September 27, 2015

REVIEW : MONSTER HUNT


Fenomenal adalah kata paling tepat untuk mendeskripsikan Monster Hunt. Betapa tidak, film arahan Raman Hui – seorang animator yang pernah terlibat dalam pembuatan Shrek, Madagascar, hingga Puss in Boots – ini mencetak rekor sebagai film paling laris sepanjang sejarah di Cina daratan yang notabene pasar film terbesar kedua setelah Hollywood menumbangkan kedigdayaan Fast & Furious 7 dengan raihan mendekati angka $400 juta! Sebuah pencapaian yang terhitung fantastis, tentu saja, terlebih kepenasaran besar tiba-tiba menggelayuti para penikmat film sekaligus pelaku industri mengenai resep yang dipergunakan oleh Raman Hui dan tim pada Monster Hunt sehingga mampu merengkuh kesuksesan gila-gilaan semacam ini yang memunculkan pertanyaan, “apa sih yang membuat Monster Hunt begitu dicintai publik Tiongkok?.” Tanpa perlu dijlentrehkan panjang lebar, sebetulnya jawaban yang bisa disodorkan pun sebetulnya mudah, menghibur. Memadupadankan elemen fantasi berbasis martial art yang memang telah akrab bagi penonton Cina dengan animasi yang menampilkan monster-monster menggemaskan untuk penonton cilik, Monster Hunt berhasil terhidang sebagai sajian yang tidak saja seru tetapi juga mengocok perut dan menyentuh hati. 

Mulanya, Tianyin (Jing Boran) hanyalah pemuda pecundang yang susah diandalkan kecuali soal memasak dan menjahit. Statusnya sebagai kepala desa Yongning pun tidak menjamin apa-apa lantaran minimnya kewibawaan membuat Tianyin kerap menjadi bulan-bulanan para penduduk desa, termasuk neneknya yang pikun. Kehidupan damai namun mengenaskannya ini sontak berubah tatkala sejumlah monster yang telah lama terusir dari area manusia menyambangi desanya. Berada dalam posisi terancam, sang ratu dari raja lama yang tengah diburu oleh penguasa baru wilayah monster menitipkan janin yang dikandungnya pada Tianyin. Mendadak ‘hamil’ bayi monster, pemuda polos nan kikuk ini lantas diburu dua pihak: para monster yang menginginkan kematian si bayi dan para pemburu monster haus uang. Usai kampung halamannya dibumihanguskan oleh pemburu monster yang mencari keberadaannya, Tianyin pun memutuskan berkelana ke kota ditemani Xiaonan (Bai Baihe), pemburu monster kelas teri yang telah mengetahui peristiwa ini sejak awal, guna menentukan nasib si bayi yang belakangan diberi nama Wuba. Menghadapi beragam rintangan bersama selama perjalanan, tanpa disadari ikatan antara Tianyin-Xiaonan-Wuba menguat yang membuat mereka mempertanyakan kembali tujuan awal dari perjalanan ini. 

Terdengar klise? Begitulah. Monster Hunt memang dibangun dari penceritaan yang memberlakukan formula familiar terkait from zero to hero, benci jadi cinta, maupun kekeluargaan dengan pesan moral utama hendak disampaikan kepada penonton mengenai toleransi dalam perbedaan. Tidak ada yang istimewa, jelas, bahkan kamu telah bisa menduga ke arah mana film akan bermuara semenjak kehadiran Wuba di tengah-tengah sosok Tianyin-Xiaonan. Selain itu, naskah olahan Alan Yuen juga meninggalkan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab seputar motivasi para karakternya yang mengambang maupun deskripsi dunia antah berantah ini (seperti misalnya, bagaimanakah tempat tinggal para monster itu sendiri? Lalu, bagaimana dengan jual beli monster?) sehingga sedikit banyak menyulitkan penonton untuk benar-benar tertambat pada Monster Hunt. Pun demikian, ketidakadanya kedalaman di sisi pengisahan ini untungnya sangat terbantu oleh jajaran pemain penuh bintang yang menunjukkan performa istimewa, efek khusus mengagumkan, dan koreografi laga mengesankan yang mengatrol sisi excitement penonton dalam menyimak film hingga menit terakhir tanpa melontarkan keluhan-keluhan berarti. 

Bai Baihe memberi keseimbangan tepat antara ngebanyol, terlihat keras, sekaligus rapuh di penghujung film yang membuat Xiaonan mudah dicintai, melebihi Tianyin yang dihidupkan cukup baik oleh Jing Boran dengan chemistry benci-cinta diantara keduanya cukup lekat. Selain mereka berdua di posisi sentral, para pemain pendukung pun tidak segan-segan mempertontonkan kemahiran bermain peran seperti pasangan Sandra Ng dan Eric Tsang sebagai suami istri monster yang menyamar menjadi manusia serta Elaine Jin sebagai nenek Tianyin yang sudah pikun. Trio ini senantiasa memantik gelak tawa penonton dalam setiap kemunculannya, mendorong tingkat kesenangan Monster Hunt menuju level lebih tinggi. Tidak cukup berhenti sebatas pada performa para pemainnya, hiburan yang tersaji pada film ini juga dipersembahkan oleh rangkaian laganya yang terhampar seru (well, seperti bisa kamu harapkan dari film aksi asal Cina yang menempatkan pertarungan sebagai jualan utama) dan tidak disangka-sangka dari penggambaran bagus wujud monster berikut negeri antah berantahnya melalui efek khusus. Disengaja untuk tampak cartoonish ketimbang riil, para monster terlihat sungguh menggemaskan – walau ada satu dua yang menjijikan – khususnya Wuba yang dijamin akan menghipnotis mayoritas penonton guna memburu merchandise-nya seusai menonton Monster Hunt. Wuba, Wuba!

Exceeds Expectations




No comments:

Post a Comment

Mobile Edition
By Blogger Touch