July 3, 2014

REVIEW : DELIVER US FROM EVIL


“You haven't seen true evil.” 

Jika sineas dalam negeri gemar mengeksploitasi pocong, kuntilanak, dan rekan-rekan sebangsanya dalam film seram, maka sineas Hollywood memiliki hobi bermain-main dengan exorcism (pengusiran setan). Sejak salah satu dedengkot, The Exorcist, yang sulit dilupakan itu hingga The Last Exorcism Part II yang ‘ya gitu deh’, entah sudah berapa judul diproduksi menyangkut upacara usir mengusir setan ini. Ada yang berhasil memuaskan semacam The Exorcism of Emily Rose, namun lebih banyak yang berakhir memprihatinkan hingga keberadaannya menguap begitu saja. Belum juga kapok meski jejak rekam film-film sejenis seringkali enggan mencatat keberhasilan, Screen Gems nekat melempar Deliver Us From Evil yang masih berada pada lajur sama di tengah riuhnya persaingan film musim panas. Melihat adanya nama sekelas Scott Derrickson dan produser kenamaan Jerry Bruckheimer di belakang layar bisa dimengerti darimana munculnya rasa percaya diri itu. Meski, kehadiran dua nama ini tidak lantas menjamin kualitas dari Deliver Us From Evil

Kupasan Deliver Us From Evil merunut pada buku berjudul Beware the Night yang diilhami dari peristiwa supranatural nyata yang dialami oleh mantan anggota kepolisian New York, Ralph Sarchie (Eric Bana). Dibesarkan sebagai Katolik hingga akhirnya membelot dari Tuhan di usia remaja, kehidupan Sarchie sekali lagi berubah – kali ini untuk selamanya – saat ditugaskan untuk mengusut kasus aneh dan misterius yang melibatkan veteran perang Irak. Pada awalnya, Sarchie menduga bahwa penyebab dari segala kejadian yang ditanganinya adalah guncangan kejiwaan akibat traumatisme akan Irak. Namun sejalan dengan berlangsungnya penyelidikan yang turut melibatkan seorang pastur bernama Mendoza (Edgar Ramirez), Sarchie menyadari bahwa apa yang tengah dihadapinya ini tak semudah tampaknya karena menyimpan sebuah kekuatan yang begitu besar, jahat, dan mengerikan. 

Deliver Us From Evil sejatinya memiliki potensi untuk menjadi film horor yang menyeramkan. Betapa tidak, materi penceritaannya yang didasarkan pada sesuatu yang nyata terbilang mengikat dan Scott Derrickson yang sebelumnya menukangi tontonan seram keren seperti The Exorcism of Emily Rose serta Sinister menempati kursi penyutradaraan. Modal utama yang dibutuhkan sudah ada di sana. Sayangnya, film yang memulai pengisahannya secara meyakinkan lewat adegan di gua dan penggambaran Bronx yang suram muram kerap kali dibasahi rintik-rintik hujan ini tidak pernah benar-benar berhasil tancap gas. Malah, kadar keseraman yang dipunyai oleh Deliver Us From Evil perlahan tapi pasti mulai kehabisan tenaganya seiring berjalannya film dan hanya sempat menanjak (sedikit saja) pada adegan pengusiran setan di penghujung film. Selebihnya, film berjalan nyaris tanpa greget dan teror demi teror yang ditampilkan telah berulang kali disaksikan di film sejenis sehingga tidak lagi memberikan efek seram yang mencukupi. 

Bahkan cita rasa yang dipunyai oleh Deliver Us From Evil lebih menyerupai film drama reliji berbumbu horor ketimbang sebaliknya. Seolah-olah tengah menyaksikan Fireproof atau Courageous yang di dalamnya mendapat bonus adegan-adegan pengejut jantung. Bah. Siapapun yang pengharapan utamanya menonton Deliver Us From Evil adalah memeroleh suguhan penciut nyali seketika terkhianati karena itu bukanlah pokok pembahasan film yang lebih condong mengulik hubungan antara Sarchie dengan Mendoza, pergolakan keimanan yang dihadapi Sarchie, dan pilihan dilematis dalam menentukan prioritas yang kesemuanya terkemas membosankan dengan sesekali menebar teror di sela-sela yang itupun lebih bersensasi kejut daripada takut. Langkah Derrickson untuk mengakhiri gelaran kisahnya dengan aman (pula berbahagia) malah membuat film semakin terasa lembek, antiklimaks, dan jauh dari kesan mencekam. Sebuah konsekuensi dari keputusan untuk sesetia mungkin terhadap sumber asli.

Poor

1 comment:

  1. keren nih film.. thanks for upload..

    www.timbanganindonesia.com

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch