July 4, 2012

REVIEW : THE AMAZING SPIDER-MAN



"We all have secrets. The ones we keep, and the ones that are kept from us." - Peter 


Batalnya pembuatan Spider-Man 4 membuat para eksekutif di Sony Pictures terpaksa untuk mengalihkan proyek dari yang semula berupa sekuel menjadi reboot. Reboot? Apa tidak terlalu cepat untuk me-reboot sebuah film yang baru saja dirilis 10 tahun silam dengan film terakhir dirilis 5 tahun lalu? Sebuah ide yang sangat gila. Ya, terkesan terburu-buru memang. Bahkan dalam jajaran sutradara dan pemain pun mengalami perombakan total setelah Sam Raimi memutuskan untuk hengkang dari proyek menyusul batalnya pembuatan seri keempat dari si manusia laba-laba yang kelewat ruwet dalam proses pengembangannya. Absennya Raimi, plus Tobey Maguire, membuat para fans dan penikmat film meragukan reboot bertajuk The Amazing Spider-Man ini, terutama bagi yang sudah kadung terpesona dengan style Raimi. Belum juga dirilis, nada sumbang perihal film ini terdengar dimana-mana. Para pembenci Marvel bersorak sorai, sementara tidak sedikit dari fans yang mengeluh dan memunculkan nada pesimistis. Tapi bukankah terlalu cepat menghakimi sementara filmnya sendiri belum rilis? Dan apakah memang Marc Webb tak mampu menggantikan Sam Raimi? Well, dari apa yang saya lihat semalam, dimana saya duduk selama 130 menit dalam kegelapan dengan mengenakan kacamata 3D yang sesungguhnya sangat menyebalkan, keraguan yang selama ini menempel di tubuh The Amazing Spider-Man sama sekali tak terbukti. Malah, The Amazing Spider-Man adalah yang terbaik kedua dalam seri film Spider-Man setelah Spider-Man 2

Mengingat ini adalah sebuah reboot, maka jalinan kisah pun kembali ke awal. Akan tetapi, Anda tenang saja. Versi dari Webb ini tak sama persis dengan Raimi. Masih banyak sisi cerita dari awal mula kelahiran Spider-Man yang bisa digali dengan pendekatan yang berbeda. Di dalam The Amazing Spider-Man, Webb memberikan penekanan lebih dalam terhadap riwayat masa kecil Peter Parker (Andrew Garfield) hingga dia berubah menjadi remaja nerd yang kerap di-bully di sekolahnya. Kita diperkenalkan kepada kedua orang tua Peter, Richard Parker (Campbell Scott) dan Mary Parker (Embeth Davidtz), yang pergi meninggalkan Peter secara misterius dan menitipkannya kepada Uncle Ben (Martin Sheen) dan Aunt May (Sally Field) yang lantas merawat Peter hingga tumbuh remaja. Oia, tak ada Mary Jane dalam film ini. Sebagai gantinya, dihadirkan Gwen Stacy (Emma Stone) yang dalam versi komik merupakan cinta pertama dari Peter. Tokoh ini sempat muncul dalam Spider-Man 3 sebagai orang ketiga dalam hubungan Peter dan MJ, namun disini dia menjadi satu-satunya perempuan yang mengisi hati Peter Parker. Transformasi dari seorang remaja nerd berotak cemerlang menjadi pahlawan yang dipuja puji banyak orang dimulai ketika Peter menemukan sebuah koper milik ayahnya yang berisi berkas-berkas yang kemudian mengantarkan Peter ke sebuah laboratorium penemuan bernama Oscorp dimana sang pujaan hati, Gwen, bekerja paruh waktu. Guna menemukan sejumlah data serta menemui kolega sang ayah, Dr. Curtis Connors (Rhys Ifans), Peter pun menyusup ke Gedung Oscorp. 

Ketika sedang melakukan ‘penyelidikan’, tanpa sengaja Peter tersengat laba-laba elektrik yang telah dimodifikasi secara genetik oleh Dr. Curtis Connors dan sang ayah guna sebuah proyek regenerasi DNA yang diminta oleh Dr. Rajit Ratha (Irrfan Khan). Seperti yang telah Anda semua ketahui, setelah mendapat gigitan laba-laba, Peter pun mulai merasakan efek sampingnya. Dia mendapatkan kekuatan laba-laba. Pada awalnya dia memergunakan hal ini untuk bermain-main, layaknya remaja kebanyakan, sekaligus membalas dendam kepada Flash Thompson (Chris Zylka) yang kerap mem-bully-nya. Namun segalanya berubah setelah sang paman, Ben, tewas tertembak oleh seorang perampok toko. Dilingkupi amarah dan dendam membara, Peter pun membasmi para kriminal guna menemukan si pembunuh dengan memakai sebuah kostum yang terinspirasi dari seorang pegulat, yang kemudian dikembangkannya menjadi kostum non-spandex yang ketat dengan tambahan kacamata hitam plus web shooter. Sayangnya, alih-alih mendapat apresiasi, NYPD justru mengecam tindakan Spider-Man yang dianggap oleh kepala kepolisian sekaligus ayah Gwen, Captain Stacy (Denis Leary), sebagai tindakan anarkis. Belakangan tujuan Spidey pun tak lagi sekadar misi balas dendam setelah menyadari besarnya tanggung jawab yang harus dipikul dengan kekuatan yang dimilikinya. Misinya berganti haluan menjadi melindungi warga New York. Hal ini terutama dipicu setelah hadirnya The Lizard, sebuah monster ganas berbentuk kadal raksasa, yang mengancam keselamatan warga. 

Sungguh melegakan setelah mengetahui bahwa segala macam keraguan yang selama ini disematkan kepada film ini ternyata tak terbukti. Saya mendapatkan 130 menit yang sangat menyenangkan di dalam bioskop. Saking menyenangkannya, kacamata 3D yang biasanya sangat tidak nyaman untuk dikenakan sekali ini nyaris tak berasa. Marc Webb melakukan tugasnya dengan sangat baik. Dia melakukan segalanya dengan cara dia sendiri, menghasilkan Spider-Man versi Webb, tak terlihat adanya upaya untuk mengopi langkah-langkah Raimi. Naskah yang dikerjakan secara keroyokan oleh James Vanderbilt, Alvin Sargent, dan Steve Kloves – penulis naskah di versi film Harry Potter – mampu meringkas perjalanan hidup Spidey dengan tangkas, cerdas, dan cermat. Alur kisahnya sendiri beranjak dari komik The Ultimate Spider-Man dan beberapa komik lainnya yang dicampur menjadi satu namun tanpa menghilangkan esensi kisahnya itu sendiri. Webb telah memelajari kesalahan Raimi yang menempatkan lebih dari satu villain dalam Spider-Man 3 yang berakibat kepada goyahnya alur cerita dan film pun lepas kendali lantaran tidak jelas siapa yang hendak dijadikan fokus utama. Dalam The Amazing Spider-Man, musuh yang harus dihadapi oleh Spider-Man hanya berpusat kepada The Lizard. 

Yang membedakan The Amazing Spider-Man dengan Spider-Man jilid awal versi Raimi adalah Webb memberikan penekanan lebih kepada masa lalu Peter Parker serta hubungan romansanya dengan sang love interest. Webb tak ingin film keduanya ini hanya berisi adegan aksi penuh baku hantam dan ledakan dimana-dimana yang kosong dan tak meninggalkan kesan apapun. Apa yang dilakukan oleh sang sutradara adalah berusaha untuk tetap memertahankan cita rasa komik di dalam film, termasuk menonjolkan kisah kasih dari si manusia laba-laba. Yup, yang membedakan superhero kreasi Stan Lee dan Steve Ditko ini dengan superhero lain dari Marvel dan DC adalah kentalnya unsur romantis di dalamnya. Maka tidak heran jika hubungan Peter dan Gwen mendapatkan sorotan lebih dibanding jilid sebelumnya. Mempunyai pengalaman dalam menghasilkan film romantis apik, (500) Days of Summer, membuat Webb tak kagok saat diminta untuk menghasilkan momen-momen istimewa yang manis tanpa harus terlihat cheesy dan tacky. Chemistry antara Andrew Garfield dengan Emma Stone pun terasa luar biasa. Sangat padu, believable, dan cantik. 

Casting yang tepat menjadi salah satu resep kesuksesan dari film ini. Andrew Garfield menginterpresentasikan Peter Parker dengan menelusuri masa lalunya yang kelam serta ambisi-ambisi yang ingin dicapainya. Bagaimana Peter merasa dicampakkan oleh orang tuanya, hingga kemudian tumbuh sebagai remaja dengan otak brilian namun kerap mendapat perlakuan tak mengenakkan. Saat seseorang yang dikasihinya kembali direnggut darinya, kemarahan dan rasa benci menguasai dirinya. Garfield memotretnya dengan sempurna, sanggup membuat penonton merasa bersimpati kepada Peter. Bukan berarti Tobey Maguire gagal dalam menghidupkan sosok Peter dan Spidey, keduanya sama hebatnya dalam tataran yang berbeda. Hanya saja, di tangan Garfield, saya merasa lebih terkoneksi dengan sang superhero hingga dapat turut merasakan bagaimana rasa sakit yang dialaminya. Cara Garfield untuk tetap memertahankan tingkah laku Spidey yang ‘smartass’ pun patut mendapat acungan jempol. Emma Stone pun sangat cocok memerankan Gwen Stacy, sementara barisan pendukungnya seperti Rhys Ifans, Irrfan Khan, Denis Leary, Chris Zylka, Martin Sheen, Sally Field, Campbell Scott, Embeth Davidtz, hingga Max Charles dan C. Thomas Howell jauh dari kata mengecewakan. Kehadiran mereka semakin menguatkan posisi Garfield dan Stone. 

Pada akhirnya, saya akan mengatakan bahwa The Amazing Spiderman is amazing. Seperti biasa, produk Marvel memang jarang mengecewakan. Marc Webb sanggup mengembalikan franchise ini kembali ke jalan yang benar setelah sebelumnya sempat lepas kendali dalam Spider-Man 3. Kisahnya lebih kelam dengan problem psikologis yang dihadapi oleh Peter serta plotnya yang lebih humanis dan penuh dramatisasi, lebih romantis dengan kisah cinta Peter dan Gwen yang unyu-unyu menggemaskan, dan lebih lucu dengan Spidey yang kerap melontarkan dialog-dialog asyik saat beraksi. Anda pun tak usah meragukan adegan aksinya. Tetap seru dengan pameran efek visual yang mencengangkan terlebih film ini menggunakan kamera 3D mutakhir di bawah pengawasan James Cameron langsung sehingga adegan Spidey bergelantungan di antara gedung-gedung pencakar langit terasa lebih nyata. Dengan semua keunggulan yang dimiliki, The Amazing Spider-Man hanya kalah tipis dari Spider-Man 2. Penerjemahan ulang yang dilakukan oleh Webb dalam memerlihatkan transformasi Peter dari seorang remaja biasa menjadi seorang superhero sungguh luar biasa. Lebih bagus, dan lebih detil tentunya, dari apa yang dilakukan oleh Raimi. Tidak ada alasan untuk tidak menonton The Amazing Spiderman. It’s wortch watching, trust me. Go see it in 3D.

Note : Setelah adegan terakhir yang cakep, jangan terburu-buru meninggalkan gedung bioskop. Seperti biasa, Marvel menyisipkan sebuah post-credit scene yang merupakan petunjuk penting untuk film berikutnya. 

2D atau 3D? 3D. Anda tidak akan menyesalinya. 

Outstanding




16 comments:

  1. Di terakhirnya itu siapa ya? yang di penjara itu?

    ReplyDelete
  2. wah worthed nih buat ditonton

    ReplyDelete
  3. *spoiler alert*

    Identitas tokoh yg muncul di penjara belum terkuak. Memang sengaja dirahasiakan. Namun berdasar kabar yang berhembus, dia akan muncul sebagai musuh Spider-Man di film berikutnya :)

    ReplyDelete
  4. unyu-unyu... Haha!!! Tapi mank sich, gw kesengsem banget ngliat si Peter sama Gwen!!! Aaaarghh, serasa ingin kembali ke masa muda!!! *mank gw udah tua?


    XD LOL

    ReplyDelete
  5. Cieeee... Ketahuan ya yang sudah tidak lagi muda :)))

    ReplyDelete
  6. Nice review :)
    Setuju banget dengan reviewnya. Film ini emang keren banget. Bener2 film yang komplit. Ada drama, komedi, dan actionnya. Lebih suka yang ini daripada yang lama. Yang jadi Spiderman juga cakep hehe

    ReplyDelete
  7. Andrew sukses meranin Spidey, setuju isitilahnya lebih connect ke audience, kalau versi Tobey, terlalu soft spoken & lembut. Penasaran sequelnya tokoh Gwen masih ada atau udah ganti MJ

    ReplyDelete
  8. Nice review, tapi aku bingung, kenapa review ini seperti mengatakan bahwa TASM dibuat oleh Marvel?

    ReplyDelete
  9. @aryn : Kemungkinan besar Gwen masih ada. Yang menjadi pertanyaan utama adalah, bagaimana nasib Gwen di film berikutnya? Kalau ngikuti Spidey tentu tahu apa yang terjadi kepadanya :)

    @romanticsuperhero : di bagian mana? Kalimat "produk Marvel jarang mengecewakan"? Maksudnya, film yang berangkat dari komik2 Marvel rata2 memuaskan. Dan Marvel juga ikut campur tangan dalam pembuatan film ini :)

    ReplyDelete
  10. maz mau tanya ney, TASM dalam versi 3D ada subtitle nya gak mas? hehe maklum ane katro neh :) thks b4.

    ReplyDelete
  11. Ada kok. Sekarang semua versi 3D sudah dilengkapi dengan subtitle :)

    ReplyDelete
  12. Bukan2, di bagian ini "Marvel menyisipkan sebuah post-credit scene yang merupakan petunjuk penting untuk film berikutnya. "

    Hehe, gak semua film adaptasi marvel ada post credit scenenya kok :)

    ReplyDelete
  13. Maksudnya tentu bukan semua film adaptasi komik Marvel sejak film pertama mempunyai post-credits scene, namun mayotitas memilikinya. Anda sebagai penggemar film superhero tentu mengerti maksud saya. Salah satu ciri khas dari mereka adalah menyisipkan petunjuk di akhir film, khususnya yang tergabung dalam Marvel Cinematic Universe :)

    ReplyDelete
  14. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  15. Yg jadi masalah saya sudah terlanjur mengenal lebih dekat dgn Spider-Man, dan dalam waktu yg sangat dekat harus di-Reboot lg dengan kemasan yg berbeda tp sejarah dan cerita yg sama. Akibatnya jd membanding2kan, dan itu ga ada gunanya. Skenario The Amazing Spider-Man kesannya diburu-buru dan gado-gado, satu bungkus dipaksa muat byk cerita yg akibatnya tidak ada kesan yg dalam. Saya lebih milih Spider-Man ah ;) Mslh unyu2 atau tampang, mending nonton film korea ajalah... Cheersss...

    ReplyDelete
  16. yg trakhir muncul di penjara itu kemungkinan Norman osborn yg kelak jd green goblin.

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch