November 24, 2012

REVIEW : LANGIT KE-7



"Gua tuh mau punya pacar sekali tapi yang berkualitas. Ngapain punya banyak pacar tapi kacangan semua gitu." - Dania 

Jika pada akhirnya Langit Ke-7 tidak memenuhi harapan sejumlah pihak, setidaknya film ini masih bisa berbangga karena memiliki trailer yang menarik, sinopsis resmi yang bebas spoiler, serta desain poster yang rupawan. Sesuatu yang sangat jarang dilakukan oleh film Indonesia kebanyakan. Ditunjuk untuk mengomandoi Langit Ke-7 adalah Rudi Soedjarwo yang akhir-akhir tengah menikmati menjadi sutradara film untuk konsumsi keluarga terutama setelah memperoleh respon positif dari berbagai kalangan. Dalam film panjangnya yang ke-22 ini, Rudi Soedjarwo kembali ke genre yang melambungkan namanya dalam percaturan perfilman Indonesia. Di sini, sekali lagi, beliau menjadikan lima gadis yang tergabung dalam suatu ‘geng’ sebagai sorotan utama layaknya Ada Apa Dengan Cinta?. Hanya saja, kelima gadis ini telah duduk di bangku kuliah dan persoalan yang mereka hadapi... jauh lebih pelik. Para gadis yang beruntung ketiban peran utama ini pun merupakan wajah-wajah segar yang belum pernah seliweran di layar lebar. Mereka adalah hasil dari penjaringan ‘Clear Hair Model’ yang di perhelatan sebelumnya telah bekerja sama dengan Rudi Soedjarwo dan membuahkan sebuah film televisi. Dan kali ini, memanfaatkan bakat-bakat baru – termasuk penulis naskah debutan, Virra Dewi – hadirlah sebuah film drama romantis dengan balutan fantasi berjudul Langit Ke-7 yang dilempar ke bioskop-bioskop nasional sejak 22 November 2012 silam. 

“Kamu percaya takdir?,” pertanyaan yang diajukan oleh Angel (Maureen Irwinsyah) ini membuat sahabatnya, Dania (Taskya Namya), yang tengah mengalami kebimbangan hati terlonjak untuk kemudian merenunginya. Dia tidak memiliki kuasa untuk mengubah takdir. Satu-satunya jalan adalah berusaha seraya memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa. Kebimbangan yang melanda Dania disebabkan oleh permasalahan klise khas film bergenre drama romantis, cowok. Sang ayah, Sutoro (Pong Hardjatmo), mengidap penyakit yang cukup parah dan khawatir tidak bisa melihat putri semata wayangnya itu melangkahkan kaki di altar sebelum ajal menjemput. Mengingat Dania tidak pernah menggandeng seorang kekasih ke rumahnya, Sutoro pun menjodohkannya dengan putra dari seorang kerabat. Inilah yang menjadi salah satu pemicu ‘kaburnya’ Dania dan keempat sahabatnya ke Pulau Dewata, selain kandasnya hubungan percintaan Visi (Rechelle Lumawas) setelah sang kekasih, Pio (Nikki Frazetta), kepergok tengah bermesraan dengan perempuan lain. Berniat untuk ‘have fun’ dan melepas semua kepenatan dalam hidup, sebuah musibah malah justru menghampiri lima sekawan ini. Dania mengalami koma setelah terlibat dalam sebuah kecelakaan mobil yang serius. Dan film tentu saja tidak berakhir begitu saja, malahan baru saja dimulai. 

Raga Dania boleh saja terbaring tak berdaya, akan tetapi rohnya berkeliaran kesana kemari. Satu-satunya orang yang beruntung (atau malah justru sial?) bisa melihat roh Dania adalah Denan (Aryadila Yarosairy) yang ternyata oh ternyata adalah pria yang hendak dijodohkan dengan Dania. Nah lho! Sebentar sebentar, apakah Anda merasa familiar dengan plot ini, seorang pria didatangi oleh roh dari seorang wanita yang tengah terbaring koma? Bukankah ini terdengar sangat Just Like Heaven? Tuduhan akan penjiplakan atau kurangnya kreatifitas akan meluncur apabila Anda belum menyaksikan Langit Ke-7 secara utuh. Akan tetapi, dalam kenyataannya, hanya sama dalam ‘template’ semata. Virra Dewi membawanya ke jalan yang sama sekali berbeda. Kesamaan seperti ini bukan lagi sesuatu yang baru dalam dunia sinema. Masih ingatkah Anda dengan film animasi dari Disney yang berjudul The Wild? Bukankah itu memiliki premis yang serupa dengan Madagascar? Dan ini sangat wajar. Film telah berusia lebih dari 100 tahun, maka jika ada kesamaan diantara satu film dengan film lainnya bisa dipahami. Tentu saja selama tidak sama persis atau setidaknya tak mencapai lebih dari 80 %. 

Secara mengejutkan, saya sangat menikmati sajian Rudi Soedjarwo yang terbaru ini. Dengan ekspektasi yang ditekan serendah mungkin, kepuasan berhasil saya dapatkan kala menyaksikan Langit Ke-7. Jangan terlalu menganggap serius apa yang ada di sini. Nikmati saja apa yang tersaji di layar seraya mengunyah berondong jagung dan menyeruput minuman bersoda. Jalinan penceritaan yang digulirkan oleh Virra Dewi mungkin saja terkesan klise dan mudah ditebak, namun masih ada rasa manis di dalamnya. Intensitas emosional cerita pun turut dihadirkan disamping ‘sweetness’ yang menjadi bahan baku utama dari genre ini. Tokoh-tokoh yang dimunculkan pun ‘believable’ dan mengasyikkan, walau tentu saja belum bisa menandingi Cinta dkk. Berkat dukungan iringan musik yang megah dari Andi Rianto beserta lagu ‘Layu Sebelum Berkembang’ yang diaransemen ulang, Rudi Soedjarwo berhasil memunculkan beberapa momen yang menyentuh hati dan membuat mata berkaca-kaca. Perpaduannya dengan ‘sweetness’ dan humor pun melebur sempurna sekalipun terkadang humor dimunculkan terlalu cepat yang membuat ‘touching moment’ sedikit terganggu. 

Selain musik Andi Rianto yang menghanyutkan, bidikan Arief R Pribadi yang memunculkan gambar-gambar indah memanjakan mata turut menjadi salah satu poin yang memperkuat film ini. Para pemain pendatang baru pun sama sekali tak mengecewakan. Saya kagum dengan betapa natural-nya mereka berakting, khususnya Taskya Namya, Maureen Irwinsyah, dan Nikki Frazetta yang menjadi ‘scene stealer’ dari film ini. Dan... Rudi Soedjarwo membuktikan kapasitasnya sebagai salah satu sutradara terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Dia mampu menggubah skrip sederhana buatan Virra Dewi menjadi bahasa gambar yang menarik untuk disimak dan memaksimalkan akting dari para pemain anyar yang terkadang masih sering kagok. Selain itu, product placement – dalam hal ini, Clear – pun patuh kepada jalan cerita dan tidak ditaruh secara serampangan. Di bawah arahan sutradara sekelas Rudi Soedjarwo, Langit Ke-7 pun hadir sebagai film yang manis, ringan, menyenangkan, dan menyentuh dengan tampilan gambar yang menyejukkan mata. Setelah bertahun-tahun tak berurusan dengan kisah romansa, Rudi Soedjarwo masih belum kehilangan sentuhannya. Dia tahu benar bagaimana memerlakukan sebuah film bergenre drama romantis dengan balutan fantasi.

Acceptable 



1 comment:

  1. film Indonesia udah mulai menunjukan sedikit kemajuan.

    share, http://seputarmovies.blogspot.com/2012/11/review-90an-ed-wood-1994.html

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch