April 19, 2018

REVIEW : TERBANG MENEMBUS LANGIT


“Beranikan hati. Raihlah kebebasan kau. Terbang, terbang setinggi-tingginya.” 

Bagi sebagian masyarakat Indonesia, nama Onggy Hianata memang tidak terdengar familiar. Membutuhkan jasa teknologi canggih yang disebut Google untuk mengetahui latar belakang dan profesi dari pemilik nama tersebut. Dari hasil berselancar ke dunia maya – mengunjungi satu demi satu web dan blog yang membahas tentang Onggy – saya memperoleh satu kesimpulan bahwa Onggy merupakan seorang motivator keturunan Tionghoa asal Tarakan, Kalimantan Utara, yang menyebarkan pengalamannya selama merintis karir sebagai pebisnis melalui program bernama Value Your Life: A Life Changing Bootcamp. Beliau telah melanglang buana (ruang lingkupnya telah berada di taraf internasional) demi memotivasi para pebisnis pemula agar mereka mendapatkan kepercayaan diri dan keberanian dalam membangun kerajaan bisnis. Yaaaa kurang lebih seperti Merry Riana atau Mario Teguh lah. Kepenasaran saya untuk mengetahui sosoknya dilandasi oleh keputusan Demi Istri Production menitahkan Fajar Nugros (Moammar Emka’s Jakarta Undercover, 7/24) untuk menggarap film bertajuk Terbang: Menembus Langit yang guliran penceritaannya didasarkan pada kisah hidup Onggy Hianata. Saya dibuat bertanya-tanya, “apa sih yang begitu istimewa dari kehidupan sang motivator sampai-sampai dirasa perlu untuk diangkat ke dalam format film layar lebar?.” 

Well, jalan hidup Onggy Hianata (Dion Wiyoko) yang penuh lika-liku harus diakui merupakan sebuah materi yang seksi untuk difilmkan. Seorang pebisnis sukses yang memulai karirnya dari nol. Dia berasal dari sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang miskin di Tarakan, memiliki delapan saudara, dan nyaris tidak dapat mengenyam bangku pendidikan karena kedua orang tuanya terhimpit secara finansial. Sang ayah (Chew Kin Wah) hanyalah pekerja di toko kelontong, sementara ibunya (Aline Adita) mengurus rumah tangga. Selepas meninggalnya sang ayah, kedua kakak Onggy (Baim Wong dan Delon Thamrin) yang bertugas dalam menafkahi keluarga. Onggy sendiri memilih untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya dari jurang kemiskinan dengan cara mencari peruntungan di perantauan. Bermodal nekat, Onggy pun meninggalkan kampung halamannya dan bertolak menuju Surabaya – suatu kota yang sering dijadikan sebagai destinasi andalan oleh para perantau di kotanya. Tanpa uang saku dari kedua kakaknya, Onggy membiayai kuliah sekaligus menyambung hidup dengan menjadi distributor apel ke toko buah, menjual jagung bakar, memproduksi kerupuk, sampai akhirnya bekerja sebagai pegawai di pabrik pembuatan benang. Penghasilan tetap yang diperolehnya di pabrik ini nyatanya tak lantas membuat Onggy bahagia karena dia menyadari bahwa menjadi budak korporat bukanlah mimpinya. Dia ingin memperoleh kebebasan penghasilan dari usaha yang dibangunnya sendiri, bukan bergantung dari usaha yang dibangun oleh orang lain.


Menyoroti sepak terjang Onggy dalam mengentaskan dirinya, keluarganya di Tarakan, dan keluarga kecil yang baru dibinanya bersama sang istri, Candra (Laura Basuki), dari penderitaan hidup yang disebabkan kemiskinan, bahan obrolan yang disodorkan Terbang: Menembus Langit berkisar pada keberanian dalam menggapai mimpi, kekuatan tekad, serta kerja keras. Ini adalah modal utama yang dibutuhkan untuk mengkreasi sebuah film biopik yang inspiratif. Entah kalian suka atau tidak dengan pilihan kata ‘inspiratif’ yang kerap digunakan secara sembrono oleh sineas-sineas Indonesia demi jualan film asal bikin, kata ini nyatanya terasa tepat untuk mendeskripsikan seperti apa Terbang: Menembus Langit. Sebuah film yang akan menggugah semangatmu saat melangkahkan kaki ke luar bioskop untuk memperbaiki kualitas diri sekaligus mengoreksi etos kerja demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Penceritaannya memang tidak selalu mulus, seperti kehidupan subjeknya. Problematika paling mencolok kentara terasa kala menjelang klimaks yang cenderung tergesa seolah-olah ingin cepat tuntas sampai lupa menjabarkan satu pekerjaan baru yang dikejar-kejar oleh Onggy termasuk bagaimana sistem penggajiannya (karena ada kalanya dia tampak tak menerima hasil apapun) dan meminggirkan subplot terkait kerusuhan Mei 1998 yang sejatinya memiliki potensi dramatik menarik saat dikulik (semacam, apa impak peristiwa ini pada Onggy dan keluarganya?) terlebih film pun sejatinya ingin berceloteh soal kebhinekaan Indonesia. 

Andai Terbang: Menembus Langit berkenan memperpanjang durasinya, lalu mengupas ini lebih tuntas, memperlihatkan bagaimana Onggy sebagai keturunan Tionghoa dapat bertahan di masa orde baru yang sarat diskriminasi, dan memberi kita gambaran lebih utuh mengenai pekerjaan yang membawa Onggy pada masa kejayaannya, film bisa jadi akan tersaji lebih menggigit. Bahkan dengan adanya ganjalan di penghujung pun, Terbang: Menembus Langit masih mampu terhidang sebagai film biopik yang cukup memuaskan berkat kombinasi serba apik dari pengarahan Fajar Nugros, elemen teknis yang menyokongnya, serta performa jajaran pelakonnya. Di sini, kamu akan mendapati nuansa pekat dari era 80-90’an yang dipancarkan melalui pilihan busana, tata rias, sampai artistik, dan atraksi akting mengagumkan yang menggerakkan film. Dion Wiyoko sebagai Onggy yang dikenal gigih dalam memperjuangkan keinginannya adalah pilihan yang tepat karena dia sanggup membawa kita melewati berbagai fase emosi; kita kecewa dan terpuruk bersamanya, kemudian kita yakin dan bersorak kepadanya. Keinginan kita pun sejalan dengannya, yakni melihat Onggy mencicipi manisnya buah kerja keras. Beruntung bagi Dion, dia mempunyai lawan main yang mumpuni seperti Chew Kin Wah bersama Aline Adita sebagai orang tuanya yang menyuplai sisi haru berikut rasa hangat, lalu kuartet penghuni kos-kosan (Dayu Wijanto, Indra Jegel, Mamat Alkatiri, Fajar Nugra) yang memberi sejumput gelak tawa mengasyikkan pada film, dan Laura Basuki yang merupakan bintang sesungguhnya dari film ini.


Laura bertransformasi dengan amat meyakinkan sebagai Candra – lengkap dengan aksen Cina Suroboyoannya – yang menyediakan harapan hidup bagi Onggy. Sesosok perempuan kuat yang senantiasa memberi dorongan untuk suaminya sekalipun keputusan Onggy yang berani (kalau tak mau disebut nekat) seringkali menempatkan mereka pada posisi sulit. Adegan yang berlangsung di kontrakan, seperti saat Candra meluapkan kekecewaannya yang begitu mendalam atas pilihan suaminya atau ketika kandungannya bermasalah atau kala Rich (putra mereka yang masih bayi) merengek kepanasan, menunjukkan range emosi seorang Laura yang luas. Apakah ini akting terbaik sepanjang karirnya? Dapat dikatakan demikian. Chemistry yang dirajutnya bersama Dion pun tak kalah apiknya. Membuat kita cukup bisa memaafkan pergerakan kisah yang tergesa di paruh akhir (sungguh ini sayang sekali), membuat kita bersedia mendengarkan kisah hidup Pak Onggy beserta Bu Candra, membuat kita rela dihanyutkan ke dalam kisah mereka yang terkadang hangat terkadang lucu terkadang pilu, membuat kita berharap mereka berhasil menggapai mimpi mereka, dan pada akhirnya membuat kita terinspirasi untuk mencetak kisah sukses yang serupa. Performa Dion-Laura yang mempunyai emosi sedemikian kuat jelas berkontribusi banyak terhadap Terbang: Menembus Langit sehingga film dapat terbang cukup tinggi meninggalkan film-film sejenis seperti Menebus Impian (2010) atau Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar (2014) misalnya.

Exceeds Expectations (3,5/5)

22 comments:

  1. Akhirnya di review juga,penasaran sama ni film krn ada Laura Basuki yg comeback main film.
    Tapi sayang yg gak Outstanding.
    Apakah endingnya sama terburu2 seperti film laura basuki beberapa tahun lalu yg bareng rio dewanto yg juga endingnya terlalu instan dan kurang jelas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya endingnya kurang lebih serupa dengan Love & Faith tempo hari.
      Tapi tenang saja, aktingnya Laura Basuki di film ini tergolong outstanding kok. Kandidat kuat aktris terbaik di ajang penghargaan film bersama dengan Putri Marino, sejauh ini.

      Delete
    2. Di Love & Faith juga keren akting dia, kenapa sih dia jarang maen film ya...
      Pengen lihat akting dia bareng Reza.

      Delete
    3. Mereka kan udah pernah main bareng di 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta. Laura dapet Piala Citra di sana.

      Nggak apa-apa kok Laura jarang main film, biar bisa dikangenin. Hehe. Denger-denger sih dia bakal main di film biopiknya Susi Susanti.

      Delete
    4. Ohh ya pernah,lupa saya sempat nonton juga tuh film tapi saya gak terlalu kenal banget sama laura dgn Reza disana...
      Asyik kalo buat film biopik lagi semoga sebagus 3 srikandi.

      Delete
    5. Dimaklumi kok kan mereka berdua masih di awal karir saat itu. Tapi sepertinya asyik kalau kolaborasi lagi. Aku sih nungguin film horornya Laura Basuki yang The Returning. Dia main bareng Ario Bayu.

      Delete
    6. Iya semoga ajak Reza & Laura maen film lagi,mau nya genre romansa komedi.

      Iya pernah dengar juga tuh film tapi gak ada kabar kelanjutan nya ya kapan mau ditayangin. Apa mau baru sunting.?

      Delete
    7. Iya semoga ajak Reza & Laura maen film lagi,mau nya genre romansa komedi.

      Iya pernah dengar juga tuh film tapi gak ada kabar kelanjutan nya ya kapan mau ditayangin. Apa mau baru sunting.?

      Delete
    8. Tapi nanti dulu deh biar Reza nggak kesannya banyak main film. Paling deket ya duet Reza sama Dion di The Gift.

      Udah kelar syuting dari tahun 2016 kok cuma emang belum dapet tanggal rilis yang pas. Ya semoga saja tahun ini. Penasaran pengen liat Laura main film horor.

      Delete
    9. Emang the gift tayang nya kapan
      .katanya bulan april ini.

      Delete
    10. Emang the gift tayang nya kapan
      .katanya bulan april ini.

      Delete
    11. Ohh berarti pas puasa ya tayang nya.

      Bikin reviewnya dong film the gift itu kamu kan udh nonton nya pas di festifal film jogja.

      Delete
  2. Kenapa ya ga ada sineas yang tertarik bikin film biopik nike ardila? padahal sangat populer dan memiliki fans garis keras yg cukup solid.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rencana itu udah muncul beberapa kali. Bahkan yang terakhir aku denger, udah hampir memasuki tahapan produksi. Entah sekarang kok tak kedengeran lagi gaungnya.

      Delete
    2. Karena yang bikin PH kecil ga terkenal. Coba yang bikin PH besar macam Soraya, Falcon, MPV, pasti jalan.

      Delete
    3. Ya itu yang disesalkan. Ada kabar dapetin hak cipta lagunya susah, tapi ya semoga ada kabar baik dan semoga juga bisa lebih baik dari Chrisye tempo hari.

      Delete
  3. Liat ditrailer,scene kalimantan dan era 90annya bener2 seperti bikin saya kembali kemasa itu! Saya besar dikampung bernama sungai purun kecil,dikalimantan barat,gambaran keluarga dan lingkungannya sangat mirip!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahhh serasa nostalgia yaaa. Desain produksinya film ini emang cakep banget sih. Ya ada bocor-bocor dikit tapi feelnya emang era 80-90 an banget.

      Delete
  4. Wow, harus nonton.
    o iya mas? Nggak mau reveiw kembang kantil mas?
    Katanya bela siapaaaaa baru pertamakgt kali main film horror.
    oh ia 1lg, knp komen sya selalu j?d2

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nih. Beberapa ada yang komennya jadi ganda. Lagi gangguan tampaknya.

      Ulasan Kembang Kantil bakal dilewatin. Maaf ya. Film horor dari MD Pictures dan Dee Company ini macam film romansa buatan Screenplay. Bikin pening. Terakhir nonton Bayi Gaib langsung migrain. Hahaha.

      Delete
    2. Hhhh, apa lagi gasing tengkorak, plot twistnya, hhhhh paraaaaa.
      di tunggu reviewmu selanjutnya.
      oh iya, tanggal 3 mei ada film ananta, yang di adabtasi dari karya risa saraswati, kl bisa di reveiw yaaa

      Delete

Mobile Edition
By Blogger Touch