January 11, 2016

20 FILM TERBAIK 2015 VERSI CINETARIZ


Menyusun daftar film terbaik tahunan memang tidak pernah mudah bagi saya, namun tahun 2015 menjadi tantangan tersendiri karena tidak disangka-sangka ada cukup banyak film yang mencuri perhatian. Saat pertama kali memilah-milahnya awal tahun ini, ada sikap skeptis bahwa kuota 20 film akan sulit terpenuhi dengan mayoritas berisi filler (dipaksakan masuk hanya untuk mencapai target). Tapi setelah membuka lembaran kenangan manis menonton (ya, saya mencatatnya!), lalu menonton kembali beberapa film, alangkah terkejutnya saya saat mendapati setidaknya terdapat 40-an judul yang memenuhi kualifikasi untuk daftar tahunan ini. Karena enggan puyeng, selain faktor ada kesibukan lain dan meneruskan tradisi, maka kali ini pun tetap dibatasi menjadi 20 film saja. 

Mengerucutkan hingga separuhnya tentu bukanlah perkara gampang karena itu berarti akan ada film-film ciamik yang terpaksa disenggol. Demi mempermudah penyusunan daftar, maka kriteria utama yang saya tetapkan adalah “masih memberi kesan manis meski telah ditonton 2-3 kali.” Lalu, alasan personal (mungkin tidak akan saya beberkan di penjelasan) tentunya turut mengikuti karena pada akhirnya menonton film adalah mengenai pengalaman pribadi yang kadang kala sulit dimengerti oleh pribadi lain. Itulah mengapa deretan film favorit setiap orang berbeda-beda, bukan begitu? Jadi ya, daftar film terbaik tahun 2015 pilihan Cinetariz ini memang begitu kental unsur subjektifitasnya sehingga sangat mungkin beberapa judul jagoanmu tidak muncul disini dan malah tergantikan oleh film yang tidak kamu suka (atau sebaliknya). Tanpa perlu berpanjang lebar lagi – toh pada akhirnya kata pengantar ini tidak akan terlalu diperhatikan – maka inilah saya persembahkan deretan film terbaik, atau paling meninggalkan kesan, sepanjang tahun 2015 lalu: 

Honorable Mentions 
(sesuai urutan abjad): 

• Assassination


• Dum Laga Ke Haisha


• Ex-Machina


• Jurassic World 


• Spy


• The Gift 


• Unfriended 


Dan, inilah 20 film terbaik 2015 versi Cinetariz: 

#20 When Marnie Was There


Kado ‘perpisahan sementara’ Ghibli sebelum vakum adalah When Marnie Was There yang bisa digambarkan dalam satu kata, indah. Memang bukan mahakarya lainnya dari Ghibli, tapi film kreasi Hiromasa Yonebayashi ini masih memiliki daya magis cukup kuat pada tuturan maupun presentasinya (yang sangat cantik) sehingga ada kesedihan menggelayuti seusai menontonnya. Bukan semata-mata karena konklusinya yang mengharu biru, tetapi juga faktor tidak akan lagi bisa menikmati karya-karya terbaru buatan Ghibli dalam waktu dekat. 

#19 That Thing Called Tadhana


Membawa kita pada perjalanan dua orang asing tanpa arah dengan percakapan-percakapan ‘suka suka gue’ mengenai kehidupan percintaan yang tidak jarang sangat menancap di hati, kenikmatan menonton That Thing Called Tadhana banyak bergantung pada rangkaian dialog-dialog cerdasnya plus interaksi kuat pelakon utamanya. Dimulai dengan lucu, jawaban sineas Filipina untuk Before Sunrise maupun Hello Stranger ini perlahan tapi pasti seiring semakin intensnya percakapan diantara dua manusia berkelok ke area manis yang akan membuatmu gregetan. 

#18 Ode to My Father


Melodrama berlatar Perang Korea di Ode to My Father mungkin tidaklah sedramatis, seepik, maupun secantik Taegukgi, akan tetapi tribut terhadap para ayah yang bersedia mengorbankan dirinya untuk kelangsungan hidup keluarganya ini tetap sanggup dihidangkan oleh Yoon Je-kyoon menjadi tontonan pilu pencabik-cabik hati. Adegan pertemuan kembali sang protagonis dengan salah satu anggota keluarganya setelah puluhan tahun terpisahkan oleh perang yang disiarkan di stasiun televisi nasional adalah ‘gong’ tumpahnya air mata. 

#17 Paper Towns 


Tidak disangka-sangka diri ini akan sangat menikmati Paper Towns. Kesan pertama yang menyeruak hadir usai menontonnya adalah: seru! Menduga film akan bernasib serupa dengan sang kakak The Fault in Our Stars yang cenderung mengalun datar, Paper Towns justru bergerak penuh dinamika dan letupan-letupan seperti halnya masa muda yang penuh semangat. Menonton film ini seketika melayangkan kenangan ke masa-masa SMA; menggila bersama para sahabat, melanggar sedikit aturan, hingga naksir gadis tercantik di sekolah. Bahkan ada kombinasi perasaan antara lega, senang dan bersemangat yang didapat usai menyaksikan Paper Towns. What a feel-good movie! 

#16 Veteran 


Keberhasilan utama dari Veteran adalah sanggup membuat perhatian penontonnya tertambat ke layar seraya menggulirkan pertanyaan di benak, “apa yang akan terjadi kemudian?.” Kita memang telah sama-sama tahu siapa yang salah, siapa yang benar, akan tetapi proses dalam pembuktian kesalahan-kesalahan sang antagonis inilah yang memberi keasyikkan selama menonton terlebih para pelakonnya pun memberikan energi hebat untuk tokoh yang mereka perankan. Hwang Jung-min berhasil memunculkan simpati, sedangkan Yoo Ah-in ingin rasanya saya cabik-cabik saking menjengkelkannya. Seru! 

#15 ‘71 


Reka ulang kerusuhan besar The Troubles di Irlandia Utara pada tahun 1971 didramatisir sedemikian rupa oleh Yann Demange dalam ’71 yang nyaris tidak mempersilahkan penontonnya untuk menghembuskan nafas barang sedetikpun begitu konflik resmi dimulai. Menghadirkan kengerian kerusuhan yang menggedor keras jantung, kebrutalan mencengangkan yang divisualisasikan secara otentik dan akting kelas premium dari Jack O’Connell, ’71 adalah salah satu kejutan terbesar tahun lalu dalam kaitannya menghadirkan tontonan mencekam. Ya, bahkan lebih mencekam (pula meneror) dari film horor manapun yang dirilis setahun terakhir. 

#14 The Martian 


Alih-alih depresif The Martian justru menginjeksi banyak keriangan terhadap tuturan kisahnya. Ya, walau nadanya cenderung getir, humor-humor bertebaran ini tergolong efektif dalam mencairkan ketidaktentuan suasana yang kadang mencekam, kadang menjemukan, yang disokong pula oleh asupan oksigen dari performa gemilang Matt Damon. Kemampuannya untuk membuat penonton bersimpati penuh kepada Mark Watney merupakan aset paling berharga dari film yang tersusun atas efek khusus mengesankan, pilihan tembang-tembang pengiring yang unik (hey, lagu disko di film fiksi ilmiah!), dan skrip lezat olahan Drew Goddard ini. Berkat The Martian, akhirnya Mars memperoleh tempat yang layak di film layar lebar, Ridley Scott kembali ke jalan yang benar, dan mata pelajaran ilmu eksakta tidak lagi terlihat sebagai momok menyeramkan. 

#13 Little Big Master


Didasarkan pada sebuah kisah nyata, Little Big Master tidak segan-segan dalam mengobrak abrik emosi penonton sejak menit-menit pembuka. Seperti melihat kombinasi antara drama pembangkit semangat asal Indonesia, Laskar Pelangi, dengan melodrama penuh air mata dari Taiwan, Mama Hao (My Beloved), Little Big Master tidak saja dikreasi sebagai melodrama mengharu biru belaka yang meminta penonton iba pada kondisi para tokohnya melainkan juga difungsikan sebagai tontonan inspiratif sarat motivasi yang akan menggugah semangatmu terutama jika kamu menaruh minat tinggi pada dunia pendidikan. Dan oh, siapkan tissue sebelum menonton film ini! 

#12 Birdman


Bukan, Birdman bukanlah film mengenai pahlawan berkekuatan super dengan kostum burung yang bertugas menyelamatkan dunia. Garapan terbaru Alejandro G. Iñárritu– yang akhirnya melepaskan diri dari metode penceritaan andalannya (terbagi segmen-segmen) dan tidak lagi berdpresif ria – ini mengelupas suka duka di balik segala keglamoran panggung Broadway dengan gaya satir yang luar biasa memikat. Mempunyai presentasi memukau dengan pergerakan kamera yang menonjolkan suasana intim plus setiap adegannya seolah-olah direkam hanya dalam satu kali tangkapan, Birdman juga diberkahi ensemble cast yang sangat ‘sadis’ dalam berolah peran. 

#11 Star Wars The Force Awakens 


J.J. Abrams tahu betul bagaimana caranya memanjakan penonton melalui gaya berceritanya yang mengasyikkan di The Force Awakens. Selepas perkenalan singkat satu demi satu ke karakter inti, tensi film tidak pernah dibiarkan mengendur. Terjaga konstan berkat rangkaian gelaran aksi menyenangkan pula seru, bahkan perlahan tapi pasti mendaki naik begitu film mendekati klimaks. Di sela-sela laga pertempuran yang beberapa diantaranya memaksa diri ini menahan nafas, Abrams juga menginjeksi momen emosional dan sejumput humor yang membuat The Force Awakens terasa lebih menggetarkan. Membuat saya yang semula menganggap Star Wars tidak lebih dari fenomena budaya pop biasa mempunyai ketertarikan untuk menyelami kisah petualangan antar galaksi ini lebih jauh – terlebih adegan penutupnya sangat berhasil memunculkan ketidaksabaran dalam menanti seri berikutnya. 

#10 Mencari Hilal


Mencari Hilal adalah sebuah tontonan mengenai hubungan antar manusia yang terajut begitu indah, jujur sekaligus bersahaja. Tanpa pernah terasa menggurui sekalipun berada di area reliji, film memunculkan keinginan pada diri untuk memberi pelukan hangat kepada ayah tercinta selepas menontonnya. Kombinasi sempurna dari penuturan penuh ‘rasa’ Ismail Basbeth, interaksi benci tapi sayang ‘pasangan ayah anak’ Deddy Sutomo-Oka Antara, tangkapan gambar-gambar penyejuk mata, serta lantunan tembang pengiring penyayat hati berulang kali membuat saya tertawa, tersentuh, hingga akhirnya tertohok untuk kemudian merenunginya dan melahirkan pertanyaan, “apakah selama ini saya telah menjadi seorang Muslim yang baik? Atau jangan-jangan sekadar memanfaatkan agama agar memiliki identitas sebagai bentuk eksistensi diri?.” Sulit dipungkiri, Mencari Hilal merupakan salah satu film Indonesia terbaik tahun ini, bahkan beberapa tahun terakhir. 

#9 Heart Attack


Salah satu yang menarik dari Heart Attack adalah film ini memiliki feel agak berbeda dibanding film rilisan GTH selama ini mengikuti style dari sang sutradara yang sedikit nyentrik. Mungkin akan sedikit janggal bagi penonton yang kedarung terbiasa dengan cara bercerita film-film GTH yang sangat ngepop tetapi Heart Attack masih mengaplikasikan sederet formula wajib dari film produksi GTH, seperti pengisahan beserta guyonan lekat keseharian (terutama jika kamu pernah mengalami kerja secara freelance atau setidaknya pernah berhadapan dengan deadline membunuh), sensasi feel-good seusai menonton, dan tentunya, performa kuat jajaran pemainnya. Ya, saat kedua bintang utamanya bersatu di layar, ada semacam getaran sulit dideskripsikan yang membuat kita berharap-harap cemas pada kelanjutan hubungan mereka. Berharap mereka bersatu seperti saat kita menonton sebuah film romansa bagus. Sangat, sangat manis. 

#8 The Intern


Satu kata terlontar dari mulut sesaat setelah menyaksikan The Intern adalah, “wow, saya sangat mencintai film ini!.” Menghibur dan menghangatkan hati. Terindikasi akan mengandalkan senda gurau tak berisi sekadar untuk meriuhkan suasana seperti terlihat dalam trailer, kenyataannya The Intern malah jauh lebih dari itu. Terlebih, tidak ada yang lebih tepat dari menyatukan Robert De Niro dan Anne Hathaway untuk bersinergi di garda terdepan. Saat dipisahkan, masing-masing tampil ciamik, dan saat disatukan, hasilnya jauh lebih dahsyat lagi. Keduanya benar-benar tampak seperti dua orang yang saling membutuhkan satu sama lain untuk saling menguatkan. Memercikkan unsur magis dan kehangatan, boleh jadi De Niro-Hathaway adalah pasangan terbaik di layar lebar tahun ini. 

#7 Mad Max: Fury Road


Sulit untuk tidak menjlentrehkan kata-kata bernada hiperbolis saat memperbincangkan Mad Max: Fury Road karena memang seperti itulah filmnya: over-the-top – serba berlebihan dalam memvisualisasikan kegilaan laganya – namun begitu menyenangkan seperti menyaksikan film-film aksi keluaran 70-80’an. Pada akhirnya, gila, liar, gahar, mengasyikkan dan menegangkan adalah sederetan kata paling cocok untuk mendeskripsikan Mad Max: Fury Road. Sebuah instant classic yang tidak keberatan untuk kita tonton ulang lagi dan lagi. George Miller menunjukkan kepada para juniornya di ranah aksi tentang bagaimana seharusnya sebuah film laga dibuat. 

#6 Kingsman The Secret Service 


Kingsman: The Secret Service berniat mengembalikan film spy ke jalur sepatutnya yang tidak mengharamkan buat bersenang-senang namun tetap memiliki sentuhan elegan seperti halnya agen rahasia elit di dalamnya. Ya, kurang lebih seperti memadukan serangkaian film James Bond era awal dengan Kick-Ass maupun Austin Powers yang berarti kamu tidak semata-mata hanya akan memperoleh banyak kegembiraan tetapi juga mendapatkan kegilaan yang mungkin belum pernah kamu bayangkan sebelumnya (adegan kembang api penuh warna, anyone?). It’s bloody fantastic! 

#5 Me and Earl and the Dying Girl 


Siapa bilang kisah sedih harus selalu diratapi? Me and Earl and the Dying Girl menunjukkan bahwa celotehan mengenai remaja dengan penyakit mematikan pun bisa dihantarkan secara jenaka dan penuh keceriaan. Ya, ketimbang menangisi penderitaan, para tokoh utama di film arahan Alfonso Gomez-Rejon ini mencoba memandangnya dari sisi positif sehingga penonton – termasuk saya – pun memperoleh pembelajaran mengenai kehidupan. Deep? Memang. Dan itulah salah satu keistimewaan Me and Earl and the Dying Girl selain gaya saji quirky-nya, tuturan kisahnya yang unik, dan penggambaran hubungan antar karakternya yang luar biasa cantik sampai-sampai muncul keinginan bersahabat dengan mereka. Karena faktor jatuh hati pada barisan tokohnya inilah, Me and Earl and the Dying Girl sanggup menghujam emosimu keras-keras tanpa harus menjadi cengeng. Sebuah film coming of age yang sangat indah, hangat, dan lucu. 

#4 Drishyam


Dibuat berdecak kagum oleh Kahaani dan dilanjutkan Talaash tiga tahun silam, kini sineas Bollywood kembali membuat saya geleng-geleng kepala lewat sebuah film thriller cerdas berjudul Drishyam yang di-remake dari film bertajuk sama asal daerah Malayalam. Mengapungkan pertanyaan, “sejauh mana kamu akan mengambil tindakan untuk menyelamatkan keluargamu?,” Drishyam hidup berkat kombinasi gemilang antara lakon dahsyat barisan pemainnya – angkat topi khususnya kepada Ajay Devgan dan Tabu – yang berhasil memancing emosi sedemikian rupa (dari kasihan, takjub, sampai gregetan), serta pengarahan plus naskah terjalin rapi sehingga sukses membetot perhatian semenjak menit pembuka dengan level ketegangan terus menerus dinaikkan tanpa henti di menit-menit selanjutnya hingga mencapai adegan pamungkasnya yang luar biasa sinting sampai-sampai diri ini sulit untuk berkata-kata selama beberapa menit. 

#3 Wild Tales 


Wild Tales adalah sebuah hidangan yang di luar dugaan begitu menyenangkan buat disantap dengan bercampur baurnya canda tawa, jalinan penceritaan dengan emosi meletup-letup sedemikian rupa, kejutan demi kejutan, dan visualisasi gambar cantik dalam satu piring. Jarang-jarang ada (atau malah sama sekali tidak bisa kamu jumpai) film omnibus yang setiap segmennya saling menguatkan satu sama lain sehingga jika masing-masing dilepas, kesemuanya layak diganjar penghargaan untuk film pendek terbaik sekaligus mampu dipergunakan sebagai landasan dari lahirnya suatu film panjang. Sederet reaksi hiperbolis, seperti mengucap ‘watdefak’ berulang kali lalu memberi standing ovation di ujung film, seharusnya sudah cukup menggambarkan betapa edannya film asal Argentina ini. Betul-betul edan. Silahkan saja luangkan waktu selama dua jam untuk mendapatkan salah satu pengalaman menonton terliar, terlucu dan teraneh dalam hidupmu lewat Wild Tales

#2 Whiplash


Meski dirimu bukanlah pecinta musik kelas berat, anggota dari band, atau pelajar di sekolah musik, Whiplash akan tetap mencengkrammu erat bahkan sekalipun dirimu sama sekali buta terhadap not balok dan tetek bengeknya. Roda penceritaan bergulir begitu cepat, membawa banyak suntikan emosi di dalamnya, dan dibaluri ketegangan disana sini. Ledakan-ledakan dalam bentuk emosi telah menampakkan diri sejak awal yang berangsur-angsur membaur bersama pertunjukkan musik yang dikemas selayaknya set piece dari gelaran blockbuster. Menyaksikan Whiplash memang tidak ubahnya menonton film olahraga – bisa juga membandingkannya dengan film aksi – berintensitas tinggi yang akan membenamkanmu pada sensasi berdebar-debar sekaligus menahan nafas dengan pandangan sulit dienyahkan dari layar walau hanya sedetik terutama pada adegan puncaknya di 15 menit terakhir yang gila-gilaan, phew! 

#1 Inside Out 


Hanya dengan mendengar premisnya saja, “bagaimana jika ada makhluk-makhluk kecil yang mendiami tubuh manusia saling bekerjasama untuk mengontrol emosi dan tetek bengeknya?” antisipasi seketika meninggi yang berarti masih ada harapan untuk Pixar kembali bangkit seusai beberapa karya terakhirnya kurang memuaskan. Dan memang, Inside Out merupakan sebuah langkah awal sempurna bagi Pixar guna merebut lagi posisi penguasa dunia film animasi yang sebelumnya sempat mereka genggam. Pixar terbukti tidak membual saat menjual Inside Out dengan label ‘a major emotion picture’ karena selama durasi mengalun, emosi penonton dibawa naik turun selayaknya tengah menunggangi roller coaster dari semula tertawa-tawa, bersemangat, sampai mengusap bulir-bulir air mata (khususnya di menit-menit penghujung yang melibatkan Bing Bong dan keluarga Riley, tidak pernah gagal memaksaku mengeluarkan sekotak tissue). Seruan ‘Pixar is back!’, pada akhirnya, memang tidak terdengar berlebihan karena Pixar benar-benar kembali patut diperhitungkan berkat Inside Out yang tampak kentara dibuat menggunakan hati ini. Sangat bagus!

23 comments:

  1. Dari daftar di atas beberapa sdh saya tonton dan setuju inside out.mad max . martian litter big master dan veteran termasuk yg terbaik tahun ini :D

    ReplyDelete
  2. Wild Tales adalah pengalaman nonton yg luar biasa bagi saya di tahun 2015. Amazing.

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Gunawan: Yup. Tidak menyangka sama sekali bakal begitu menikmati Wild Tales. Jarang-jarang ya ada film omnibus keren.

      @angga; horeee... tos dulu!

      Delete
    2. tpi kok no escape gk masuk list min padahal itu film tegang bnget...

      Delete
  3. Beberapa judul film aku blm pernah denger, tapi pas coba nyari dan nonton filmnya ternyata beneran kecee, bahagia dapet referensi film baguuus. cuman pas liat when marnie was there peringkat 20, rada tertohok aku.. :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dan diriku pun ikut berbahagia karena bisa membantumu mendapatkan referensi film-film bagus. Hahaha.

      Dan omong-omong soal Marnie, nyaris saja film itu terlempar dari 20 besar lho. Kamu suka banget dengan film ini yah?

      Delete
  4. senengnya ada heart attack di list ini, gara gara film ini jadi penasaran sama film thailand. aslik, buagusss!

    ReplyDelete
  5. Wah. Kalau kamu suka Heart Attack, wajib juga cobain May Who yang sama-sama produksi GTH dan dirilis tahun kemarin juga (sayangnya harus saya lempar dari list karena satu dan lain hal). Lucu dan manis.

    ReplyDelete
  6. No Escape bagus, tapi nggak cukup bagus buat menembus list. Lagipula sudah diwakili 71 yang secara tingkat ketegangan jauh diatasnya.

    ReplyDelete
  7. jadi pengen nonton film 71 itu heheee

    ReplyDelete
  8. Nice blog in here! mau tukeran link gak? blog gua kgiaji.wordpress.com :D

    ReplyDelete
  9. memang sangat susah memilih dari sekian banyak film, bahkan film sekelas avenger age of ultron, antman, furious 7, cinderella. tidak masuk dalam list.
    only my thought .. no offense

    ReplyDelete
    Replies
    1. @dicky: nyaris masuk tuh Furious 7, Antman, dan Cinderella, cuma akhirnya rontok di menit-menit terakhir. Keputusan sulit banget tahun ini.

      Delete
  10. Replies
    1. @meuthia: Piku bagus. Tapi buatku nggak sebagus Drisyham dan Dum Laga ke Haisha. Bahkan Talvar saja akhirnya nggak masuk daftar. Banyak pilihan dari Bollywood tahun lalu memang.

      Delete
  11. Menurut gw Spectre layak masuk jajaran 20 besar , film yg sjak awal udah nyuguhin adegan2 seru .. Smpe akhir film ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. @aditya: sorry to say, Spectre adalah salah satu film paling mengecewakan tahun lalu. Tidak berkesan sama sekali, terlebih setelah Skyfall yang keren banget itu.

      Delete
    2. saya juga setuju kalokalo spectre mengecewakan masalah nya penceritanya menurut saya terlalu terbelit2 ditambah durasi nya yg sangat panjang jadi ada rasa ingin cepet film nya berakhir sangkin lelah nya..

      Delete
  12. Min. Room, The Peanuts Movie dan Shaun the Sheep gak masuk

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Anonim: Room dan kebanyakan nomine Oscars lain baru masuk tahun ini dengan pertimbangan; 1) saat list ini disusun belum menontonnya, 2) menyesuaikan jadwal edar di Indonesia. Itulah kenapa tahun lalu malah ada Whiplash dan Birdman.

      Kalau Peanuts Movie dan Shaun the Sheep sih karena faktor 'bagus tapi tidak cukup meninggalkan kesan'.

      Delete
  13. sudah beberapa tahun ini saya selalu menjadikan blog ini sebagai referensi film.. apalagi di saat2 awal tahun.. referensinya bagus. terimakasih mas..

    ReplyDelete
    Replies
    1. ^ Terima kasih banyak, Aden. Senang bisa membantumu dapetin referensi film bagus :)

      Delete
  14. gila...!!!! film pilihan @mascinetariz sangat menyentuh .. pliss tunjukin satu film yg buat saya terkesan....??

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch