Mereka adalah pasangan ideal yang keromantisannya dijamin membuat siapapun merasa iri. Dengan masing-masing telah memiliki pekerjaan yang mapan, hubungan yang melenggang dengan mulus, Jamie berinisiatif untuk membawa Olivia naik ke pelaminan. Akan tetapi, Tuhan rupanya memiliki kehendak lain. Hanya beberapa hari setelah Jamie mengutarakan niatnya, Jamie seolah menghilang ditelan bumi. Tak jelas rimbanya. Selama 6 bulan, Olivia digantung dalam ketidakpastian tanpa pernah sekalipun mendapat kabar dari sang kekasih. Di kala Olivia telah siap untuk menutup pintu hatinya, datanglah seorang novelis berbakat yang tampan nan romantis, Aryo (Darius Sinathrya), dalam kehidupan Olivia. Sekalipun awalnya menolak kehadiran Aryo, secara perlahan-lahan Olivia mulai menunjukkan ketertarikannya. Atas saran dari teman-temannya, Olivia pun memutuskan untuk ‘move-on’ dan menempatkan Aryo di hatinya menggantikan Jamie. Dan dengan benih-benih cinta yang muncul diantara Aryo dan Olivia, apakah film berakhir begitu saja? Tentu saja tidak. Jamie kembali muncul ke permukaan untuk meramaikan pertarungan memperebutkan hati Olivia. 

Satu hal yang bisa disimpulkan usai menyaksikan Brokenhearts adalah film ini sungguh menyiksa. Alurnya yang kelewat lambat diperparah dengan naskah yang dibubuhi dialog-dialog sok puitis yang membuat kening berkerut, telinga terasa gatal dan perut mual-mual. Saya ingin bertanya kepada Anda, apakah menurut Anda sebuah film baru bisa dikatakan romantis apabila dialognya tersusun dari bahasa yang puitis nan dramatis? Saat mendengarnya sekali dua kali, dialog tersebut mungkin terasa efektif, namun tatkala mendengarkannya berulang-ulang kali dan ditebar di nyaris setiap adegan, maka terasa sungguh memuakkan. Seakan belum cukup parah dengan dialog-dialog menjijikan, tiga tokoh utama rekaan Helfi Kardit pun tak sanggup mengundang simpati penonton. Alih-alih menaruh simpati, saya justru dibuat geram melihat apa yang dilakukan oleh Jamie, Aryo dan Olivia di sepanjang film. Apakah di muka bumi ini memang ada orang-orang yang berpendidikan tinggi dengan pekerjaan yang mapan namun memiliki kelakuan setolol mereka? Cinta sanggup membuat orang gila rupanya ditafsirkan oleh Helfi Kardit secara harfiah. Akibatnya, Brokenhearts pun tak ubahnya sebuah kisah percintaan fantasi yang hanya bisa terjadi di dunia Helfi Kardit semata. Jangan harap Anda menemukan sesuatu yang logis di film ini karena logika bercerita telah dipelintir sedemikian rupa. Bahkan Reza Rahadian, Julie Estelle, dan Darius Sinathrya pun tak sanggup berbuat banyak akibat disokong oleh naskah yang tidak memadai. Jika ada yang dianggap sebagai penyelamat film, maka itu adalah sinematografinya yang lumayan cantik serta tentu saja paras rupawan dari para pemainnya. Selain kedua hal tersebut, tak ada yang bisa dibanggakan dari Brokenhearts, sebuah film drama romantis bertempo lambat yang menyiksa dengan dialog-dialog puitisnya yang ‘nggilani’, alur ceritanya yang dipaksakan dan para tokoh yang menjengkelkan. 

Poor 

3 comments:

  1. Tema filem seperti ini lebih suka dengan pemain2 yang biasa2 (nggak main sinetron) atau bahkan artis yang baru pertama main.

    Lebih berkesan dan seperti first love. Karena kita belum pernah melihat para pemainnya nongol di layar TV.

    ReplyDelete
  2. Wah dari sekian banyak respon positif, ada juga yg ngasih review poor
    Jadi penasaran
    Nonton ah =))

    ReplyDelete
  3. kunjungan gan .,.
    bagi" motivasi .,.
    sikap yang positif tidak akan berguna tanpa di sertai dengan tindakan yang positif.,.
    di tunggu kunjungan balik.na gan.,.

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch