December 13, 2015

REVIEW : KRAMPUS


“Saint Nicholas is not coming this year. Instead, a much darker, ancient spirit. His name is Krampus. He and his helpers did not come to give, but to take.” 

Setelah memberi kejutan manis untuk para penikmat film seram melalui Trick ‘r Treat yang secara cepat menjadi tontonan wajib menjelang Halloween, Michael Dougherty seolah menghilang dari permukaan bumi. Selama bertahun-tahun tidak ada proyek baru, Trick ‘r Treat sempat dianggap sebagai keberuntungan pemula semata hingga akhirnya Dougherty kembali menciptakan gebrakan akhir tahun ini lewat Krampus. Tidak jauh berbeda dengan karya debutnya, Krampus pun masih bermain-main di area horor hanya saja kali ini balutan komedinya cukup pekat. Yang menjadikannya semakin terasa istimewa adalah si pembuat film mencoba membangunkan kembali gelaran seram berlatar Natal yang tertidur selama hampir satu dekade setelah terakhir kali Black Christmas. Perkawinan ‘Natal-horor’ memang sepintas terkesan bukan ide bagus karena semangat keduanya saling bertolak berlakang, tapi sekadar mengingatkan, kita sebelumnya telah memperoleh sajian serupa di Gremlins (1984) arahan Joe Dante yang masih tetap mengasyikkan untuk ditonton ulang saban Natal. Krampus, walau belum mencapai tahapan sehebat Gremlins, tetap bisa dikatakan sebagai kado Natal sempurna bagi para pecinta film horor. It’s entertaining as hell. 

Apakah kamu tahu bahwa Sinterklas memiliki ‘saudara kembar’ kejam bernama Krampus? Berbeda jauh dari Sinterklas yang divisualisasikan seperti kakek gemuk ramah, Krampus digambarkan memiliki fisik dan perangai mengerikan. Wujud makhluk legendaris yang hidup dari dongeng kuno masyarakat pegunungan Alpen ini memiliki tampilan menyerupai perpaduan kambing dengan iblis lengkap disertai tanduk menjulang tinggi, bulu hitam lebat, serta membawa rantai besar. Krampus merupakan ‘Anti-Santa’ yang menjatuhkan hukuman-hukuman mengerikan pada anak-anak berkelakuan buruk begitu hari Natal mendekat. Dalam film arahan Dougherty, Krampus menghadiahkan teror ke sebuah keluarga disfungsional yang terpaksa merayakan Natal bersama hanya karena mereka mempunyai pertalian darah tanpa benar-benar memahami esensi sesungguhnya dari perayaan ini. Krampus menjawab ‘panggilan’ dari si bungsu Max (Emjay Anthony) yang menyatakan kebenciannya terhadap setiap anggota keluarga selepas dipermalukan oleh kedua sepupunya dalam acara makan malam. Tanpa menunggu terlalu lama, Krampus pun mengirimkan pasukan-pasukan iblisnya untuk memeriahkan Natal di rumah keluarga Max yang dipenuhi hubungan dingin. 

Sepertinya, Michael Dougherty memang ditakdirkan untuk menelurkan karya-karya seram berbasis perayaan tertentu sebagai latar penceritaan. Krampus membuktikan bahwa dia bukanlah ‘one hit wonder’ atau ‘pemula yang beruntung’ atau apapun sebutannya karena sederet kesenangan di Trick ‘r Treat bisa juga kamu peroleh disini. Bahkan, Krampus bisa dikatakan sedikit lebih ambisius karena seperti mencoba menggabungkan elemen dari Gremlins, National Lampoon’s Christmas Vacation, dan Home Alone menjadi satu kesatuan. Ya, agak kompleks dibanding film perdana, Krampus tidak hanya mengedepankan kengerian demi kengerian sebagai jualan utamanya tetapi juga memasukkan banyak humor-humor menggelitik sekaligus drama keluarga khas film-film Natal yang keberadaannya seringkali difungsikan untuk menyampaikan keresahan si pembuat film terhadap masyarakat modern yang mulai melupakan makna perayaan hari-hari besar keagamaan, dalam hal ini Natal. Lewat adegan pembuka Dougherty malah telah memberi sindiran keras yang menampakkan betapa kapitalisme telah mengubah ‘kedamaian Natal’ menjadi ‘kebuasan Natal’. Duh. 

Tetapi tentu saja Krampus tidak akan melulu ngedumel soal pergeseran makna ini karena seperti tujuan awal, Krampus adalah soal menghadirkan keceriaan Natal dengan cara nyeleneh. Ya, setidaknya sepanjang satu setengah jam kamu – khususnya para pemuja film horor – akan diajak bergembira oleh Dougherty menyaksikan dua keluarga yang terperangkap di dalam rumah tanpa aliran listrik karena terjangan badai salju bersatu padu mempertahankan diri melawan serangan Krampus dan antek-anteknya yang meliputi benda-benda tak terbayangkan sebelumnya. Siapa sih yang menyangka manusia kue jahe, boneka beruang, sampai mainan jack-in-the-box bisa menjadi mesin pembunuh yang begitu mengerikan? Menjelang Natal pula! Keliaran imajinasi Dougherty ini berhasil tervisualisasikan dengan menarik walau tingkat keekstrimannya agak ditekan demi menghindari tontonan kelewat mencekam mengingat keinginannya merengkuh pangsa pasar lebih luas (baca: keluarga). Untuk menyiasati kurangnya kandungan teror, maka humor pun digenjot dalam dosis cukup tinggi sehingga penonton memperoleh kegilaan maksimal selama menyaksikan Krampus. Kita tidak saja merasakan sensasi jantung berdebar-debar tetapi juga tertawa tergelak-gelak. Seru!

Exceeds Expectations



2 comments:

Mobile Edition
By Blogger Touch