July 30, 2012

REVIEW : FROM UP ON POPPY HILL


Pada awalnya, saya sama sekali tidak yakin terhadap From Up on Poppy Hill. Melihat Goro Miyazaki kembali ke kursi penyutradaraan setelah enam tahun sebelumnya sukses menjatuhkan reputasi Ghibli lewat Tales from Earthsea yang memble adalah sebuah mimpi buruk. Saya pun berdoa, “Tuhan, tolong jangan biarkan putra Hayao Miyazaki ini kembali menodai citra Ghibli seperti yang telah dia lakukan sebelumnya. Berikan keajaiban.” Doa orang yang teraniaya cenderung dikabulkan. Tuhan menjawab doa saya. Karya terbaru dari Goro Miyazaki yang diadaptasi dari manga berseri berjudul sama hasil goresan tangan Chizuru Takahashi dan buah pikiran Tetsuro Sayama ini sama sekali tidak memalukan. Sebuah peningkatan yang amat baik. Agaknya rehat selama enam tahun dipergunakan secara maksimal oleh Goro Miyazaki untuk memelajari kesalahannya, berguru kepada sang ayah, dan menajamkan skill. Hasilnya adalah From Up on Poppy Hill, sebuah film drama romantis yang manis, menghibur dan menyentuh. Tidak memasukkan sedikit pun unsur fantasi, keluaran teranyar dari Ghibli ini menjadi semacam penyegaran bagi Anda yang mungkin sedikit jenuh dengan kisah petualangan berbalut fantasi yang kerap disuguhkan oleh studio animasi jempolan ini. 

Bersetting di tahun 1960-an, tokoh utama dari film animasi terlaris di Jepang tahun lalu ini adalah Umi Matsuzaki (Masami Nagasawa), gadis berusia 16 tahun. Terbiasa hidup tanpa orang tua – sang ayah gugur dalam Perang Korea, sementara sang ibu tengah menimba ilmu di Amerika – menuntut Umi untuk hidup mandiri. Malahan, dengan absennya sang ibu, dia pun mau tak mau harus menggantikan tugas sang ibu dalam merawat kedua adiknya beserta sejumlah orang yang tinggal di Kokuriko Manor. Rutinitasnya setiap pagi diawali dengan mengibarkan bendera isyarat untuk kapal-kapal yang melintasi Pelabuhan Yokohama, dan dilanjutkan dengan menyiapkan sarapan untuk penghuni apartemen. Pun begitu, Umi digambarkan selalu mengawali hari dengan penuh semangat, tanpa sekalipun mengeluh dan menebarkan keceriaan sekalipun kudu menjalani rutinitas yang menjemukan nan melelahkan. Kebiasannya dalam mengibarkan bendera setiap pagi berhasil mencuri perhatian masyarakat. Bahkan, seorang siswa populer di sekolahnya, Shun (Junichi Okada) menulis puisi untuknya di koran sekolah. Berkat puisi ini, keduanya berkenalan. Umi dan Shun perlahan tapi pasti menjadi dekat. Umi pun bersedia meluangkan waktunya untuk membantu Shun dan Shiro (Shunsuke Kazama) dalam memerjuangkan Quartier Latin – sebuah gedung yang di dalamnya berisi ruang-ruang ekstrakurikuler – yang hendak dirobohkan lantaran dianggap tak lagi layak pakai. 

From Up on Poppy Hill tampil menawan di sektor animasi. Goresan tangan para animator sanggup menghasilkan serangkaian gambar-gambar cantik yang menggambarkan suasana Jepang di tahun 1960-an dengan cukup detil dan realistis sehingga penonton pun turut terbawa suasana. Tidak semenakjubkan apa yang telah diperlihatkan melalui The Secret World of Arrietty, namun tetap mampu membuat penonton terkagum-kagum. Ditilik dari segi penceritaan, naskah olahan Hayao Miyazaki dan Keiko Niwa sebenarnya tidak terlampau istimewa, akan tetapi sanggup menghangatkan hati dan mengaduk-aduk emosi penonton. Karakterisasi dari Umi dan Shun yang kuat menjadi nilai lebih. Penggambaran hubungan percintaan diantara mereka berdua disampaikan secara sewajarnya, tanpa pernah terlalu lebay atau cengeng. Mengalir dengan tenang, ditimpali dengan musik dari Satoshi Takebe yang mengalun indah, pemandangan hamparan laut yang membiru dari atas tebing, rintik hujan di pagi hari, serta hiruk pikuk sebuah sekolah menengah atas, membuat beberapa momen yang melibatkan Umi dan Shun seringkali terasa romantis dan syahdu. Dan untuk sekali ini, Ghibli tidak berkomentar mengenai lingkungan. Sebagai gantinya, disodorkan persoalan menyikapi kehilangan figur seorang ayah, dampak dari peperangan terhadap kehidupan manusia, hingga perubahan ideologi dan filosofi dari sebuah bangsa. Tidak lupa, mengingat film ini bersetting di awal tahun 1960-an, turut disinggung pula bagaimana persiapan Jepang menghadapi Olimpiade Tokyo 1964, salah satunya ditandai dengan usaha untuk merobohkan Quartier Latin yang dianggap sebagai sebuah penghalang modernisasi. Pada akhirnya, From Up on Poppy Hill, sekalipun bukanlah sebuah mahakarya dari Ghibli, merupakan sebuah kemajuan yang membanggakan dari Goro Miyazaki. Dengan kemampuannya yang kian terasah, maka para eksekutif di Ghibli – setidaknya untuk saat ini – tidak perlu mengkhawatirkan masa depan studio mereka. Sedikit lagi, Goro Miyazaki siap untuk mengikuti jejak sang ayah.

Exceeds Expectations



1 comment:

  1. ini film ghibli baru ya? trakhir tau dan nonton yang arrietty aja.. jadi penasaran ni :p

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch