March 29, 2014

REVIEW : THE RAID 2: BERANDAL


“Saya bukannya nggak percaya sama kamu, tapi saya memang nggak percaya sama siapa-siapa.” - Bangun 

Baiklah. Izinkan saya untuk menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu sebelum mulai mengatakan sesuatu... dan saya pun mengizinkan Anda untuk bersiap-siap diliputi rasa penasaran atau (mungkin) beragam nyinyiran karena ulasan yang hendak Anda baca ini mungkin sedikit bernada hiperbolis. Ya, begitu sulit untuk tidak meluapkan kegembiraan setelah menyaksikan The Raid 2: Berandal. Segenap ekspektasi yang telah saya tanamkan untuk film ini, dilampaui dengan begitu mudahnya. Jika apa yang membuat Anda jatuh hati di jilid pertama adalah kegilaan aksinya, maka Gareth Evans meningkatkannya hingga berlipat-lipat di sini dengan kekerasan yang tak tertahankan. Jika jalinan pengisahan yang sedemikian tipis di film sebelumnya membuat Anda mendengus kecewa, maka Gareth Evans melunasinya di sini melalui tuturan yang lebih kompleks dan membutuhkan sedikit perhatian untuk bisa mencernanya dengan baik. Gareth Evans tidak lagi bermain-main demi terwujudnya sebuah sekuel yang epik... dan itu memang terwujud dalam The Raid 2: Berandal

Berselang dua jam setelah berhasil melepaskan diri dari gedung bertingkat yang mematikan – setting utama dan satu-satunya di The Raid – Rama (Iko Uwais) masih belum diizinkan untuk mengistirahatkan jiwa raganya serta menikmati segarnya hembusan angin kebebasan. Bunawar (Cok Simbara), pemimpin satuan anti korupsi di Indonesia, merekrutnya untuk melakoni sebuah misi penting yakni menyibak identitas para polisi kotor. Untuk menuntaskan misi ini secara sempurna, Rama pun kudu rela dipenjara selama menahun demi mendekati dan menjalin persahabatan dengan Uco (Arifin Putra), anak laki-laki bos mafia terpandang, Bangun (Tio Pakusadewo). Melalui jaringan yang dibentuknya ini, Rama yang menyamarkan namanya menjadi Yudha pun terseret ke dalam dunia mafia yang dipenuhi intrik berselimut darah, keserakahan, dan pengkhianatan. Satu-satunya jalan (dan pilihan) yang dimiliki oleh Rama agar bisa meloloskan diri adalah menyelesaikan apa yang telah dimulainya. Tidak ada yang lain. 

Mengikuti tradisi sekuel yang umumnya memiliki cakupan skala yang lebih besar, maka seperti itulah Gareth Evans menyajikan The Raid 2: Berandal. Tatkala The Raid cenderung mengalir secara linear dan vertikal dengan jalinan penceritaan yang seolah hanya ditulis “masuk, bertarung, keluar”, tidak halnya dengan The Raid 2: Berandal. Tatanan naskah mendapat perhatian lebih, untuk sekali ini, menjawab keluhan sejumlah penonton yang merasa plot film pertama kelewat ‘kering’. Ada sesuatu lain yang kudu disimak oleh penonton tatkala melihat darah yang menyembur kemana-mana dan mendengar tulang-tulang retak. Konflik yang dikedepankan terbilang cukup kompleks dengan melibatkan tidak hanya satu tokoh... tetapi berbagai macam tokoh! Jika sebelumnya Rama hanya perlu mewaspadai Tama dan Mad Dog (yang legendaris itu), maka di kasus ini, Rama kudu berhadapan dengan Uco, Bangun, Eka (Oka Antara), dan Bejo (Alex Abbad). Oh, bahkan saya belum menyebutkan The Assassin (Cecep Arif Rahman) yang tak kalah beringas dari Mad Dog, kakak beradik maha sadis Hammer Girl (Julie Estelle) dan Baseball Bat Man (Very Tri Yulisman), serta pihak keluarga Goto! 

The Raid 2: Berandal memang menghabiskan sebagian besar waktunya di paruh pertama untuk berceloteh seputar dunia kelam yang akan disinggahi Rama untuk sementara. Apakah ini berarti menjemukan? Tidak juga. Beragam intrik yang dikulik – walau tak saya pungkiri, ada kalanya terasa kelewat panjang – mampu membetot perhatian dan memberi rasa penasaran terhadap penonton untuk mengikuti lebih jauh. Film pun tak hanya berada di ranah action, namun juga merangkul crime-thriller. Penggalian kisah ini memang memberikan dampak kepada gelaran aksi yang tidak lagi tanpa putus seperti sang pendahulu, namun Anda tak perlu risau jilid kedua ini akan menjadi kekurangan amunisi. Bahkan di tengah-tengah percakapan yang seolah berlangsung ‘aman-aman saja’, pertumpahan darah bisa saja terjadi. Anda tidak pernah bisa menebak kapan dan dimana pertarungan akan berlangsung. 

Setidaknya ada tiga pertarungan akbar dalam The Raid 2: Berandal yang begitu membekas hingga saya melangkahkan kaki ke luar gedung bioskop; ‘mud’, ‘threesome’, dan ‘kitchen’. Ya, saya sengaja menyebutnya dalam bentuk kode lantaran tak ingin merusak kesenangan Anda sebelum mencicipi film ini. Yang jelas, ketiganya dirangkai menggunakan koreografi rumit yang membutuhkan presisi, tangkapan kamera yang dinamis, editing yang cekatan, dan alunan musik skoring yang menghentak, sehingga saat menyaksikannya... sungguh sulit untuk bernafas! Berlangsung sedemikian intens-nya, Anda mungkin akan bersorak sorai dan bertepuk tangan saat segalanya berakhir. Evans menggambarkannya menjadi lebih liar, lebih menggila, lebih brutal, lebih indah (ditilik dari sisi style), dan lebih megah dari sebelumnya. Jika Anda menganggap penghancuran shelter busway – terlihat di trailer – sudah terasa wow, percayalah... itu tidak ada apa-apanya dengan semua kekacauan yang terjadi di sini! 

The Raid 2: Berandal menunjukkan bagaimana sebuah sekuel seharusnya dibuat. Seluruh elemen terbaik yang dimiliki oleh seri pembukanya dihadirkan kembali untuk kemudian ditambah elemen baru yang belum pernah disaksikan sebelumnya. Beragam bentuk bela diri dalam bentuk hantaman, pukulan, tendangan, sampai bacokan yang berlangsung dimanapun (klub malam, rumah makan, koridor sempit, klub malam, dan pabrik pembuatan film porno) kapanpun tentu ada di sini, tapi tahukah Anda bahwa film produksi Merantau Films ini juga mempunyai salah satu car chase scene terkeren yang pernah ada? Dan, oh... The Raid 2: Berandal pun menghadirkan performa cantik dari para pelakonnya yang dipersembahkan oleh Arifin Putra, Alex Abbad dan Julie Estelle. Bahkan, yang lebih mengesankan adalah, dengan durasi yang merentang panjang hingga mencapai 148 menit, The Raid 2: Berandal sama sekali tidak terasa membosankan atau melelahkan. Malah, saya ingin menontonnya lagi dan lagi. Sangat memuaskan.

Outstanding

10 comments:

  1. mantap review-nya. aku barusan nonton..emg keren dan sadis gilak bro tarsol. kal ini lebih ada ceritanya, dan lebih bisa bernafas. hehe!

    ReplyDelete
  2. Kurang lebih sama apa yg saya rasakan stlh menonton film ini,kita dibuat susah utk bernafas..andrenalin kita dibuat naik turun...scen yg paling mantabb pas adegan kejar2an dimobil....syang sepertinya banyak adegan yg disensor...jadi sepertinya ada yg missing...tapi ttep...Oks tunggu sekuel beeikutnya...:)

    ReplyDelete
  3. ^ Beberapa adegan (dan dialog) yang kena potongan sensor karena memang memiliki muatan seksualitas yang kental jadi mau tak mau dipangkas. Nggak begitu ngaruh sebenernya, cuma yah... jadi kurang mantap.

    @Rifka: Wihhh... Bung Rifka sudah nonton! Setelah berpisah dengan saya malah kemajuan nih bersedia nonton di 3 hari pertama. Lanjutkan, Bung! Makasih yah sudah mampir di sini.

    ReplyDelete
  4. kemarin nonton bareng istri, duh serunya kayak masih pacaran saat adegan darah muncrat doi meluk2 gitu bikin ngiri ABG2 yang duduk disebelah XIXI, any way bener yang dibilang bang tariz, adegan mobil masuk shelter blm ada apa2nya dibandingkan ke"BRUTALITY"an (pinjem istilah mortal kombat)di scene2 yang lain. saya selesai nonton gak terasa meneteskan air mata, terharu orang indonesia bisa bikin pilem se epic ini

    ReplyDelete
  5. Puas puas banget, melebih ekspetasi saya yg sdh terbumbung tinggi. Udh 2 kali nntn. Hahahaha sampe ngerekam make hp yg adegan mud, threesome da kitchen :))

    ReplyDelete
  6. ^ Wih... Padahal baru memasuki hari keempat, udah nonton 2 kali aja nih, Dre. Salut, salut!

    ReplyDelete
  7. @Fikri : Wah, bisa jadi salah satu pengalaman nonton tak terlupakan dong ya? Pastinya kenangan indah saat berpacaran dulu bisa tumbuh kembali nih. Hihihi.

    Betul. Walaupun sutradara film ini bukan orang Indonesia asli, tapi The Raid 2: Berandal sepenuhnya buatan Indonesia. Bangga akhirnya ada gebrakan di sinema Indonesia.

    ReplyDelete
  8. Udah nonton 4x, dan mungkin akan nonton lagi kalo ada waktu. *plaak*

    Sempet nonton yang Uncensored, dan emang ga gitu ngaruh kok ama cerita, cuma kocak aja kalo tetep ada. Hihi

    ReplyDelete
  9. yang di sayngkan cuma peran iko uwais disini dia serasa cuma jadi side kick aja,acting nya masih jelek seperti film dia sebelumnya,klo yang lainnya GOOD..

    ReplyDelete
  10. dan lagi yang aneh bin ajaib jakarta hujan salju?!!?? WHAT THE HELL...

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch