September 15, 2015

REVIEW : HEART ATTACK


"Do you have a girlfriend?"
"If I don't, What is your medical opinion about having one or not?"

Sebagai rumah produksi paling terkemuka di industri perfilman Thailand, kualitas film-film keluaran GMM Thai Hub (atau biasa disingkat GTH) memang seringkali dapat dipertanggungjawabkan. Dari mereka, para penikmat film mendapatkan Hello Stranger, Bangkok Traffic Love Story, ATM Errak Error, Pee Mak, hingga paling segar di ingatan, I Fine Thank You Love You. Kini, menggandeng sutradara indie Nawapol Thamrongrattanarit (Mary is Happy, Mary is Happy) dan memasangkan Sunny Suwanmethanon (I Fine Thank You Love You) dengan Davika Hoorne (Pee Mak) di garda terdepan, GTH meluncurkan sebuah gelaran komedi romantis manis bertajuk Heart Attack – atau Freelance, judul yang dipakai di negeri asalnya. Dijual sebagai romansa antara seorang dokter dengan pasiennya, kenyataannya Heart Attack tidak semata-mata mengedepankan kisah percintaan dua sejoli ini lengkap dengan segala kekonyolan-kekonyolan menyertai selayaknya film sejenis produksi GTH, tetapi turut menjlentrehkan pahit manisnya bekerja freelance yang dihantarkan dalam penceritaan bergaya indie dan thoughtful yang memungkinkan penonton untuk berkontemplasi. Ya, Heart Attack jelas tidak sedangkal yang diperkirakan banyak pihak. 

Hidup sebagai seorang pekerja lepas di bidang desain grafis, bagi Yoon (Sunny Suwanmethanon) tidaklah mudah. Guna memuaskan para klien dengan hasil kerja maksimal, dia menghabiskan seluruh waktunya untuk memantengi layar komputer tanpa memiliki waktu cukup untuk beristirahat, berolahraga, apalagi bersosialisasi. Satu-satunya orang yang kerap berinteraksi dengannya adalah Je (Violette Wautier), agen Yoon. Permasalahan mulai menghampiri Yoon setelah puluhan ruam kulit mendadak menghiasi tubuhnya setelah Yoon tidak tidur selama beberapa hari. Tidak ingin pekerjaannya yang menumpuk terganggu, Yoon memutuskan untuk berobat ke sebuah rumah sakit umum. Menganggap ruam sebagai kutukan, pada awalnya, pikiran Yoon lantas perlahan berubah seusai mendapati dokter yang merawatnya, Im (Davika Hoorne), memiliki paras yang cantik. Berkunjung setiap bulan untuk mengontrol perkembangan penyakit ini, hubungan keduanya kian akrab. Yoon mulai merasakan getaran-getaran tidak biasa disertai munculnya tekad untuk menjalani pola hidup yang lebih sehat meski konsekuensinya adalah kehilangan pekerjaan impian. 

Salah satu yang menarik dari Heart Attack adalah film ini memiliki feel agak berbeda dibanding film rilisan GTH selama ini mengikuti style dari sang sutradara yang indie banget. Sedikit banyak mengingatkan pada film Nawapol Thamrongrattanarit sebelumnya, Mary is Happy, Mary is Happy. Eksperimen dari studio penghasil Shutter berwujud gaya tutur yang sedikit nyentrik – nadanya tenang, sesekali terdengar iringan musik atau backsound (ingat, hanya sesekali!) di sela-sela Yoon menarasikan isi pikirannya – mungkin akan sedikit janggal bagi penonton yang kedarung terbiasa dengan cara bercerita film-film GTH yang sangat ngepop. Tapi tidak perlu risau, setelah 30 menit berlalu yang menandai pertemuan Yoon dan Im sekaligus pertama kalinya humor benar-benar bekerja efektif untuk membuat saya tertawa terbahak, kamu akan mulai terbiasa bahkan menikmatinya. Lagipula, selain cara penyampaian yang sekali ini berasa eksentrik, Heart Attack masih mengaplikasikan sederet formula wajib dari film produksi GTH: pengisahan beserta guyonan lekat keseharian, sensasi feel-good seusai menonton, dan tentunya, performa kuat jajaran pemainnya. 

Ya, kamu masih akan tertawa maupun tersentuh selama menonton Heart Attack yang jalinan pengisahannya bakal dengan mudah menyentil sejumlah orang, khususnya jika pernah merasakan nikmatnya (...plus sengsaranya!) bekerja freelance. Kalaupun kamu belum pernah melaluinya, Nawapol Thamrongrattanarit memotret kerasnya industri ini berdasarkan pengalaman nyatanya secara cukup akurat yang bisa jadi merubah pandanganmu soal mata pencaharian yang membutuhkan disiplin, tekad, dan tanggung jawab tingkat dewa agar dapat menuju puncak ini. Tapi, apakah ini berarti lawakannya akan bersifat, hmmm... segmented? Tentu saja tidak. Bukankah kebanyakan dari kita, khususnya jika kamu sudah meduduki bangku kuliah atau bekerja, pernah menjalani lembur demi mati-matian menuntaskan tugas yang telah mendekati tenggat waktu sampai-sampai masa bodoh terhadap kesehatan salah satunya dengan menenggak minuman berenergi sebanyak mungkin? Pernah mencoba untuk tidur lebih awal namun berujung kegagalan karena malah justru memikirkan banyak hal? Pernah mendapati antrian panjang yang luar biasa tidak masuk akalnya di puskesmas (atau rumah sakit umum)? Atau, sekadar pernah berusaha menjalani hidup lebih baik agar tidak mengecewakan orang terkasih? Apabila kamu pernah mengalami setidaknya sebagian besar diantaranya, maka tidak sulit bagimu terhubung ke Heart Attack yang juga mengajakmu berkontemplasi memikirkan makna sesungguhnya dari sebuah kebahagiaan, kebebasan, kerja keras, persahabatan dan kehidupan. Deep! 

Tuturan renyah berisi kreasi Nawapol Thamrongrattanarit ini tentu tidak akan bekerja maksimal tanpa sokongan para pelakon. Mengingat salah satu andalan film rilisan GTH adalah akting berkualitas tinggi, jadi kamu bisa mengharapkan itu di Heart Attack. Dua bintang utamanya, Sunny Suwanmethanon dan Davika Hoorne, memberi parade akting menawan yang diikuti juga para pemeran pembantu. Berhasil melepaskan diri dari imej cool Gym di I Fine Thank You Love You, Sunny melebur ke karakternya yang ambisius, kikuk, serta kesepian secara sempurna sehingga berhasil meyakinkan penonton bahwa Sunny adalah Yoon. Saat Yoon didera cobaan, kita pun bersimpati penuh kepadanya, berharap segalanya kembali seperti semula dan pada akhirnya memenangkan hati Im. Begitu pula yang kita rasakan pada Davika Hoorne, seorang dokter muda kesepian yang masih terlihat ragu-ragu terhadap kemampuannya sendiri. Ada keinginan memeluknya (bukan modus!) ketika orang tua pasiennya menyemprot habis-habisan disebabkan salah mendiagnosis. Saat keduanya bersatu di layar, ada semacam getaran sulit dideskripsikan yang membuat kita berharap-harap cemas pada kelanjutan hubungan mereka. Berharap mereka bersatu seperti saat kita menonton sebuah film romansa bagus.

Outstanding

2 comments:

  1. baru sempet nonton film ini..
    menurut saya film ini beda dgn film thailand lain macam i fine thank you yg comedy nya bertebaran film ini malah minim comedy dan kisah cinta nya pun tdk lah setajam film terdahulu.yg ku tanggap malah film ini lebih ke bagaimana seseorang yg bisa berubah bisa lebih baik atau lebih buruk setelah menyukai seseorang...

    ReplyDelete
  2. menurut gua ini bukan genrenya bukan sekedar comedy romance tapi juga ada genre yang dapat menjelaskan bahwa inti film ini bukan comedy atau romance nya hehe

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch