May 8, 2016

REVIEW : CAPTAIN AMERICA: CIVIL WAR


“Sorry, Tony. You know I wouldn't do this if I had any another choice. But he's my friend.” – Steve 
“So was I.” – Tony 

Usai pertarungan (seharusnya) akbar antara Batman dengan Superman berakhir dengan dengusan panjang penuh kekecewaan karena kesalahpahaman diantara mereka begitu mudahnya diselesaikan menggunakan kata kunci “Martha” plus saya juga masih bingung kenapa mereka harus dipaksa berselisih, tidak banyak ekspektasi dibenamkan untuk Captain America: Civil War yang secara garis cerita, well, boleh dikata mempunyai cukup banyak keserupaan. Kedua film ‘beda pengasuh’ ini sama-sama mengulik tentang suatu masa kala manusia dibayangi ketakutan terhadap para pahlawan berkekuatan super lantaran kehancuran masif yang mereka tinggalkan dari setiap pertempuran. Seperti halnya sang tetangga pula, instalmen ketiga dari rangkaian film Captain America ini pun mempertemukan beberapa pahlawan berkekuatan super untuk saling adu otot sehingga kekhawatiran “terlalu penuh sesak lalu fokus pun lenyap entah kemana” terus membayangi. Dan lebih lagi, Civil War menerima tongkat estafet secara tidak langsung dari Winter Soldier yang standarnya terhitung tinggi. Meski Marvel Cinematic Universe (MCU) terus mematahkan skeptisisme khalayak ramai dalam setiap rilisan terbaru mereka, ketakutan Civil War akan berakhir semenjana sulit dielakkan. 

Alih-alih memperoleh medali kehormatan – atau minimal, dielu-elukan – aksi heroik Avengers di Sokovia dan Lagos, Nigeria, ternyata memperoleh kecaman keras dari masyarakat. Tindakan mereka yang menyebabkan melayangnya puluhan nyawa tidak bersalah dinilai telah melampaui batas. Guna meredam kekacauan besar ini, PBB pun turun tangan dengan melepas Perjanjian Sokovia yang secara jelas menyatakan pemerintah mempunyai kontrol penuh terhadap Avengers sehingga kelompok superhero ini memerlukan persetujuan atas setiap aksi mereka. Kemunculan perjanjian tersebut lantas membagi Avengers ke dalam dua kubu yang masing-masing diwakili oleh Steve Rogers (Chris Evans) dan Tony Stark (Robert Downey Jr.). Steve berada di pihak ‘kontra’ beranggapan perjanjian ini sama sekali tidak memihak Avengers dan hanya akan mengekang mereka untuk mencapai misi “perdamaian dunia”, sedangkan Tony yang memilih untuk ‘pro’ merasa perlu adanya pengawasan dari pemerintah demi meminimalisir adanya kerusakkan yang tidak diinginkan. Perseteruan antar superhero yang dipicu perbedaan pandangan ini kian memanas menyusul kemunculan sahabat lama Steve, Bucky Barnes (Sebastian Stan), yang konon menjadi tersangka utama peledakan bom di Wina kala penandatanganan Perjanjian Sokovia tengah berlangsung. 

Meremehkan Captain America: Civil War berbuah tamparan cukup keras. Anthony dan Joe Russo – atau kita sebut saja, Russo bersaudara – kembali membuktikan bahwa mereka memang pilihan tepat untuk mengomandoi film adaptasi komik Marvel. Ditetapkan untuk mengalun sepanjang dua setengah jam lebih, Civil War tidak pernah berbenturan dengan kata “melelahkan” apalagi “membosankan”. Plotnya padat berisi, gelaran adegan laganya layak diacungi dua jempol, dan selera humornya yang cenderung ugalan-ugalan begitu menyegarkan suasana. Bahkan, penonton telah dikondisikan memberi perhatian lebih sedari menit-menit awal yang mengobarkan semangat. Operasi di Lagos yang berakhir kisruh paska Wanda Maximoff (Elizabeth Olsen) meledakkan sebuah bangunan dalam upayanya menyelamatkan Steve sekaligus masyarakat setempat adalah titik lontar sebelum kita dibawa melesat menyimak ‘perang saudara’ penuh kehebohan yang juga emosional. Tidak berselang lama, kita diberikan gambaran oleh si pembuat film tentang “apa yang sedang terjadi” dan “apa yang dipermasalahkan” sebagai bekal untuk memahami perseteruan pelik antar personil Avengers yang disoroti sepanjang durasi mengalun. 

Memilih berada di ‘Tim Captain America’ atau ‘Tim Iron Man’ mungkin terdengar mudah sebelum kita menonton Civil War dengan keberpihakan didasari oleh impresi yang didapat masing-masing individu terhadap kedua karakter tersebut dari barisan film keluaran Marvel Studio terdahulu. Akan tetapi, perkara bergabung di tim mana bisa jadi berkembang kompleks selepas kita menjadi saksi mata atas pertarungan Steve dengan Tony. Kita tidak bisa serta merta menyalahkan Steve yang berpendapat pemerintah sukar dipercaya dan eksistensi Avengers kemungkinan akan terancam disebabkan Perjanjian Sokovia ini, namun kita juga tidak bisa mengatakan keberpihakan Tony adalah salah hanya karena hati nuraninya berteriak-teriak mendapati fakta puluhan (mungkin malah ratusan?) keluarga kehilangan sanak saudara di setiap pertempuran yang mereka jabani. Kedua kubu mengemukakan alasan sama-sama logis untuk keputusan yang mereka ambil dengan ‘benar salah’ berada di level berimbang. Landasan motifnya kuat sekaligus menjauhi kesan artifisial sehingga kita lantas mafhum kenapa genderang perang antar sesama personil Avengers harus ditabuh. Keberadaan sempilan subplot bernada personal untuk beberapa karakter kunci dihantarkan sesuai porsinya tanpa mendistraksi plot utama dan malah sangat membantu mengukuhkan simpati penonton kepada mereka. 

Ya, durasi panjang dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Civil War. Tidak hanya untuk memaparkan cerita yang sekali ini kompleksitasnya begitu terasa (bagusnya, tanpa harus kehilangan fokus, tidak berbelit-belit serta tetap mengikat sekalipun plot penuh cabang) melainkan juga menjalankan tugasnya sebagai film superhero yang mengambil jalur ‘popcorn movie’ yakni menghibur. Dalam artian, kamu bisa mengharapkan setumpuk gelaran laga beserta pertarungan sesungguhnya disini. Operasi di Lagos hanyalah pemantik, selanjutnya kamu masih akan mendapati aksi ber-set piece besar nan mendebarkan yang menggunakan kata kunci “jalan raya”, “bandara”, hingga “Siberia”. Khusus untuk “bandara”, well, saya harus mengatakan bahwa ini adalah adegan pertempuran paling mengasyikkan yang pernah saya saksikan dalam sebuah film superhero.

Agak susah mendeskripsikannya tanpa harus membocorkan satu dua momen krusial, namun yang jelas, Spider-Man (Tom Holland) beserta Ant-Man (Paul Rudd) adalah kunci kesenangan dari adegan yang mengombinasikan keseruan laga dengan kesegaran humor ini. Kamu akan bersorak sorai, tertawa lepas, tegang, sampai pada akhirnya berada di satu titik selepas jatuhnya korban ingin mengajukan pertanyaan kepada masing-masing karakter entah itu Steve, Tony, T’Challa (Chadwick Boseman, si Black Panther yang keren), Natasha (Scarlett Johansson) atau siapapun, “apakah perang saudara ini memang seharusnya terjadi?.” Melihat reaksi masing-masing dari beberapa adegan, kentara mereka ingin sekali berkata “tidak”. Tapi sayangnya mungkin untuk saat ini peperangan itu memang harus terjadi dan tidak peduli “siapa menang siapa kalah”, Civil War telah menghadirkan spektakel gegap gempita yang sekaligus menempatkannya sebagai produk terunggul Marvel Studio sejauh ini. 

Note: Bertahanlah di kursi bioskop sampai film benar-benar tuntas karena Civil War mempunyai DUA ‘adegan bonus’ yang letaknya berada di tengah-tengah closing credit dan penghujung film.

Outstanding (4/5)

7 comments:

  1. Awalnya ekspektasi saya rendah, Apalagi ngeliat ada spiderman n ant man jd trkesan gimanaa gitu, dan sempat takut bakal mengecewakan spt age of ultron. Ternyata, puas!

    Note : reviewnya telat, Om, jadi keburu ninggalin bioskop sebelum liat adegan bonusnya Krn gatau :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf banget ya. Semoga nggak telat-telat lagi buat review ke depannya :(

      Oia, saran nih. Kalau nonton film keluaran Marvel Studios (tahun ini ada Doctor Strange) sebaiknya jangan tergesa keluar karena memang selalu ada bonus.

      Delete
  2. saya sangat penyukai pas adegan di bandara itu apa lagi ada superhiro faforid saya ikut bergabung (baca : ant man) makin suka...tapi menurut saya adegan action nya kurang di perbanyak lagi dan kurang mencapai puncak pas pertarungan terakhir mungkin harus tunggu sekuel selanjutnya..

    ReplyDelete
  3. penjahat utamanya kurang greget...tapi kok gw punya firasat si zemo di civil war ini bukan cuman sukses membodohi the avengers, tapi jg sukses membodohi black panther dan penonton2 bioskop...melihat bagaimana dia di komik 11 12 kaya loki, sama2 master of deception, ga ada yg bisa menebak jalan pikirannya...
    kita lihat si zemo yg "Asli" apakah bakalan nongol di film2 marvel selanjutnya....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Melihat bagaimana film ini berakhir, saya sih curiga aksi Zemo sesungguhnya bakal diperlihatkan di film berikutnya. Bisa jadi kan muncul lagi di Infinity War?

      Delete
  4. Sapidelman dan enmen yg bikin adegan pertarungan jdi berwarna..

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch