Pages

July 29, 2016

REVIEW : JASON BOURNE


“I know who I am. I remember everything.” 

Di penghujung The Bourne Ultimatum, Jason Bourne telah mengetahui jati dirinya, apa yang telah dilaluinya selama ini, dan sang agen mata-mata super menghilang ditelan arus setelah terjun ke sungai. Sebuah konklusi yang sempurna, sebetulnya. Kala itu kita semua beranggapan bahwa petualangan Bourne telah menjumpai ujungnya menyusul keputusannya untuk menghilang dari peradaban. Tapi kemudian pundi-pundi dollar angkat bicara yang mendorong Universal Pictures tetap menghidupkan franchise ini dengan atau tanpa Bourne. Berselang lima tahun, percobaan pertama mereka diluncurkan lewat The Bourne Legacy yang menampilkan karakter baru – disebabkan Matt Damon emoh bergabung lantaran sutradara dua jilid sebelumnya, Paul Greengrass, hengkang. Legacy memperoleh respon beragam yang kebanyakan menilai kemampuan bercerita maupun tingkatan ketegangannya tidak setinggi trilogi awal. Meski menuai resepsi kurang memuaskan, nyatanya pihak studio tetap tancap gas dan melalui percobaan kedua, direkrut kembalilah ujung tombak franchise; Damon dan Greengrass. Dengan keterlibatan mereka berdua, kita pun akhirnya bisa berkata, “ladies and gentlemen... Jason Bourne is back!.” 

Sekalipun seluruh tabir misteri yang menghinggapi masa lalunya telah tersingkap, nyatanya Jason Bourne (Matt Damon) belum juga mendapatkan ketenangan batiniyah. Dia masih dihantui oleh rasa kepenasaran hebat terkait keluarganya, terutama sang ayah. Teman lama Bourne yang membantunya mengumpulkan ingatan, Nicky Parsons (Julia Stiles), memberinya kabar penting usai membobol dokumen-dokumen penting milik CIA yang secara ringkas menyatakan, “well, kamu belum sepenuhnya tahu masa lalumu!.” Mengingat keberadaan Nicky telah terlacak dan bagaimanapun juga petinggi CIA, Robert Dewey (Tommy Lee Jones), berambisi meringkus Bourne, maka tidak ada pilihan lain bagi Bourne kecuali melesak lagi ke permukaan demi membongkar rahasia yang selama ini ditutup-tutupi agensi dari dirinya. Dewey yang menyadari bahwa Bourne bukanlah tangkapan mudah lantas menitahkan seorang pembunuh bayaran bernama Asset (Vincent Cassel) untuk menghabisi Bourne meski di waktu bersamaan dia sejatinya telah mempercayakan tugas penangkapan Bourne kepada Heather Lee (Alicia Vikander), agen CIA yang mengepalai divisi Cyber, yang motifnya ‘membawa pulang’ Bourne juga patut dipertanyakan. 

Apakah plot di atas terdengar familiar buatmu? Apabila kamu telah mengikuti petualangan pencarian jati diri Bourne sedari awal – itu berarti sejak The Bourne Identity – dan dibuat terpukau olehnya seraya menahbiskan The Bourne Ultimatum sebagai salah satu film aksi berbasis dunia spionase paling hebat yang pernah dibuat, maka bahan kupasan seri kelima bertajuk Jason Bourne ini tidak lebih dari sekadar pengulangan: bagaimana Bourne mendapat materi baru mengenai operasi yang dijalankan CIA, lalu pihak CIA menggebu-nggebu ingin melenyapkan sang protagonis, dan mereka pun menyewa agen rahasia lain untuk memburunya. Tidak ada yang baru. Bahkan set piece pertama film ini yang berlangsung di Yunani, meliputi adegan kejar-kejaran motor menerobos kerusuhan besar, seperti merekonstruksi adegan pembuka The Bourne Supremacy yang berujung pada kematian pasangan hidup Bourne, Marie Kreutz. Tapi jika Jason Bourne adalah pengalaman pertamamu – atau kedua setelah The Bourne Legacy – apa yang dipaparkan Paul Greengrass bersama Christopher Rouse bisa berdampak ganda; pertama, sedikit memusingkan karena plotnya sangat terkait ke film ketiga dan kedua, memunculkan decak kagum lantaran ini adalah ‘tiruan’ yang baik. 

Hmmm... decak kagum? Oh ya, dengan melabelinya sebagai tiruan yang baik dari tiga jilid pertama, secara tidak langsung menyebut Jason Bourne sebagai sajian musim panas berdaya hibur tinggi. Film ini memang miskin orisinalitas – utamanya pada plot yang berputar-putar bak bianglala – tapi sulit dipungkiri bahwa ketegangannya masih berada di level atas. Melambung tinggi ketimbang seri sebelumnya, malah. Polanya mudah terbaca termasuk ke penyingkapan misteri di ujung, namun berkat kepiawaian Greengrass dalam ber-storytelling, kedinamisan Barry Ackroyd melensakan gambar, serta kecekatan Christopher Rouse menyunting potongan-potongan gambar, kita masih sedikit segan menolaknya apalagi sampai akhir Juli tahun ini minim film bergenre aksi produksi Hollywood yang mencengkram erat. Toh, saat kita menyaksikan kejar-kejaran ala kucing tikus antara Bourne dengan pihak CIA yang berlangsung dari Yunani ke Jerman, lalu Inggris, dan berakhir di Inggris masih tetap mendapati sensasi asyik pula gregetan, to? Dan Jason Bourne juga memiliki salah satu adegan laga terbaik sepanjang sejarah film aksi pada klimaksnya saat sebuah truk SWAT secara membabi buta menghantam belasan (atau malah puluhan?) mobil di jalanan Las Vegas yang padat. Agak sulit untuk tidak ber-“whoa” “whoa” di titik ini saking serunya, serius. 

Disamping intensitas tinggi yang terjaga cukup stabil, citra gahar Jason Bourne terselamatkan pula oleh departemen akting. Well, tidak banyak yang bisa dibahas dari Matt Damon karena dia sudah seperti ditakdirkan memerankan Bourne (perbedaan paling mencolok darinya adalah fisik yang tampak lebih kekar) dan Julia Stiles yang sekadar numpang lewat, “permisi, permisi, saya mau menyampaikan pesan,” namun ada hal menarik dari jajaran pemain pendukung. Bukan Vincent Cassel yang tampak seperti halnya villain sekunder lain dari franchise ini yang menyiratkan ancaman besar tapi mudah dilupakan maupun Tommy Lee Jones yang membawakan peran antagonis satu dimensi dengan daya tarik tidak sekuat Joan Allen sebagai Pamela Landy di tiga film predesesor melainkan aktris penggenggam satu Oscar, Alicia Vikander. Dia adalah alasan lain mengapa Jason Bourne terasa bernyawa. Dia memberikan percikkan dari interpretasi bagus pula misteriusnya kepada sosok Heather Lee. Sepintas, Heather terlihat hanya akan mengisi slot kosong karakter perempuan yang ditinggalkan Stiles, Franka Potente, serta Rachel Weisz dengan keberadaannya ditempatkan untuk membantu Bourne – atau malah sebagai love interest. Tapi ternyata, dia lebih rumit dari perkiraan dengan gelagat sulit diterkanya yang menjadikan dia menguarkan aroma berbahaya. Apabila franchise Bourne diputuskan untuk berlanjut, sangat berharap Vikander bersama karakter Heather Lee akan kembali hadir karena dia adalah ‘pasangan’ sempurna bagi Bourne. 

Exceeds Expectations (3,5/5)

Intermezzo : Hal terbaik dari Jason Bourne adalah penjepit rambut Alicia Vikander. Sangat, sangat yakin dia membelinya dari obralan 10 ribuan dapat 3.


5 comments:

  1. sekarang review filmnya sudah lancar lagi. Senangnya....wkwkwk (setelah saya nunggu lama karena review-review cinetariz sempat menghilang beberapa waktu lalu) Seebtulnya agak ragu mau nonton ini atau enggak. Soalnya saya penggemar triloginya si akang jason dan tergila-gila dengan ceritanya yang keren banget. Takut nanti malah kecewa hahaha.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyah. Akhirnya bisa nyempetin buat nulis review lagi. Walau mungkin seminggu cuma bisa satu-dua tapi diusahain nggak dianggurin lagi blognya. Hahaha.

      Delete
  2. Alicia Vikander.. luar biasa..

    ReplyDelete