October 3, 2015

REVIEW : 3 (ALIF LAM MIM)


“Fight and never lose hope.” 

Sepintas ditilik dari materi promosi, 3 (Alif Lam Mim) memang tampak seperti epigon lainnya dari The Raid yang konon telah menetapkan standar tinggi untuk genre laga di perfilman Indonesia. Dengan polesan efek khusus jauh dari kata meyakinkan – mengingatkan pada Garuda Superhero – mudah bagi penonton yang tidak tahu menahu mengenai seluk beluk film ini untuk memunculkan cibiran, “apa sih yang bisa ditawarkan oleh 3?.” Lalu kita melihat adanya nama Anggy Umbara (dwilogi Comic 8, Coboy Junior the Movie) di balik kemudi yang memunculkan secercah harapan mengingat fun merupakan nama tengah dari si pembuat film. Setidaknya, jika pada akhirnya hasil memang di bawah pengharapan, 3 masih menawarkan hiburan. Akan tetapi, apakah 3 memang tidak semeyakinkan trailernya yang kata seorang kawan gagal memberi gambaran mengenai isi dari filmnya itu sendiri? Well, jika kamu mempunyai pemikiran demikian dan berencana melewatkannya, your loss then. Karena saya berani mengatakan secara lantang bahwa 3 adalah salah satu film terbaik tahun ini. Seriously, you don’t want to miss this one! 

Di tahun 2036, Indonesia telah sama sekali berbeda dari Indonesia yang kita kenal sekarang. Dengan adanya revolusi besar-besar sepuluh tahun sebelumnya guna memberantas para pemeluk agama radikal yang dianggap membahayakan stabilitas keamanan negara, secara otomatis ideologi negara pun bergeser. Kaum relijius yang semula berkuasa, kini merasakan pahitnya berada di posisi minoritas. Yang lantas menjadi pertanyaan, “apakah penghancuran kaum radikal berikut agama yang dianutnya merupakan solusi terbaik untuk memberikan perdamaian bagi negeri ini?.” Bagi Alif (Cornelio Sunny), seorang aparat negara, dan rekan-rekan kerjanya mungkin jawaban paling masuk akal adalah ‘ya’. Tapi Lam (Abimana Aryasatya), jurnalis berpikiran kritis, tidak melihat hal tersebut sebagai suatu jalan keluar terlebih setelah dia menemukan serangkaian kejanggalan dalam kasus pengeboman di sebuah kafe yang nyaris merenggut nyawa Alif sekaligus menempatkan Mim (Agus Kuncoro) beserta santri-santri di padepokan sebagai tersangka utama. Mencoba menjembatani dua sahabatnya yang saling berseteru mempertahankan kebenarannya masing-masing, Lam malah justru semakin terjerumus ke kubangan intrik lebih besar yang turut mengancam keselamatan keluarganya. 

“Bagaimana jadinya jika Indonesia dalam dua puluh tahun mendatang menjelma sebagai negara liberal yang menistakan agama, khususnya Islam, sehingga menganggapnya sebagai parasit yang harus dimusnahkan keberadaannya?” adalah premis yang membangun 3. Terdengar begitu provokatif, berani, ambisius, beresiko sekaligus seksi di saat bersamaan sehingga memunculkan keingintahuan besar terhadap cara si pembuat film mengeksekusinya ke bahasa gambar. Apabila kamu mengikuti jejak karir Anggy Umbara di layar lebar semenjak Mama Cake, maka tentu mengetahui bahwa sang sutradara dikenal dengan karya-karyanya yang cenderung ‘style over substance’ dan adegan-adegan terkemas slow motion pun seolah telah menjadi ciri khas tersendiri bagi Anggy. Jika kamu merisaukan 3 akan dijlentrehkan serupa, silahkan bernafas lega. Karena tak seperti karya-karya Anggy terdahulu, 3 terbilang kokoh dari sisi penceritaan walau gayanya tentu masih sama. Ya, premis menggelegar tersebut berhasil tertuang secara rapi ke naskah yang ditulis keroyokan oleh (ndilalah) tiga penulis skrip untuk kemudian diterjemahkan Anggy secara menawan sehingga menghasilkan sebuah tontonan berlatar dystopia yang tidak saja seru, tetapi juga mencengkram erat emosi dan mempersilahkan penontonnya berkontemplasi. 

Membutuhkan sedikit waktu untuk bisa merasuk secara menyeluruh ke tuturan 3. Tidak lantas tancap gas di menit-menit awal, penonton mungkin akan sedikit mengernyitkan dahi menyimak serangkaian pertarungan yang dihadapi Alif seraya memboyong pertanyaan, “apa sih yang ingin disampaikan oleh si pembuat film? Pertarungan kosong?”. Menampakkan wajah seperti film laga futuritis biasa, hingga titik ini, perlahan-lahan 3 menunjukkan wujud aslinya semenjak kehadiran seorang perempuan misterius bernama Laras (Prisia Nasution) diikuti peristiwa meledaknya kafe yang disinyalir kerjaan penghuni padepokan Al-Ikhlas. Pertanyaan pun seketika terkoreksi menjadi, “apa yang sesungguhnya terjadi di sini?,” yang menjadi bekal bagus guna mengikuti jalinan pengisahan bak puzzle susunan Umbara bersaudara. Keseruan yang semula hanya bersumber dari koreografi laga cantik rancangan Cecep Arif Rahman pun bertambah dengan mencuatnya setumpuk intrik mengikat yang di dalamnya dipenuhi kritik tajam terhadap carut marutnya kondisi sosial politik Indonesia masa kini berikut gambaran seandainya ideologi liberal berkuasa di Indonesia, lalu pertanyaan demi pertanyaan semisal "apakah perdamaian itu sejatinya hanyalah komoditas untuk membenarkan perbuatan kelompok tertentu?" dan petuah-petuah khas Anggy perihal bagaimana semestinya pemeluk agama semestinya menjalani kehidupan sampai-sampai diri ini pun dibuat kagum, “rupanya sineas Indonesia pun bisa menyajikan tuturan yang sedahsyat (dan seberani) ini!.” 

Walau efek khususnya memang terbilang kasar – well, apa yang kamu harapkan dari visual film berbujet minim? – tapi sangat bisa dimaafkan berkat kecakapan Anggy dalam mengejawantahkan premis sinting menjadi tuturan padat berisi namun tetap terjabarkan rapi yang sanggup meminta perhatian penonton, gelaran aksi mengasyikkan, dan lakon jempolan dari jajaran pemainnya. Kualitas keaktoran Abimana Aryasatya dan Agus Kuncoro tidak perlu lagi dipertanyakan. Keduanya kembali memamerkan akting gemilang di sini dengan Abimana memberi penampilan meyakinkan sebagai seorang jurnalis yang kebebasannya menyuarakan kebenaran terepresi oleh sistem sedangkan Agus Kuncoro memberi percampuran sempurna antara berwibawa, dingin, dan misterius. Selain mereka, 3 juga diperkuat oleh performa badass dari Cornelio Sunny yang mungkin akan membuatnya diburu oleh para produser untuk membintangi film-film laga paska 3, Prisia Nasution yang tangguh sekaligus rapuh, dan last but not least, Tanta Ginting yang hanya muncul sekejap dalam sebuah peran mengejutkan namun begitu membekas di ingatan.

Outstanding 


Catatan: satu harapan yang mencuat seusai menonton 3 adalah, “saya menginginkan sekuel!.” Berharap besar penonton Indonesia – khususnya selama ini yang berkoar-koar film Indonesia hanya begitu-begitu saja – bersedia meluangkan waktu dan uangnya untuk menyaksikan film ini. 3, tak pelak, memiliki peranan besar dalam menentukan wajah perfilman beberapa waktu mendatang. Apabila 3 mendapat respon tak membahagiakan dari penonton, besar kemungkinan para produser akan berpikir ribuan kali untuk menciptakan tontonan yang (disebut) berbeda dan well, bersiaplah mendapatkan lebih banyak melodrama. Tapi jika 3 disambut hangat penonton, kesempatan memperoleh tontonan bervariasi pun di depan mata. Jadi ya, kamulah yang menentukan akan seperti perfilman Indonesia ke depan, karena jika bukan kita lantas siapa lagi?

14 comments:

  1. Review jujur yg lugas. Begitu jg dengan film 3 ini, frontal banget dialognya, bikin gereget ngikutin ceritanya sampai akhir.
    Sepakat kalo film 3 ini akan jadi film terbaik tahun ini.

    ReplyDelete
  2. wah pengen nonton ne film...permah liat trailernya di youtube

    ReplyDelete
  3. Belum nonton, baru cari waktu yang tepat. Bener-bener penasaran sama premisnya yang 'seksi'

    #BanggaFilmIndonesia

    ReplyDelete
  4. Bener banget, ini film faoritku tahun ini (so far)!
    Film yang diceritakan kayak puzzle itu khas Comic 8 banget :) Anggy sejak Cowboy Junior emang udah keren banget dah! Hahaha :v

    By the way salam kenal ya mas, saya juga suka ngereview film di blog, termasuk film '3' ini yang bisa dibaca di sini: http://andikahilman.blogspot.co.id/2015/10/3-short-review.html :)

    ReplyDelete
  5. Premisnya luarbiasa!!
    Jujur sepanjang menonton film, yang terpikir olehku,
    "Gimana ya jadinya film ini kalau disutradarai seorang Hanung?"

    ReplyDelete
  6. ga sabar gmn endingnya, dialbuat penasaran. emg bklan ad bneran ya smbungannya?
    aku hrp sih iya, segera dehh.. hho

    ReplyDelete
  7. ^ Saya pun berharap ada lanjutannya, tapi melihat dinginnya respon penonton, agak pesimis film ini akan berlanjut ke jilid kedua :'(

    @tuke: Terima kasih banyak :)

    @sasambo: Ayo ditonton mumpung masih ada di bioskop! :)

    ReplyDelete
  8. @Riza Pahlevi: Jangan kelamaan cari waktu yang tepatnya, film ini tidak akan lama bertahan di bioskop karena ya, sedikit peminat :(

    @Andika Hilman: Yup. Ditunggu kunjunganku ke blogmu! :)

    @Ambar Permana: Hahaha. Sempat terbersit juga di pikiranku seandainya Hanung yang bikin film ini.

    ReplyDelete
  9. Kemaren ke bioskop buat nonton filmnya, tapi ternyata udah kelungsur film lain. Arrgghh.. Semoga dvdnya diproduksi!

    ReplyDelete
  10. Sungguh disayangkan. Banyak juga yang kecele sih kemarin, sebagian besar layar untuk '3' udah diberikan buat film lain :'(

    ReplyDelete
  11. Okelah masalah FX mungkin belum seberapa, tapi nasalah cerita....Anggy Unbara memang jenius, bahkan di Comic 8 sudah kelihatan dia jenius memutar2 cerita. Bahkan penonton yang pesimis dengan film Indonesia dan mencela FXnya pasti tetap duduk diam buat menonton habis,.minimal supaya tahu cerita aslinya bagaimana

    ReplyDelete
  12. mantab memang film ini !

    ReplyDelete
  13. Reviewnya berhasil menceritakan secara utuh secara garis besarnya, terima kasih sudah sharing :)

    ReplyDelete
  14. sumpah ini film keren banget,isi ceritanya berkelas banget, ga melulu monoton melo drama atau apalah yang ceritanya menurut gue amburadul, melulu cuma pengen penonton ketawa dan ngesampingin isi ceritanya, ga semua tp mayoritas. smg kedepannya bakal banyak lagi film indonesia yang berbobot kaya gini. misal melo pun tetep berbobot, tp jangan melulu soal cinta cinta gajelas. kebanyakan begituan bikin eneg juga nontonnya, berasa udah ketebak alurnya. baru banget nonton ini film udh jatuh hati bgt, well gue berharap 3 alif lam mim ini bakal ada lanjutannya.

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch