February 24, 2014

REVIEW : POMPEII


Satu hal yang perlu untuk dilakukan sebelum menonton sebuah film rancangan Paul W.S. Anderson adalah jangan pernah berekspektasi apapun (meski rendah sekalipun!) dan... yah, sebaiknya tinggalkan otak di luar gedung bioskop. Garapan terbarunya, Pompeii, pun masih perlu mendapat perlakuan semacam itu. Trailernya boleh saja mengundang perhatian dengan memberi sekilas pemandangan mengerikan dari amukan Gunung Vesuvius yang melontarkan materi vulkanik bertubi-tubi tanpa ampun ke berbagai arah membuat penduduk Pompeii tak berdaya, namun filmnya sendiri... Ah, bahkan lagu populer dari Bastille yang berjudul sama pun masih jauh lebih terasa menghentak, greget dan bergigi. Apa yang terjadi kepada Pompeii ini membuat saya sedikit banyak teringat kepada nasib dari 2012 milik Roland Emmerich; trailer yang bombastis untuk film yang kaotis. Blah. 

February 21, 2014

REVIEW : STREET SOCIETY


“Kota disebut maju bukan karena penduduk miskinnya mampu beli mobil baru. Tapi orang kayanya mau naik kendaraan umum.” - Karina

Mobil-mobil mewah yang meluncur cepat dalam balapan ilegal di jalanan sempit ibukota, dominasi kaum testosteron tegap atletis yang diwarnai rivalitas tak berkesudahan, hingga kehidupan malam yang serba glamor lengkap dengan para gadis bertubuh seksi yang tidak henti-hentinya menggoda... terdengar seperti salah satu jilid dalam franchise laris Fast & Furious, namun ini adalah deskripsi singkat untuk garapan terbaru Awi Suryadi (Claudia/Jasmine, Viva JKT48), Street Society. Tidak ada yang menyalahkan Anda jika memiliki anggapan Street Society sebagai versi lokal dari Fast & Furious. Kebesaran nama franchise tersebut membuat film apapun yang mengulik seputar balap liar di era jejaring sosial ini sulit terhindar dari pengaitan dengan franchise yang membesarkan nama mendiang Paul Walker tersebut – bahkan itu juga berlaku untuk film Hollywood sekalipun. Street Society pun mengakui secara terang-terangan sumber inspirasinya melalui desain poster, trailer, serta sinopsis yang sedikit banyak dikemas mirip. 

February 18, 2014

REVIEW : THE LEGO MOVIE


“All I'm asking for is total perfection.” – Lord Business

Pada umumnya, saat sebuah lagu (atau film) mempunyai titel yang kelewat jemawa – ehem... “Best Song Ever”, anyone? – kualitas dari lagu (atau film) bersangkutan berada di titik sebaliknya. Atau jika masih lebih beruntung, biasa-biasa saja. Akan tetapi, ini nyatanya tak berlaku kala diterapkan pada tembang anyar yang didendangkan beramai-ramai oleh Tegan and Sara beserta The Lonely Island, “Everything Is Awesome!!!”. Tak hanya lagunya sendiri begitu ear-catchy, playful, dan berlirik kuat, namun titel dari track ini juga bisa dibilang menggambarkan seperti apa kualitas presentasi secara keseluruhan dari sebuah film animasi yang memanfaatkan lagu ini sebagai lagu tema, The Lego Movie. Ya, segala sesuatu dari film arahan duo Phil Lord dan Chris Millers (Cloudy with a Chance of Meatballs, 21 Jump Street) ini memang benar-benar... mengagumkan. Salah satu calon penguni nominasi Best Animated Feature di Oscars tahun depan ada di sini – ya, saya tahu, ini masih kelewat dini. 

February 17, 2014

REVIEW : ROBOCOP


“Dead or alive, you're coming with me!” – Alex Murphy 

Setelah melewati tidur panjang selama 13 tahun sejak sebuah miniseri – atau 21 tahun sejak mimpi buruk yang menggelikan dalam RoboCop 3 dimana sang Robo bisa terbang – cyborg polisi ini kembali diaktifkan untuk mendapatkan kehidupan baru seraya menghapus ‘kenangan-kenangan’ lama yang mempermalukan franchise ini. RoboCop versi Jose Padilha memulai segala sesuatunya dari awal dengan visi dan pendekatan yang berbeda tanpa mencoba untuk mereplika apa yang telah dilakukan oleh Paul Verhoeven karena dia paham betul dengan aturan tak tertulis, “jangan pernah berbuat macam-macam terhadap sebuah film yang telah memeroleh status klasik dan dicintai banyak orang.” Bahkan, dalam remake (menyebutnya reboot pun tak masalah) yang menandai babak anyar dari jilid-jilid lain ini, tampilan dari RoboCop pun turut dimodifikasi menyesuaikan zaman! Terdengar sebagai sesuatu yang menjanjikan? Let’s see

February 12, 2014

REVIEW : LONE SURVIVOR


“Anything in life worth doing is worth overdoing. Moderation is for cowards.” – Shane Patton 

Peter Berg jelas tidak cocok bekerja di air. Pertarungan robotnya dalam Battleship yang berlangsung di perairan luas yang digadang-gadang mampu menjelma sebagai Transformers versi air berakhir dengan gagal total. Meninggalkan kenangan buruk di memori kebanyakan penonton, kritikus, serta dirinya sendiri, Berg mencoba untuk menghapusnya dengan kembali menciptakan film perang yang sama sekali berbeda. Tidak ada lagi alien, tidak ada lagi lautan, dan yang jelas... tidak ada Rihanna. Phew. Sebagai gantinya – dengan sekaligus menghapuskan banyak kekonyolan – Berg mengajak penonton untuk kembali menapakkan kaki di daratan yang gersang seperti dalam The Kingdom, mendaki ke pegunungan terjal, serta menyusuri hutan belantara yang berbahaya bersama empat anggota elit Navy SEAL bernasib naas, melalui Lone Survivor yang beranjak dari buku nonfiksi berjudul sama hasil rekaan Marcus Luttrell. 

February 10, 2014

REVIEW : 7 MISI RAHASIA SOPHIE


“Kalo lo udah naro sesuatu di social media, semua orang berhak buat komentar.” - Marko 

Ada kesamaan obsesi yang menyatukan Nomura (Kazuki Kitamura) dari Killers dengan Sophie (Alisia Rininta) yang mewakili 7 Misi Rahasia Sophie: keduanya gemar mendokumentasikan aktivitas yang dirasa masing-masing penting lewat kamera genggam, lalu mengunggahnya di situs penyedia video. Dengan persamaan ini, apakah ini berarti... keduanya berjodoh? Oh, tentu tidak! Ketika sang pria dari film sebelah lebih suka memetik popularitas dan kebahagiaan melalui brutalitas, maka Sophie memanfaatkan YouTube sebagai sarana untuk menyebar sebanyak mungkin manfaat bagi para pengakses dunia maya. Pada awalnya, apa yang diunggah oleh Sophie tak lebih dari sekadar tips-tips yang biasanya dapat dengan mudah Anda jumpai melalui tabloid perempuan mingguan. Namun setelah sang sahabat, Marko (Stefan William), melontarkan pernyataan sinis seputar manusia yang mengabdikan hidupnya di dunia unggah dan unduh, Sophie pun merombak total isi kanal yang diasuhnya dengan tujuan untuk membantah pernyataan dari Marko. 

February 7, 2014

REVIEW : KILLERS


Setelah bersenang-senang penuh kegilaan dan brutalitas dimana cipratan darah, alat-alat pertukangan terlempar kesana kemari, serta tubuh manusia yang terpotong-potong menjadi pemandangan yang biasa dalam Rumah Dara, The Mo Brothers (Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel) berpisah sejenak dengan Timo melanjutkan imajinasi ekstrimnya melalui salah satu segmen di The ABCs of Death yang berjudul L for Libido dan berkolaborasi bersama Gareth Evans (The Raid) dalam Safe Haven yang tergabung di V/H/S/2. Kini, usai ‘pisah ranjang’, duo sinting tersebut kembali bersatu demi mewujudkan sebuah proyek yang telah didengungkan sejak ibu Dara sukses meneror ratusan ribu penonton di bioskop, Killers. The Mo Brothers tak lagi sekadar bermain-main dengan hidangan ‘mandi darah’ di sini, Killers coba dibawa ke ranah yang lebih serius cenderung melankolis dengan jalinan pengisahan yang lebih dalam, kompleks, dan (tentunya) sinting. Ini adalah semacam pembuktian bahwa dalam rentang waktu empat tahun, keduanya telah menunjukkan perkembangan yang membanggakan di sisi filmmaking; lebih matang, lebih terorganisir, dan lebih berani. 

February 5, 2014

REVIEW : 12 MENIT: KEMENANGAN UNTUK SELAMANYA


"Kalau kamu mundur di tengah jalan, bukan orang lain yang kecewa. Tapi diri kamu sendiri." - Rene 

Kemunculan 12 Menit: Kemenangan Untuk Selamanya seharusnya disambut dengan suka cita oleh para (atau mantan) anggota marching band serta siapapun yang menyebut dirinya sebagai pecinta film di Indonesia. Mengapa? Karena di dalam ‘buku koleksi’ khasanah perfilman dunia, tidak banyak referensi yang bisa diperoleh tatkala menyangkut film yang membahas sepak terjang sebuah grup marching band dengan mendetail. Kebanyakan hanya menempatkannya sebagai pemanis belaka sementara yang penceritaan benar-benar terfokus kepada kelompok orkes barisan ini hanya dilakukan oleh Drumline (2002) yang dibintangi suami dari Mariah Carey, Nick Cannon. Bisa dikatakan, 12 Menit: Kemenangan Untuk Selamanya – selanjutnya saya sebut dengan 12 Menit saja – adalah film kedua yang mengulik secara mendalam perjuangan dari para anggota serta pelatih di kelompok marching band untuk menggapai mimpi besar mereka di kejuaraan nasional, lengkap dengan suka duka yang menyertainya. 

[Preview] DAFTAR FILM INDONESIA SIAP RILIS FEBRUARI 2014


Ada film apa saja yang menghiasi bulan Februari yang manis ini? Dengan adanya perayaan Valentine di pertengahan bulan, maka sudah sewajarnya jika film-film romantis mendominasi. Tercatat setidaknya ada tiga film romantis yang masing-masing dikemas dengan pendekatan berbeda yang siap untuk memeriahkan bioskop di Valentine kali ini. Jika Anda ingin melewatkan waktu dengan orang terkasih namun jenuh dengan film percintaan, jangan khawatir. Masih ada pilihan lain seperti film thriller psikologis garapan The Mo Brothers yang tayang perdana di Sundance Film Festival serta film aksi yang menyoroti seputar street racing

Untuk lebih lengkapnya, inilah film-film Indonesia yang dirilis pada Februari 2014:

February 2, 2014

REVIEW : COMIC 8


"Kita suruh dia ngelawak, kalau nggak lucu kita tembak." - Ernest

Setidaknya ada empat alasan utama yang mendasari mengapa saya bersemangat untuk melangkahkan kaki ke bioskop demi menyaksikan Comic 8; Pertama, trailer yang menimbulkan ketertarikan di dalam diri untuk mengetahui sejauh mana kombinasi dari aksi komedi ini akan bekerja. Kedua, desain poster yang terbilang cantik (dan niat!) untuk ukuran film Indonesia, tentu saja. Ketiga, premis seputar perampokan bank yang membangkitkan rasa penasaran. Terakhir, jajaran pemainnya yang diisi oleh serombongan comic (pelaku stand up comedy) tersohor di Indonesia. Apabila kesemua alasan yang juga merupakan bagian dari formula temuan Anggy Umbara untuk menggaet khalayak ramai ini digoreskan di atas kertas, Comic 8 terdengar bagai hidangan lezat yang sulit ditampik siapapun. Namun bagaimana jadinya apabila diterapkan ke dalam bentuk film? Akankah sajian yang menjanjikan gelaran penuh hingar bingar dengan campuran canda tawa ini mampu memantik kehebohan penuh kesenangan dari penonton di bioskop? Let’s see
Mobile Edition
By Blogger Touch