May 29, 2020

REVIEW : SCOOB!


“Scoob, you’re the best friend I could ever ask for and you always will be.”

Apabila diminta untuk menyebut serial animasi dari masa kecil yang melekat kuat di ingatan, saya punya beberapa kandidat dan salah satunya jelas Scooby-Doo. Kecintaan pada cerita-cerita misteri membuat diri ini gemar mengikuti sepak terjang kelompok detektif amatir bernama Mystery Inc. dalam mengungkap kasus-kasus nyeleneh bertopengkan unsur supranatural. Dipandang melalui kacamata seorang bocah, serial ini sejatinya cukup seram yang untungnya dikompensasi oleh keberadaan elemen komedinya yang amat pekat. Dua personilnya yang penakut, Shaggy dan si karakter tituler yang merupakan sesosok anjing yang bisa berbicara, didayagunakan sebagai pemantik tawa. Mereka gemar bersenda gurau, menyantap makanan lezat… dan benci hantu. Sepintas memang terdengar seperti personil yang tak berguna, tapi sulit sekali untuk membenci keduanya terlebih mereka adalah “jantung” dari Mystery Inc. maupun Scooby-Doo itu sendiri. Tanpa dua sejoli ini, narasi bakalan berjalan lempeng-lempeng saja tanpa ada kesenangan yang membuncah. Itulah mengapa saat Warner Bros. berniat memboyong serial ini sekali lagi ke layar lebar (sebelumnya telah dilakukan dalam dwilogi live action di awal 2000-an), fokusnya diletakkan pada dinamika persahabatan Shaggy-Scooby yang memang jualan utama serialnya disamping elemen misteri. Mengaplikasikan format animasi 3D, film berjudul Scoob! ini mencoba berdiri sebagai origin story yang mencelotehkan awal mula terbentuknya persahabatan kelompok “pemburu hantu”, seraya membuka jalan untuk semesta penceritaan lebih luas yang mempertemukan karakter-karakter lain dari properti milik Hanna-Barbera.         

Ya, melalui Scoob!, penonton akan mengetahui bagaimana Shaggy (Will Forte) berjumpa dengan Scooby-Doo (Frank Welker) untuk pertama kali. Keduanya bertemu di pantai dalam satu insiden dan kesepian membuat mereka menemukan ikatan secara instan. Scooby adalah anjing liar yang tak pernah mengenal cinta, sementara Shaggy adalah bocah kesepian yang mencari arti hidup. Selama beberapa waktu, mereka membentuk “duo” yang saban hari hanya bermain-main sampai kemudian takdir memperkenalkan keduanya dengan Fred (Zac Efron), Daphne (Amanda Seyfried), dan Velma (Gina Rodriguez). Usai bersama-sama memecahkan misteri rumah angker, lima sahabat ini lantas memutuskan untuk mengkreasi Mystery Inc. yang memiliki misi memecahkan kasus-kasus supranatural. Kelompok ini tanpa dinyana sanggup berkembang menjadi semakin besar dari tahun ke tahun yang kemudian mendorong Velma dkk untuk membuatnya sebagai lahan bisnis. Guna mewujudkannya, mereka pun mencari investor yang bersedia menanamkan modal dan menemukannya dalam sosok Simon Cowell (diisi suaranya oleh Simon Cowell sendiri). Keadaan lantas menjadi pelik saat Simon menganggap Shaggy dan Scooby tak berkontribusi apapun pada Mystery Inc. sehingga keduanya merasa tersinggung, lalu minggat. Dalam “pelarian”, dua sahabat ini mendadak diserbu oleh sekawanan alien yang membuat mereka kewalahan dan terpojok. Seolah keadaan masih belum cukup aneh, sebuah pesawat misterius yang ditunggangi Blue Falcon (Mark Wahlberg), Dee Dee Sykes (Kiersey Clemons), beserta Dynomutt (Ken Jeong) kemudian menyelamatkan mereka dan trio ini tanpa babibu langsung memberikan kabar mengejutkan: Scooby sedang diincar satu penjahat besar karena ternyata oh ternyata, si anjing ceriwis ini berdarah ningrat.


Selama sekitar 15 menit pertama, Scoob! tampak lebih menjanjikan ketimbang Scooby-Doo (2002) maupun Scooby-Doo 2: Monsters Unleashed (2004) yang humor-humornya kerap meleset dan agak terlalu “mengundang” sebagai tontonan seluruh keluarga. Kita mendapati guyonan polos nan menggelitik mengikuti karakter-karakternya yang masih bocah, kita juga mendapati sentuhan horor melalui kasus pertama yang dihadapi oleh Mystery Inc. Ditambah adanya lantunan tembang pembuka klasik “Scooby-Doo, Where Are You!” yang diaransemen ulang, film arahan Tony Cervone ini seolah bergerak ke jalur semestinya. Jalur yang didamba-damba oleh para penggemar versi serialnya. Tapi saat Blue Falcon berikut anggota timnya memasuki arena penceritaan dan terlibat semakin dalam, pada saat itulah hamba menyadari bahwa si pembuat film tidak pernah meniatkan Scoob! menjadi tontonan komedi-misteri yang sederhana, melainkan mewujudkannya sebagai gelaran blockbuster penuh gegap gempita yang mengawali sebuah franchise. Bukan keputusan yang sepenuhnya keliru, toh Scooby-Doo tidak lagi asing dengan crossovers dimana para karakternya berjumpa dengan tokoh-tokoh dari properti lain milik Hanna-Barbera dan Warner Bros. – bahkan mereka pernah berkolaborasi bersama Batman. Hanya saja, ada banyak sekali karakter yang bersliweran di sini yang rasa-rasanya hanya bisa dipahami oleh penonton sepuh dan penggemar berat karena film tidak pernah memiliki waktu untuk menguliknya satu demi satu. Bahkan, penjabaran karakterisasi dari personil Mystery Inc. pun terbengkalai utamanya trio Fred-Daphne-Velma yang porsi tampilnya tidak lebih banyak dibanding komplotan Blue Falcon yang cukup mendominasi. Saya sampai sempat bertanya-tanya, “ini sebenarnya filmnya Scooby atau Dynomutt ya?”

Tidak ada lagi kasus misterius nan menarik keingintahuan yang semestinya dipecahkan lantaran film terlalu sibuk berupaya membuai penonton cilik dengan narasi was-wis-wus yang dipenuhi laga generik disana-sini. Mesti diakui Scoob! masih cukup seru untuk ditonton demi mengisi waktu luang, tapi besar kemungkinan kamu tidak akan bisa mengingat apa-apa saja yang terjadi setelah beberapa saat. Seolah film tidak cukup percaya diri untuk menyuguhkan premis klasiknya kepada penonton muda masa kini yang telah terbiasa dengan sajian serba meriah, dan mungkin dinilai emoh melahap narasi yang mengetengahkan pada investigasi. Scoob! kehilangan sebagian besar pesonanya lantaran pendekatan barunya yang turut menyulitkan bagi personil Mystery Inc. untuk bahu membahu. Kita memang masih mendapati interaksi asyik antara Shaggy (yang sayangnya tidak disuarakan oleh Matthew Lillard, duh!) dengan Scooby. Namun cabang penceritaan yang terbilang sesak dan laju pengisahan yang kelewat ngebut, sedikit banyak mereduksi porsi tampil keduanya sehingga konflik seputar merenggangnya hubungan dua sahabat ini urung menghadirkan dampak besar pada emosi. Pertaruhannya memang besar, tapi saya nyaris tidak merasakan apapun. Padahal, film telah melakukannya dengan baik melalui momen-momen perkenalan yang menggoreskan kesan manis nan hangat di hati. Sayangnya ambisi untuk menjadikan Scoob! sebagai gerbang pembuka bagi Hanna-Barbera shared universe malah menghalangi film untuk memenuhi potensinya. Andai saja film tetap fokus berada di jalur origin story yang menitikberatkan pada perkembangan karakter personil Mystery Inc. sebelum kemudian mereka terlibat dalam petualangan lebih besar, boleh jadi film akan lebih memikat. Sangat disayangkan.

Acceptable (2,5/5)      


3 comments:

  1. Narasi awal memang bagus ya, ada kehangatan persahabatan disana. Tapi selanjutnya menjadi pertualangan biasa. Masih seru sih tapi sayang saja drama persahabtan nya tak di galih lebih dlm lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Jadi nggak berasa greget, padahal momen "pertemuan kembali" antara Shaggy dan Scooby itu berpotensi bikin ambyar.

      Delete

Mobile Edition
By Blogger Touch