February 18, 2014

REVIEW : THE LEGO MOVIE


“All I'm asking for is total perfection.” – Lord Business

Pada umumnya, saat sebuah lagu (atau film) mempunyai titel yang kelewat jemawa – ehem... “Best Song Ever”, anyone? – kualitas dari lagu (atau film) bersangkutan berada di titik sebaliknya. Atau jika masih lebih beruntung, biasa-biasa saja. Akan tetapi, ini nyatanya tak berlaku kala diterapkan pada tembang anyar yang didendangkan beramai-ramai oleh Tegan and Sara beserta The Lonely Island, “Everything Is Awesome!!!”. Tak hanya lagunya sendiri begitu ear-catchy, playful, dan berlirik kuat, namun titel dari track ini juga bisa dibilang menggambarkan seperti apa kualitas presentasi secara keseluruhan dari sebuah film animasi yang memanfaatkan lagu ini sebagai lagu tema, The Lego Movie. Ya, segala sesuatu dari film arahan duo Phil Lord dan Chris Millers (Cloudy with a Chance of Meatballs, 21 Jump Street) ini memang benar-benar... mengagumkan. Salah satu calon penguni nominasi Best Animated Feature di Oscars tahun depan ada di sini – ya, saya tahu, ini masih kelewat dini. 

Sekilas, menilik ke tatanan penceritaan, The Lego Movie tidak ada bedanya dengan kebanyakan film yang menyasar target utama keluarga. Ini masih seputar ‘from zero to hero’. Dalam film, itu mewakili sosok Emmet (Chris Pratt), pekerja kontruksi bangunan yang, yah... biasa-biasa saja. Selain kepribadiannya yang terlihat senantiasa ceria dan bahagia, tidak ada yang istimewa (apalagi menonjol!) dari dirinya sampai-sampai tak satupun dari rekan kerjanya yang menganggap dia ada. Terdengar begitu menyakitkan, bukan? Namun segala sesuatunya perlahan mulai berubah semenjak Wyldstyle (Elizabeth Banks) mendadak hadir di kehidupannya. Wyldstyle meyakini, Emmet adalah sosok yang dimaksud dalam ramalan penyihir tua yang aneh, Vitruvius (Morgan Freeman), sebagai ‘sang spesial dan terpilih’ yang mampu menyelamatkan dunia dari ambang kehancuran akibat ulah pemimpin totaliter, Lord Business (Will Ferrell), dan kaki tangannya yang kejam, Bad Cop (Liam Neeson). 

Terdengar sebagai sebuah jalinan kisah yang begitu klise, mudah ditebak, dan membosankan? Tidak semudah itu. The Lego Movie memang sempat mengalami sedikit permasalahan di menit-menit awal yang menuntut kesabaran dari penonton lantaran duo pembuat film masih mencari-cari ritme yang tepat guna menghantarkan kisah, namun ketika ritme telah ditemukan... maka, bersiaplah untuk mengikuti petualangan yang begitu mengasyikkan bersama Emmet, Wyldstyle, Vitruvius, dan... Batman (Will Arnett)! Ya, Anda tidak salah baca, ada Batman di sini. Selain karakter-karakter asli, Anda akan menemukan cameo dari sederetan karakter tenama yang ikutan mejeng dalam bentuk mainan lego di sini, seperti Green Lantern (Jonah Hill), Superman (Channing Tatum), Wonder Woman (Cobie Smulders), Gandalf (Todd Hansen), Han Solo (Keith Ferguson), hingga Presiden favorit masyarakat Amerika Serikat, Abraham Lincoln (Will Forte). Bukan sekadar ditempatkan sebagai pemeriah suasana semata, Phil-Chris pun membekali alasan yang jelas (dan masuk akal) mengapa karakter-karakter ikonik yang mayoritas tak berkaitan satu sama lain ini harus hadir. 

Akan tetapi, ramai sesaknya karakter-karakter unik, berbeda, dan nyeleneh di The Lego Movie yang disokong pula sumbangsih suara yang penuh energi dari sejumlah bintang ternama tentu bukan menjadi satu-satunya alasan mengapa film ini begitu nikmat untuk disantap. Kekuatan utama dari film justru terletak pada cara Phil-Chris memerlakukan penonton dan menyikapi premis yang telah berulang kali melewati proses daur ulang. Duo pembuat film sadar, dengan menyasar segmentasi keluarga, maka The Lego Movie akan memiliki penonton dari tingkatan usia yang berbeda-beda. Mereka tak ingin para penonton dewasa yang menemani para penonton cilik, hanya sekadar nonton, atau ingin bernostalgia, mati kebosanan lantaran apa yang dituturkan kelewat kekanak-kanakan – begitu pula sebaliknya. Untuk itu, mereka memberi sentuhan humor yang berbeda ke nada penceritaan: humor bersifat slapstick untuk menjamu penonton cilik dan humor yang cenderung bersifat satir yang sarat akan referensi budaya populer serta permainan kata untuk penonton usia remaja-dewasa. Cara ini pun terbilang efektif dan tepat sasaran meski tak dapat dihindari ada kalanya anak-anak kesulitan mencerna guyonan yang dilontarkan. 

Para karakter yang mudah untuk dicintai dan gelaran humor yang mengundang gelak tawa ini pun lantas dipersatukan ke dalam naskah bertenaga polesan Phil-Chris yang beranjak dari premis klasik serta pakem standar khas film keluarga. Melewati proses pengemasan yang penuh perencanaan matang, jalinan kisah di The Lego Movie ini pun tak berakhir ‘klise-predictable-membosankan’ seperti yang banyak penonton takutkan. Tidak. Duo pembuat film sanggup menghidangkan rajutan cerita yang memiliki kandungan berupa twist yang menyebabkan pergerakan alur cukup sulit terdeteksi kemana arahnya, sentilan sosial yang mengena, pesan moral yang menginspirasi nan membangkitkan semangat tanpa harus menjelma sebagai nenek-nenek ceriwis, hingga kehangatan yang menyentuh lubuk hati penonton yang terdalam. Melalui The Lego Movie, Phil-Chris telah memberi permulaan sangat baik untuk ‘karir akting’ para kumpulan mainan susun bangun dari plastik ini. Go seet it... in 3D!

Outstanding

2 comments:

  1. Holla bro, aku ganti nama blog dari wrtzkwood.wordpress.com ke kultflick.wordpress.com biar gampang. Tolong update juga url di punyamu ya :D thanks.

    btw, pertama kali denger kata lego aku pikir bakalan konyol, ternyata lumayan fun, meski predictable..hahahay

    ReplyDelete
  2. Sip! Link blog-nya sudah saya ganti ke yang baru :)

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch