October 13, 2012

REVIEW : LOOPER

"I'm gonna fix this! I'm gonna find him, and I'm gonna kill him!"

Sekali lagi, salah satu sineas Hollywood menyuguhkan ramalannya mengenai masa depan dalam film terbaru garapannya. Tidak terlalu berbeda dengan para pendahulunya, ramalan ini pun bersifat pesimistis. Perekonomian di negeri adidaya Amerika Serikat runtuh yang berimbas pada munculnya organisasi-organisasi yang bergerak di bidang kriminalitas. Kekacauan terjadi dimana-mana, meski dalam imajinasi Rian Johnson, belum sampai pada tahapan seperti yang diperlihatkan oleh Children of Men. 30 tahun dari sekarang, selain kehancuran di sektor ekonomi, tidak banyak perubahan fisiologi. Untuk menggambarkan setting futuristik, Rian Johnson menambahkan sepeda motor terbang, penyemprot tanaman masa depan, ponsel tablet transparan nan pipih, serta masyarakat yang dianugerahi kemampuan telekinesis. Sebagai akibat dari tingginya ‘angka kelahiran’ pelaku tindak kriminal, maka muncul semacam institusi yang memekerjakan sejumlah orang yang disebut ‘looper’ yang memiliki fungsi untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Sayangnya, institusi ini pun merupakan milik dari bos kriminal kelas kakap sehingga kehadiran ‘looper’ tidaklah melegakan bagi masyarakat. 

Sang ‘looper’ yang beruntung kebagian sorotan lebih dalam film ketiga bikinan Rian Johnson bertajuk Looper ini adalah Joe Simmons (Joseph Gordon-Levitt). Joe bekerja sebagai ‘looper’ untuk sebuah gembong Mafia di Kansas. Dalam pekerjaan, Joe termasuk seseorang yang berdedikasi. Dia menumpuk ribuan bilah perak, yang diberikan kepadanya sebagai upah, sebagai bekalnya untuk menghabiskan masa tua di Prancis. Tapi namanya juga bekerja di ranah kriminal, tentu saja bahaya akan senantiasa mengintai dan rencana futuristis pun perlu diberi cadangan sebagai langkah untuk mengantisipasi kegagalan yang memiliki peluang besar menanti. Awal dari bencana yang siap memporakporandakan kehidupan Joe dimulai saat rekannya, Seth (Paul Dano), mendadak muncul di apartemennya meminta pertolongan. Joe dihadapkan pada dilema antara memilih untuk menyelamatkan teman atau menyelamatkan harta. Sang bos mengancam, perak milik Joe akan disita jika tidak menyerahkan Seth. Satu informasi yang terekam di ingatan Joe kala menyembunyikan Seth, nasib ‘looper’ tengah terancam. Di masa depan, tahun 2074, muncul seseorang (atau sesuatu) bernama The Rainmaker yang memegang kontrol penuh atas semua organisasi kriminal serta berambisi untuk melenyapkan para ‘looper’. 

Hal ini seakan bukan masalah besar bagi Joe karena tidak berdampak pada kehidupan pribadinya. Setidaknya itu yang bersemayam di pikirannya sebelum segalanya dijungkirbalikkan keesokan harinya. Jam kemunculan target dari masa depan telah berada di tangan. Joe pun sudah siap sedia di lokasi ‘eksekusi’ dengan pelatuk di tangan. Dalam benaknya, hari itu adalah hari biasa seperti sebelum-sebelumnya. Hingga kemudian target yang dinanti ‘mendarat’ di atas karpet plastik. Selama beberapa detik, Joe tercekat. Ternyata, target teranyarnya adalah... dirinya sendiri (Bruce Willis)! Looper memulai kisah dengan tensi yang meninggi. Semakin jauh Anda diajak ke dalam, maka pergerakan grafik tensinya pun turut meningkat. Ini adalah tipe film yang sebaiknya Anda jangan tahu terlalu banyak mengenai seluk beluknya. Dengan informasi serba sedikit yang dibawa ke dalam gedung bioskop, maka misteri yang digulirkan Rian Johnson sedikit demi sedikit akan membuat Anda betah memandangi layar bioskop seraya mencoba untuk menerka-nerka apa yang akan terjadi kemudian atau apa yang sesungguhnya terjadi. Durasi yang memanjang hingga 118 menit pun tidak lagi menjadi soal. 

Menonton Looper pun menjadi salah satu pengalaman menonton paling mengasyikkan yang saya dapatkan, setidaknya untuk tahun ini. Johnson mampu memadukan thriller, romansa, dan sedikit bumbu komedi menjadi satu kesatuan yang apik. Sekalipun mengusung genre fiksi ilmiah, Johnson pun berusaha sebisa mungkin untuk mengindari istilah-istilah rumit nan njelimet yang biasanya menjadi masalah utama bagi penonton awam untuk bisa menikmati film dari genre sejenis. Pun begitu, Anda tetap diminta untuk berkonsentrasi agar dapat memahami apa yang ingin disampaikan oleh sang sutradara secara utuh. Johnson sengaja menebar dan membiarkan puzzle berceceran dimana-mana guna Anda susun sendiri. Inilah yang membuat Looper sedap untuk disantap. Bagi yang mengharapkan tontonan serba aksi full tembakan dan ledakan, bersiap kecewa. Peningkatan tensi yang saya maksud dalam paragraf sebelumnya tidaklah merujuk pada aksi, melainkan misteri yang melingkupi film. Sesekali memang terasa memusingkan, namun seringkali Johnson sanggup membawa saya melewati fase deg-degan yang menyenangkan. Dan itu sudah lebih dari cukup bagi saya untuk mencintai film ini. Looper telah membawa saya ke dalam sebuah perjalanan seru yang penuh dengan hal-hal mengejutkan yang di dalamnya mengandung naskah cerdas berisi, akting menawan para pemain, serta kandungan hiburan dengan takaran yang pas.

Outstanding



2 comments:

  1. Hai, Riz! Lama ga blogwalking ke sini hehehe :p

    gue udah nonton Looper tapi belom bikin reviewnya nih *movie blogger macam apa ini?* gue setuju dengan poin2 yang lo bahas di sini.. Looper emang ga banyak actionnya tapi keren dan ini film yang berhasil bikin gue sama temen debat kusir ttg identitas si Rainmaker dan kaitannya dengan peran JGL di film ini.. kerenlah ini film!

    ReplyDelete
  2. emang background directornya indie abis dan gokil, filmnya 'brick' juga ok banget.

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch