February 27, 2015

REVIEW : 2014


“Ini bukan masalah satu atau dua periode, ini masalah puluhan tahun untuk memperbaiki bobroknya sistem hukum kita.” 

Setidaknya ada dua alasan yang membuatku menempatkan 2014 di daftar teratas film paling diincar untuk ditonton minggu ini; 1) 2014 bermain-main di ranah political thriller yang begitu langka dijumpai di perfilman Indonesia (atau malah belum ada?), dan 2) tagline “siapa di atas Presiden?” mendongkrak kepenasaran ke level tertinggi. Tapi di atas semua itu, adanya keingintahuan untuk mengintip seberapa jauh keberanian si pembuat film – ditangani oleh duo Hanung Bramantyo dan Rahabi Mandra – mengeksplorasi tema politik yang cenderung dihindari oleh para sineas mengingat efek sampingnya memungkinkan untuk menyinggung pihak-pihak tertentu. Terlebih lagi, karena film ini secara terbuka mempergunjingkan soal bobroknya bangunan sistem sosial, politik, dan hukum yang dimiliki oleh negara ini melalui event berskala nasional, Pemilihan Umum Presiden, yang baru beberapa bulan lalu dihelat. Well, semuanya tentu masih berada di koridor fiktif namun premis yang diusung oleh 2014 ini terdengar mau-tidak-mau cukup sulit untuk ditolak menilik betapa carut marutnya kondisi sospol Indonesia saat ini. 

February 26, 2015

REVIEW : DRAGON BLADE


Dragon Blade mempunyai semua yang dibutuhkan untuk menjelma sebagai film epik blockbuster yang kamu harapkan muncul di tengah-tengah gegap gempitanya perayaan Chinese New Year; premis mengundang selera, gelontoran dana besar-besaran dari funding program yang dikelola oleh pemerintah Cina, serta diramaikan oleh sejumlah bintang tenar lintas negara dari Jackie Chan, John Cusack, Adrien Brody, sampai Choi Siwon (anggota boyband Super Junior). Apa lagi yang lebih baik dari ini? Di atas kertas, kombinasi maut semacam ini mengindikasikan Dragon Blade akan terhidang sebagai sebuah gelaran fantastis yang layak dikenang – atau jika ini terdengar berlebihan, minimal menjadi film kolosal menghibur bertaburkan adegan perang seru – namun kenyataan seringkali tak berbanding lurus dengan pengharapan dan sayangnya, itu juga menimpa film arahan Daniel Lee (14 Blades, White Vengeance) ini. Dragon Blade hanyalah menambah daftar panjang film-film berwajah rupawan namun berhati buruk. 

February 24, 2015

REVIEW : CJR THE MOVIE: LAWAN RASA TAKUTMU


“Kita harus belajar dong naklukkin rasa takut kita. Jangan cuma dirasain sama dipikirin. Lakuin sesuatu!” 

Ada banyak sinisme menyertai saat Coboy Junior the Movie dirilis ke bioskop dua tahun silam karena dianggap tidak lebih dari sekadar proyek aji mumpung memanfaatkan ketenaran boyband ABG Coboy Junior. Menilik kebiasaan para pelaku industri hiburan di Indonesia yang tidak segan-segan menggenjot habis penyanyi atau artis tertentu saat popularitas tengah mendaki untuk melakoni beragam aktifitas hiburan yang (umumnya) digarap secara serampangan, maka ini tidak sepenuhnya salah. Garapan Anggy Umbara tersebut diyakini akan menuju ke arah sama, hingga kita menontonnya dan menyadari bahwa sederet anggapan negatif yang ditujukan pada film ini tidak terbukti. Pemaparan kisah sukses Coboy Junior tergarap begitu baik dan menyenangkan tanpa harus mengalienasi bukan-penggemar, malah mampu menggaet, hingga ratusan ribu penonton pun terkumpul. Dengan ukiran sejarah seperti ini, tak mengherankan kesuksesan diniatkan untuk diulang... hingga bertubi-tubi masalah menimpa yang memaksa boyband ini merubah formasi dan memulai segalanya dari awal lewat CJR. 

February 23, 2015

THE 87th ANNUAL ACADEMY AWARDS WINNERS LIST


Malam puncak dari penghargaan film terbesar dunia, Academy Awards, telah usai digelar untuk ke-87 kalinya pada 22 Februari (menurut waktu Indonesia, 23 Februari pagi) di Dolby Theater, Los Angeles, Amerika Serikat, dengan Neil Patrick Harris bertindak sebagai host. Tidak bisa dipungkiri, tradisi perayaan terhadap industri sinema dunia ini tak saja membawa serta sorak-sorak penuh kegembiraan maupun tangis haru melainkan juga meninggalkan luka bercita rasa pahit bagi sejumlah pihak. Boyhood – dengan proses pembuatan selama 12 tahun – yang semula diprediksi akan memborong banyak piala harus puas bersama hanya satu kategori lewat Best Supporting Actress untuk Patricia Arquette dan harus mengakui kedigdayaan Birdman yang menjadi pemenang besar Oscars tahun ini berkat 4 piala di kategori bergengsi semacam Best Picture, Best Directing, Best Original Screenplay, dan Best Cinematography. 

February 19, 2015

REVIEW : SHAUN THE SHEEP MOVIE


Bagaimana seandainya satu hari saja Sheep dan konco-konco merasakan liburan (atau dalam hal ini, berpesta pora) sementara Farmer dan Bitzer beristirahat sejenak dari rutinitas menjemukan yang melelahkan? Terdengar seperti sehari di surga... tapi kita tahu bahwa segalanya tidak akan berjalan mulus. Dan memang, rencana bersantai di depan televisi seraya menikmati kudapan gagal total saat Bitzer menyadari persengkokolan para biri-biri untuk ‘menyabotase’ peternakan. Dalam upayanya membangunkan Farmer yang tertidur pulas di sebuah karavan, Bitzer berbuat blunder yang menyebabkan karavan lepas kendali dan membawa Farmer jauh memasuki perkotaan. Terantuk benda keras di kepala, Farmer seketika amnesia dan hanya bisa mengingat masa lalunya secara samar-samar. Merasa bertanggung jawab atas sederet permasalahan yang menimpa sang majikan, Shaun dan pasukan pun nekat menjelajahi kota untuk membawa pulang Farmer meski beresiko berhadapan dengan anggota pengendali hewan yang kejam. 

February 17, 2015

REVIEW : WHIPLASH


“There are no two words in the English language more harmful than good job.” 

Dibanding deretan nomine lain untuk kategori Best Picture di pagelaran Academy Awards tahun ini, Whiplash mungkin memiliki gaung paling sunyi yang membuatnya terlihat seperti ‘film kecil’ pelengkap semata – atau katakanlah, mengisi kekosongan – meski perjalanannya menuju ke panggung Oscars telah memberinya beragam rekognisi lewat Sundance dan Cannes. Dengan materi penceritaan mengungkit ‘perseteruan’ drummer jazz berbakat dengan guru musik sinting, Whiplash memang terdengar, errr... kurang seksi. Terlebih ini sekadar didasarkan pengalaman masa remaja dari sang sutradara, Damien Chazelle, yang notabene adalah pendatang baru sehingga mudah bagi kita untuk menduga Whiplash sebagai sebuah film musik yang hanya diperuntukkan khusus bagi para penikmat musik sejati, walau kenyataan berkata lain. Ketimbang berbentuk layaknya film musikal, Whiplash justru lebih mengikuti pola dari film olahraga lengkap dengan segala celotehan inspiratifnya, sensasi ketegangannya, dan sentuhan emosionalnya. 

February 15, 2015

REVIEW : KAPAN KAWIN?


“Seneng yang kamu kasih ke mereka itu kayak cek kosong. Kalau kamu mau kasih duit orang, kamu harus punya duit dulu. Kalau kamu mau bikin seneng orang, kamu dulu yang seneng.” 

Bagi mereka yang menapaki usia 20 tahunan, masih betah melajang, sementara tanggung jawab menyelesaikan masa studi telah tergenapi dan (bahkan) memiliki pekerjaan memadai untuk menopang kebutuhan pokok sehari-hari, ada satu pertanyaan sederhana yang dianggap sebagai suatu momok mengerikan: “kapan kawin?”. Umumnya, senjata pembungkam mulut yang membuatmu seolah-olah tersambar petir ini diluncurkan saat keluarga besar menggelar temu reuni tahunan di perayaan hari-hari besar keagamaan atau sekadar arisan rutin. Jika sudah memiliki gandengan sih dibombardir pertanyaan ini tak terdengar begitu menyakitkan, tapi jika belum... aduh, sakitnya bisa berlipat-lipat ganda. Jangankan mikir mengucap ijab kabul, calon pasangan yang bersedia diajak hidup bareng saja belum ketemu, bagaimana coba? Meminjam istilah generasi muda pengguna Twitter, “rasanya huft banget!”, dan sepertinya memang inilah problematika utama para jomblo-jomblo bahagia yang telah selamat melewati fase “kapan wisuda?”serta “sudah punya pekerjaan?”. 

February 13, 2015

REVIEW : KINGSMAN: THE SECRET SERVICE


“Manners maketh man. Do you know what that means? Then let me teach you a lesson.” 

Dalam beberapa tahun belakangan ini, film spionase dipermak kelewat serius. Memasuki era serba teknologi, semua kesenangan yang dulu menjadi salah satu syarat mutlak terwujudnya film di ranah ini mendadak lenyap dan tergantikan oleh nuansa serba kelam, (maunya) realistis, serta nyaris tanpa dihiasi tawa canda yang seringkali disebut-sebut terpengaruh oleh gaya penuturan Christopher Nolan. Benarkah demikian? Boleh jadi memang begitu. Kenyataan semacam ini memunculkan gundah gulana bagi duo Matthew Vaugh dan Mark Millar, pencipta film superhero edan Kick-Ass bersama Jane Goldman yang melalui kolaborasi teranyar di Kingsman: The Secret Service berniat mengembalikan film spy ke jalur sepatutnya yang tidak mengharamkan buat bersenang-senang namun tetap memiliki sentuhan elegan seperti halnya agen rahasia elit di dalamnya. Ya, kurang lebih seperti memadukan serangkaian film James Bond era awal dengan Kick-Ass maupun Austin Powers yang berarti kamu juga akan memperoleh banyak kegembiraan... dan kegilaan. 

February 10, 2015

REVIEW : THE BOY NEXT DOOR


“Stay away from me and stay away from my son!” 

Memiliki tetangga brondong lajang yang secara fisik menggiurkan ditambah menaruh minat terhadap tinggi pada karya sastra dan tidak sungkan-sungkan menawarkan bantuan adalah godaan iman maha berat bagi perempuan manapun di dunia, termasuk Claire Peterson (Jennifer Lopez). Meski masih resmi menyandang status sebagai istri dari Garrett (John Corbett), hubungan keduanya tidak lagi mesra semenjak sang suami kepergok selingkuh saat perjalanan dinas ke San Fransisco. Dalam kebimbangan menjatuhkan pilihan antara cerai atau rujuk, Claire memutuskan berpisah sejenak dari Garrett. Di tengah-tengah hubungan menggantung tanpa kepastian ini hadir sosok Noah (Ryan Guzman) di sebelah rumah Claire yang seketika merunyamkan masalah. Walau pada awalnya tampak seperti perwujudan pria idaman, perlahan-lahan jiwa psikopat Noah menampakkan diri tatkala permohonan cintanya ditolak mentah-mentah oleh Claire. 

February 9, 2015

REVIEW : JUPITER ASCENDING


“Some lives will always matter more than others.” 

Kala menggunjingkan film garapan duo sineas kakak beradik Andy dan Lana Wachowski – atau lebih dikenal sebagai The Wachowskis – gambaran yang terpatri di benak adalah gelaran bernafaskan fiksi ilmiah ambisius dengan jalinan penceritaan unik bermandikan visualisasi sarat CGI mencengangkan. Keduanya membuktikan layak ditempatkan sebagai sutradara ‘gila’ (in a good way, of course) paska keepikan dua jild awal The Matrix, namun setelah itu berturut-turut tersandung dalam proyek penuh cercaan dari sana sini. Sempat bangkit dari keterpurukan melalui Cloud Atlas, The Wachowskis mencoba merebut kembali hati masyarakat luas yang keburu skeptis lewat Jupiter Ascending yang beranjak dari skrip rakitan sendiri setelah beberapa film terakhir bergantung pada materi adaptasi. Di atas kertas, Jupiter Ascending tampak bagaikan sajian yang layak dinanti karena ditangani duo sutradara revolusioner, jajaran bintang kelas A yang tengah naik daun, serta premis intriguing, akan tetapi bisakah film ini mengembalikan kepercayaan khalayak ramai bahwa sentuhan magis The Wachowskis belum memudar? 

February 6, 2015

REVIEW : NADA UNTUK ASA


"Mengapa kita yang harus menanggung semua ini, Ma? Mengapa bukan orang lain saja?"
"Karena kita mampu."

Di khasanah sinema Indonesia, film yang menempatkan tokoh berpenyakit serius sebagai sentral penceritaan seringkali diciptakan melebihi batas-batas manusiawi demi setetes air mata penonton. Tiada ampun, penderitaan digenjot habis-habisan seolah-olah seluruh semesta menentangnya dan solusi terbaik untuk melepaskan seluruh beban berat yang dipanggul adalah kematian. Lalu... ini terus berulang, berulang, senantiasa berulang. Rumusan eksploitasi kesedihan yang didramatisir sedemikian rupa semacam ini mungkin berhasil belasan tahun silam, tapi saat ini, masihkah ada yang benar-benar peduli? Karya terbaru dari Charles Gozali usai kecermelangan Finding Srimulat yang menyinggung soal penyakit HIV/AIDS, Nada Untuk Asa, mencoba mendobrak keseragaman tuturan tersebut. Ketimbang menggulirkan celotehan tragis yang disesaki oleh ratapan-ratapan pilu – atau malah bekerja sebagai iklan layanan masyarakat – Nada Untuk Asa yang terinspirasi dari kisah Yurike Ferdinandus hidup memilih jalur tempuh berbeda yang menyelipkan pesan uplifting soal keberanian menjalani hidup. Menggugah, huh? 

February 4, 2015

20 FILM TERBAIK 2014 VERSI CINETARIZ


Phew. Akhirnya tuntas sudah menyusun daftar ’20 Film Terbaik 2014 Versi Cinetariz’. Setelah sempat vakum sejenak tahun lalu karena kesibukan dan lain sebagainya, Cinetariz memutuskan kembali menghadirkan susunan film-film terbaik dalam setahun terakhir atas permintaan sejumlah pengunjung setia (ehem!) sekaligus karena ya, kerinduan mengolah list tahunan semacam ini. Ada semacam candu yang menghinggapi walau selalu ada tekanan disana-sini saat menatanya lantaran mau tak mau banyak film bagus – bagi saya, tentunya – yang terpaksa tersisihkan berdasarkan berbagai macam pertimbangan. 

February 2, 2015

10 FILM PALING DITUNGGU DI 2015 VERSI CINETARIZ


Mengingat tahun 2015 telah berlangsung selama sebulan, maka melepas daftar ‘Film Paling Ditunggu 2015’ saat ini sejatinya telah basi. Bukankah sudah cukup banyak film yang terlewatkan sepanjang Januari? Well, not really. Ada alasan – atau katakanlah, pembelaan – mengapa Cinetariz berani mengeluarkan daftar ini di awal bulan kedua, yakni tidak ada satupun film rilis Januari yang layak untuk dinanti. Parade film 2015 bisa dibilang baru benar-benar dimulai pada Februari. Dengan bejibunnya film yang menggoda selera buat disimak dalam setahun ke depan yang membuat 2015 jauh lebih bersemangat ketimbang 2014, maka Cinetariz memutuskan untuk menciptakan daftar ’10 Film Paling Ditunggu’ untuk pertama kalinya. 
Mobile Edition
By Blogger Touch