September 13, 2015

REVIEW : MAZE RUNNER: THE SCORCH TRIALS


“I'm a Crank. I'm slowly going crazy. I keep wanting to chew off my own fingers and randomly kill people.” 

Di penghujung The Maze Runner, para penyintas berusia remaja dibawah pimpinan Thomas (Dylan O’Brien) yang menjadi korban eksperimen sebuah organisasi misterius bernama W.C.K.D. berhasil melepaskan diri dari labirin raksasa berbenteng tembok tinggi yang mengungkung kebebasan mereka dan melawan monster mengerikan penjaga labirin setelah sebelumnya mengobrak abrik tatanan komunitas The Gladers hanya untuk mendapati bumi bukan lagi tempat ideal untuk melangsungkan hidup. Seolah-olah pergolakan yang memakan korban beberapa anggota komunitas tersebut berakhir sia-sia. Akan tetapi, apakah memang begitu adanya cara Wes Ball mengakhiri penceritaan film arahannya? Well, kita sama-sama tahu bahwa The Maze Runner merupakan adaptasi jilid pertama dari keseluruhan tiga seri novel young adult rekaan James Dashner, jadi ya, perjuangan Thomas dan kroni-kroninya ini barulah sekadar permulaan karena seusai berlari-larian mengitari labirin yang konfigurasinya senantiasa berubah saban malam hari, mereka harus berhadapan dengan wabah mematikan, kelompok pemberontak dan zombie-zombie ganas (ya, zombie!) dalam Maze Runner: The Scorch Trials.  

Saat para mantan penghuni The Gladers diselamatkan oleh Janson (Aidan Gillen) dari The Scorch yang dipenuhi marabahaya tak terbayangkan dan diboyong ke sebuah fasilitas penuh para pejuang dari kelompok lain, mereka mengira kehidupan lebih baik telah menanti. Belum lama mendiami fasilitas ini, Thomas segera menyadari bahwa Janson adalah kaki tangan petinggi W.C.K.D. usai menyelinap ke suatu ruangan bersama Aris (Jacob Lofland) yang telah mencurigai adanya ketidakberesan disini sejak lama. Tidak ingin kembali menjadi korban eksperimen, Thomas serta konco-konconya pun nekat mengambil resiko dengan meninggalkan fasilitas guna menemukan keberadaan Right Arm yang konon kabarnya menentang habis-habisan tindak tanduk W.C.K.D. Di tengah perjalanan, grup kecil ini berjumpa dengan kelompok pejuang perlawanan lainnya pimpinan Jorge (Giancarlo Esposito) yang bersedia menuntun mereka ke markas Right Arm. Berbekal bantuan Jorge dan Brenda (Rosa Salazar), orang kepercayaan Jorge, mereka pun kembali menempuh perjalanan panjang mengarungi The Scorch tanpa pernah mengetahui apa yang sesungguhnya akan menanti mereka. 

Tidak seperti seri pendahulu yang laju pengisahannya merangkak perlahan di awal sebelum benar-benar mencengkrammu erat memasuki pertengahan, Maze Runner: The Scorch Trials telah tancap gas semenjak menit-menit pembuka. Wes Ball selaku sutradara mengondisikan The Scorch Trials sebagai suatu gelaran yang memiliki lebih banyak laga, lebih banyak ketegangan, dan lebih banyak keseruan dibanding jilid pertama. Ya, mengingat sebagian besar sesi perkenalan telah ditunaikan di film pertama, keingintahuan mengenai gambaran dunia yang ditempati oleh para penghuni The Gladers juga perlahan-lahan sudah terjawab – setidaknya kita sudah mengetahui apa sesungguhnya terjadi pada mereka lalu seperti apa kondisi bumi di kisah posapokaliptik ini – dan skala konflik sekali ini tergolong masif dengan tidak lagi berlangsung sebatas pada sebuah komunitas yang dikelilingi tembok besar maka ada banyak ruang kosong yang butuh diisi dengan hentakan kuat agar penonton tidak merasakan kebosanan selama menyimak The Scorch Trials. Untuk itu, Ball butuh menarik perhatianmu secara cepat dengan cara menggenjot adrenalin sedari dini. 

Tempo The Scorch Trials memang bergerak begitu gesit. Setelah aksi melarikan diri dari fasilitas yang memungkinkan penonton menahan nafas – walau hasil akhir dapat diketahui dengan jelas – penonton diboyong memasuki The Scorch yang sulit diduga. Yang mengasyikkan semenjak para karakter utama menjejakkan kaki di area ini adalah mereka harus bertahan hidup dari gempuran Crank, monster utama jilid ini, yang berwujud menyerupai zombie! Betul sekali, ada banyak zombie mengerikan bertebaran yang siap menghabisi Thomas dan kawan-kawan disini – selain Janson yang tidak pernah lelah memburu – melalui penyebaran wabah mematikan. Setidaknya, kamu akan memperoleh suplai vitamin dari rangkaian adegan kejar-kejaran antara para penyintas dengan Crank di paruh awal yang lantas tugas dari Crank digantikan oleh pasukan pimpinan Janson yang begitu berambisi untuk menundukkan Thomas pada paruh berikutnya. Banyaknya elemen kesenangan ini memang sedikit banyak berdampak jalinan pengisahan yang sekali ini agak terabaikan – utamanya kita tidak banyak mendapat informasi terkait kelompok bentukan Jorge, Crank, dan The Scorch itu sendiri – namun Wes Ball berhasil mengakalinya dengan kemampuannya dalam menjaga tensi ketegangan agar tetap bergerak stabil sehingga penonton yang kadung terhibur pun bersedia memaafkannya.

Exceeds Expectations



5 comments:

  1. Mantap banget review-nya Mas.

    "The maze was just the beginning" --> emang bener, karena seolah apa yang dihidangin di jilid awal cuma pengantar menuju gelaran aksi di film ini. Lupakan labirin, lokasi di jilid kedua lebih banyak yang bisa dieksplor. Bener kata Mas, saya memaafkan Wes Ball yang telah mengabaikan jalinan kisah (kadang saya sampai menerka-nerka sendiri... maklum, belum baca bukunya hehe). Saya sangat menikmati deretan ketegangan dari awal sampai akhir, dan cukup ampuh membuat saya sejenak melupakan stres akibat pekerjaan kantor.

    Mungkin penjelasan rinci akan bisa ditemui di film berikutnya. Akankah jilid ketiga dipecah ke dalam dua bagian atau berdiri sendiri?

    ReplyDelete
  2. selalu suka dengan cara cinetariz mereview film ,
    saya sudah pernah membaca bukunya, dan menurut saya..err..agak kacau, di bukunya pun tidak memberi penjelasan yang berarti, semakin membaca malah semakin banyak yang dipertanyakan.

    Dan harus saya akui versi film-nya ini sangat tepat, karena pengisahan dalam buku pun tidak jelas, saya rasa dengan mengedepankan aksi laga dan ketegangan adalah gagasan yang brillian.Jauh lebih bagus dari versi bukunya ( menurut saya ).

    Can't wait to next chapter :)

    ReplyDelete
  3. ^ Wah, terima kasih banyak, Ria. Jadi tersipu-sipu malu nih. Hahaha.

    Mendengar banyak hal sama dari mereka yang sudah membaca bukunya. Beberapa ada yang protes (tentu saja) karena alurnya agak melenceng tapi beberapa mendukung. Saya pribadi sih belum pernah membaca versi novelnya, hanya sekadar membaca rangkumannya saja (entahlah, agak berputar-putar bagi saya).

    Tapi saya berpihak kepada keputusan si pembuat film untuk membentuk alur berbeda melihat hasil akhirnya. The Scorch Trials membuka jalan bagi franchise ini dalam menemukan lebih banyak penggemar dengan banyaknya keseruan sepanjang durasi.

    ReplyDelete
  4. @Bayu: Makasih banyak, yah!

    Untung ya deretan aksinya tergarap seru, kalau setengah matang, mungkin kamu akan semakin stres memikirkan jalinan penceritaannya yang lumayan berantakan alih-alih menikmati suguhan laganya. Hahaha.

    Untuk jilid ketiga yang direncanakan rilis tahun 2017 (mari bersabar menanti, phew!) kabarnya hanya akan terdiri dari satu film saja. Tapi mengingat filmnya sendiri belum memasuki proses produksi, maka apapun bisa terjadi.

    ReplyDelete
  5. Waduuuhh jadi nyesel gak nonton film ini, gara2 kepalang kecewa sama maze runner yg pertama, habis banyak bacot, gak ada actionnya, jadi saya kira yg kedua ini bakal sama, eh ternyata ya....hikss :(

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch