January 30, 2017

REVIEW : MONSTER TRUCKS


Monster Trucks sebetulnya mengkhawatirkan. Betapa tidak, saat sebuah film maju mundur cantik dalam hal perilisan berulang kali (total jenderal, jadwal edar Monster Trucks direvisi sebanyak 5 kali!), tentunya ada beberapa poin yang menyebabkan si pemilik film ragu-ragu untuk melepaskan filmnya ke khalayak ramai. Kemungkinan paling masuk akal dan memang seringkali begitu adanya, hasil akhir jauh dibawah pengharapan. Turut dijadikan kambing hitam pula sebagai salah satu penyebab kerugian Viacom – konon, film menelan dana sebesar $125 juta (!!!) dan telah diprediksi tidak akan sanggup mencapai titik impas apalagi untung – semakin menguatkan energi negatif yang telah melingkungi Monster Trucks. Belum apa-apa sudah keder duluan, khawatir filmnya bakal bikin dongkol hati begitu menjejakkan kaki di luar gedung bioskop. Dari serentetan sikap pesimis, timbul satu pertanyaan, “apakah Monster Trucks memang sedemikian mengecewakannya?.” Pertanyaan yang sempat menggelayuti benak selama beberapa pekan ini akhirnya terjawab setelah memutuskan untuk menonton Monster Trucks di layar lebar. 

Jagoan dalam film live action perdana arahan Chris Wedge (Ice Age, Robots) ini adalah seorang pelajar SMA tingkat akhir bernama Tripp (Lucas Till). Bermasalah di rumah dan terpinggirkan di sekolah, Tripp menemukan kebahagian dalam hidupnya saat bekerja paruh waktu di tempat pembuangan mobil bekas lantaran dia banyak menggunakannya untuk merakit truknya sendiri. Kehidupan Tripp yang penuh kecemasan sontak berubah setelah sesosok makhluk asing menyerupai gurita menyambangi tempat kerjanya. Rupanya makhluk yang belakangan dinamai Creech ini sedang diburu oleh bos minyak, Reece (Rob Lowe), yang tidak ingin bisnisnya terganggu gara-gara diketahui ada satwa langka hidup di sekitaran area kilang minyaknya. Dibantu oleh teman sekolahnya, Meredith (Jane Levy), yang secara tidak sengaja ikut terlibat, Tripp berupaya menyelamatkan Creech yang diam-diam mempunyai intelejensi diatas rata-rata dan sanggup menjelma menjadi mesin bagi truk Tripp, dari kejaran korporasi kejam milik Reece. Di tengah-tengah petualangan ini, persahabatan unik diantara Tripp dan Creech pun lambat laun mulai terbentuk yang lantas mengungkap fakta lain mengenai Creech. 

Plotnya sangat sederhana. Kentara disasarkan bagi penonton cilik dari rentang usia 4 sampai 12 tahun sehingga jalinan pengisahannya bisa dimaklumi kalau tidak pernah tergali mendalam, guliran konfliknya tidak sampai diperuncing, dan sekuens laganya pun masih dalam tahapan aman. Ya, Monster Trucks memang sebuah film yang ditujukan sebagai hiburan ringan untuk seluruh anggota keluarga. Penonton cilik bakal bersorak sorai menyaksikan truk yang ‘dikendarai’ Creech melompat-lompat liar di atas atap pertokoan, lalu dilanjut kejar-kejaran seru, sementara penonton dewasa boleh jadi akan dibuat mendengus kesal olehnya atau malah cukup menikmati tergantung seberapa tinggi kemampuanmu menolerir kekonyolan yang menghiasi sepanjang durasi dan sejauh mana Monster Trucks sanggup membawamu bernostalgia ke film-film keluarga pada dekade 80-an serta 90-an. Mau tidak mau, Monster Trucks melayangkan ingatan ke film-film keluarga bernafaskan fantasi di era tersebut semacam E.T., Flight of the Navigator, hingga Small Soldiers yang celotehannya turut mengusik seputar perkawanan ganjil antara manusia dengan makhluk ajaib. 

Monster Trucks mencuri perhatian saya karena faktor terakhir. Aroma nostalgianya menguar kuat sampai-sampai sulit menahan sisi kanak-kanak dalam diri untuk tidak ikutan bersuka cita. Hey, semakin jarang kan sekarang menjumpai film keluarga tentang persahabatan lintas spesies? Mulanya memang agak susah terkoneksi pada film mengingat skrip tipisnya tidak memungkinkan penonton memperoleh informasi memadai mengenai bangunan dunianya maupun terkoneksi ke barisan karakternya. Belum lagi, Creech lebih sering tampak menjijikan ketimbang imut-imut menggemaskan. Tapi seiring berjalannya waktu, ketika Creech diketahui sanggup melebur manis dengan truk yang menyebabkan truk dapat meluncur gesit dan misi melarikan diri dari kejaran antek-antek Reece dimulai, film mulai menunjukkan daya pikatnya. Wedge berhasil menginjeksikan kesenangan dalam rentetan adegan kejar-kejarannya yang mengambil lokasi di jalan raya, tengah kota, sampai tebing. Interaksi Tripp bersama Creech dan Meredith pun berangsur enak disimak. Meski secara perawakan tampak kurang meyakinkan sebagai pelajar SMA, Lucas Till beserta Jane Levy mempunyai karisma untuk membuat karakter masing-masing tidak berakhir menyebalkan dan mudah disukai. Kombinasi cukup baik antara laga seru bersama hubungan hangat antar karakter (plus, adanya nostalgia!) inilah yang kemudian pada akhirnya menggugurkan kata “mengecewakan” untuk mendefiniskan Monster Trucks dan digantikan oleh kata “menyenangkan”.

Acceptable (3/5)


1 comment:

Mobile Edition
By Blogger Touch