February 4, 2017

REVIEW : RAEES


“No business is small and no religion is bigger than business.” 

Citra seorang Shah Rukh Khan (atau sebut saja SRK biar tidak kepanjangan) dalam karir keaktorannya memang tidaklah lekat dengan peran antagonis. Dia seringkali memerankan sosok jagoan yang memiliki karisma tinggi, bertampang rupawan, serta berselera humor bagus, meski kenyataannya awal karir SRK dibentuk dari peran-peran jahat seperti ditunjukannya melalui Baazigar (1993), Darr (1993), dan Anjaam (1994). Seiring membumbungnya karir SRK ke angkasa – diikuti upayanya merebut hati lebih banyak penggemar, dia mulai menjauhi peran beraromakan negatif sekalipun tidak sepenuhnya dihempaskan olehnya. Tercatat, SRK sempat kembali menyelami karakter antagonis lewat Duplicate (1998), Don (2006), serta Fan (2016), yang uniknya dalam ketiga film tersebut, dia memainkan peran ganda dengan salah satunya berada di sisi berlawanan. Raees, garapan Rahul Dholakia, adalah percobaan terbaru SRK dalam melakonkan karakter antihero dimana dia berperan sebagai bandar minuman keras kelas kakap yang sulit dijamah hukum. Seperti halnya tiga judul terakhir yang disebut, SRK pun tidak seutuhnya jahat lantaran karakter tituler yang dihidupkannya cenderung digambarkan abu-abu mengikuti tindak tanduk ala Robin Hood. Hasil keuntungan dari tindak kriminalnya dimanfaatkan untuk membantu hajat hidup masyarakat di lingkungannya. 

Raees – merujuk pada nama tokoh utama di film, tumbuh di pemukiman kumuh Gujarat yang merupakan markas bisnis minuman keras. Didorong oleh keinginannya meringankan beban finansial sang ibu, Raees nekat terjun ke bisnis ilegal ini bersama sahabat baiknya, Sadiq (Mohammed Zeeshan Ayyub), dengan mengabdikan diri mereka pada Jairaj (Atul Kulkarni). Dideskripsikan sebagai sosok yang “licin bak pedagang, pemberani bak pejuang”, tidak mengherankan Raees cepat mempelajari seluk beluk dunia ini sehingga hanya tinggal menunggu waktu baginya untuk mengucapkan salam perpisahan kepada Jairaj dan membangun kerajaan bisnisnya sendiri. Usai dipersulit oleh Jairaj yang setengah hati memberikan bantuan, Raees mendapat suntikan dana dari seorang mafia bernama Musabhai (Narendra Jha) yang mengagumi keberanian serta kegigihan Raees. Menggunakan pengalamannya selama bertahun-tahun bekerja dibawah naungan Jairaj untuk menjalankan usaha, perlahan tapi pasti bisnis Raees kian menggurita bahkan melampaui pencapaian mantan atasannya. Menjamurnya pasokan minuman keras ilegal lantas tercium oleh petugas kepolisian idealis, Majmudar (Nawazuddin Siddiqui), yang seketika menyusun strategi untuk membubarkan kerajaan bisnis Raees dan membuatnya bertekuk lutut. 

Dari sinopsis telah terbaca, Raees tidak menawarkan sesuatu baru kepada para penontonnya. Dan memang, Rahul Dholakia mengemasnya seperti tontonan Masala khas Bollywood generasi lawas dengan memadukan tiga unsur sekaligus; laga, komedi, dan romansa. Tontonan enteng saja yang tidak meminta penonton untuk memaksimalkan kinerja otak demi mencerna isi film. Si pembuat film berharap kita bersiul-siul kegirangan melihat sang tokoh utama menghajar musuh-musuhnya sampai babak belur, disusul beromantis ria bersama pasangannya, Aasiya (Mahira Khan), dan tertawa terbahak-bahak mendengar celetukan-celetukan konyol dari barisan karakternya. Misi ini boleh dikata berhasil dituntaskan secara mulus. Sekalipun lagu-lagu pengiringnya tidak cukup melodius untuk ikut didendangkan oleh penonton, Raees masih mempunyai amunisi tinggi dalam menjerat perhatian penontonnya lewat gelaran bak bik buk yang tertata amat mengesankan dan performa kelas kampiun dari SRK beserta Nawazuddin Siddiqui. Inilah penampilan terbaik SRK sejak My Name is Khan yang rilis 7 tahun silam. Di tangannya, sosok Raees menjelma sebagai sosok berwibawa dan mengerikan yang sanggup membunuhmu hanya bermodalkan kacamata di satu sisi, serta rapuh layaknya manusia normal dan simpatik mengikuti ketulusannya dalam memberi bantuan pada wong cilik di sisi yang lain. Tanpa tersadar, kita telah dibuat jatuh hati kepada karakternya lalu secara suka rela memafhumi setiap tindak tanduknya. 

Difungsikan sebagai antitesis dari SRK, Nawazuddin Siddiqui menghadirkan akting tak kalah mengesankannya. Malah, dia mencuri perhatian di setiap kemunculannya dengan tingkah nyelenehnya yang mengundang tawa dan ambisi besarnya untuk meringkus Raees yang agak menyebalkan. Saling bersinergi satu sama lain, adegan-adegan yang menampilkan SRK dan Nawazuddin dalam satu frame merupakan kumpulan momen terbaik dari film. Tatapan keduanya mengisyaratkan kehormatan, kepedulian, serta kebencian sekaligus – menghadirkan hubungan benci tapi rindu. Mereka memimpin departemen akting yang setiap barisan pemainnya suguhkan lakon pas sesuai takarannya seperti Mahira Khan, Mohammed Zeeshan Ayyub, sampai Narendra Jha. Apiknya atraksi akting dari para pemain ini sedikit banyak mengampuni paruh akhir yang serasa bertele-tele lantaran ingin membicarakan beragam topik termasuk mengkritisi politisi-politisi korup yang munafik dan maraknya praktik pemanfaatan agama sebagai barang dagangan. Materinya harus diakui memikat, hanya saja keputusan untuk seketika menumpuknya selepas Intermission tanpa diberikan set up memadai membuat film serasa penuh sesak dan mengurangi kadar keasyikkan dalam menikmati jualan utama film: permainan kucing tikus antara Raees dengan Majmudar. Walau sempat goyah beberapa kali, untungnya daya cengkram Raees bisa betul-betul pulih di saat dibutuhkan keberadaannya, yakni menjelang konfrontasi akhir yang berlangsung mendebarkan.

Exceeds Expectations (3,5/5)

2 comments:

  1. Hmm ga terlalu penting ditonton ya kalo 3,5 doang. :D

    Eh, Dangal kmrn ga direview ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenarnya sih cukup penting. Buatku 3,5 itu melampaui ekspektasi tapi masih sebatas good belum sampai great.

      Dangal nggak tayang di bioskop Jogja, sayangnya. Kalaupun nanti diulas nunggu ada unduhan yang proper lah kualitas gambar dan audionya. Kalau di Jogja, film Bolly tanpa SRK sih hampir bisa dipastikan nggak tayang :(

      Delete

Mobile Edition
By Blogger Touch