Pages

July 25, 2016

REVIEW : KOALA KUMAL


“Jodoh jangan ditunggu, tapi dicari. Kamu boleh patah hati, tapi jangan tutup hati kamu.” 

Suka atau tidak, sulit untuk menyangkal bahwa Raditya Dika telah mempunyai basis penggemar yang terhitung masif dan loyal. Apapun buah karyanya dilahap habis. Satu kunci keberhasilan Dika merangkul banyak pengikut dari beragam lapisan usia dan jenjang sosial adalah materi kupasannya yang dekat dengan keseharian. Siapa sih belum pernah jatuh cinta? Siapa sih belum pernah dibuat galau lantaran naksir seseorang yang bahkan tidak menyadari keberadaan kita? Siapa sih belum pernah merasakan sakitnya patah hati? Rasa-rasanya, serentetan problematika ini pernah dirasakan hampir seluruh umat manusia. Dalam Koala Kumal – karya terbaru Dika yang menandai kembalinya dia ke Starvision – Dika berbincang secara spesifik soal patah hati yang berangkat dari satu pertanyaan, “apa sih patah hati terhebat kamu?.” Jawaban atas pertanyaan tersebut memang berisi masalah tipikal sang komika: hubungan percintaan berakhir tragis. Namun satu hal menarik, ada pemberian solusi yang lebih dewasa, manis, sekaligus hangat dari persoalan tersebut ketimbang sekadar ujug-ujug turun bidadari dari kayangan menuntaskan segalanya. 

Patah hati terhebat Dika (Raditya Dika) adalah sang kekasih yang segera menjadi istrinya, Andrea (Acha Septriasa). Dua bulan menjelang hari pernikahan, Andrea tiba-tiba meminta agar hubungan mereka diakhiri lantaran dia telah jatuh hati dengan pria lain, James (Nino Fernandez). Diputuskan begitu saja saat Dika sedang sayang-sayangnya ke Andrea – bahkan tetek bengek pernikahan termasuk video rangkuman perjalanan cinta, desain undangan, sampai resepsi telah rapi jali – menyebabkan Dika kesulitan membuka lembaran hidup baru. Selama setahun lamanya, produktivitas maupun kreativitas Dika sebagai penulis terkungkung oleh kekecewaan besar sampai-sampai sang ibu (Cut Mini) merasa perlu ikut turun gunung mencarikan pengganti Andrea agar putranya kembali bersemangat menjalani hidup walau pada akhirnya tak ada satupun usahanya yang membuahkan hasil. Titik terang mulai terlihat saat seorang gadis eksentrik pendiri klub buku bernama Trisna (Sheryl Sheinafia) mendadak nongol di hadapan Dika dan menawarkan diri untuk ‘menyembuhkan’ Dika meski sebetulnya Trisna sendiri menyimpan goresan luka besar yang belum tersembuhkan. 

Berkaca pada sinopsis tersebut, mungkin kita bisa mudah menerka akan kemana hati Dika berlabuh... atau tidak. Andrea berpaling darinya, lalu datang sosok pengganti dalam diri Trisna. Tapi rupanya Raditya Dika enggan menyelesaikan konflik sesederhana itu. Ada sekelumit kompleksitas dibalik guliran penceritaan yang tampaknya begitu-begitu saja. Baik Dika maupun Trisna sama-sama mempunyai kenangan buruk dengan hubungan percintaan terdahulu, dan mereka juga belum berusaha melupakannya, sehingga pintu hati masing-masing masih tertutup. Dan disinilah letak menariknya. Koala Kumal tidak lantas menyandingkan dua korban patah hati ini sebagai pasangan – seraya menertawakan pengalaman pahit keduanya – melainkan kita menyaksikan bagaimana mereka tumbuh lebih dewasa sehingga dapat memaknai patah hati. Dalam satu adegan, ibu Dika berpesan, “jodoh jangan ditunggu, tapi dicari. Kamu boleh patah hati, tapi jangan tutup hati kamu.” Kenyataannya, walau nasihat ibu Dika terdengar sepele, melupakan seseorang yang begitu dicintai dari masa lalu kemudian membuka hati demi terwujudnya hubungan baru tidaklah semudah memasak mi instan. 

Ada proses cukup panjang menuju penerimaan setelah dibuat terjatuh yang harus ditempuh dan didalam perjalanannya membutuhkan kombinasi antara kesabaran, keberanian, serta keikhlasan agar dapat mencapai what-so-called move on. Ya, move on tidak dapat dicapai hanya dengan memutus jaringan pertemanan di sosial media, berhenti bersilaturahmi, atau dalam tingkatan ekstrim, balas dendam. Singkatnya, it’s not as simple as it seems. Koala Kumal memberi sentilan kepada mereka-mereka yang pernah (atau sedang) patah hati dan belum bisa move on. Tentu penyampaiannya tidak terlampau serius karena bagaimanapun, ini tetaplah film seorang Raditya Dika yang berarti kamu tetap mendapati setumpuk humor bercitarasa absurd sepanjang durasi mengalun. Tidak semuanya bekerja secara semestinya – banyak diantaranya berakhir garing – namun saat berhasil, benar-benar berhasil. Adegan “efek dari obat pelemas otot”, “kencan kilat”, “pertengkaran flashdisk” dan interaksi awal-awal Dika dengan Trisna adalah momen terbaik dari Koala Kumal. Riuh rendah tawa renyah penonton bisa terdengar begitu jelas. 

Disamping pembentukan cerita dan pemaparan ke bahasa gambar yang baik oleh Raditya Dika, Koala Kumal disangga ansambel pemain yang kokoh. Tidak ada keputusan yang lebih tepat dari menempatkan Acha Septriasa dan Sheryl Sheinafia di lini utama mengingat keduanya mempunyai ‘daya ledak’ sama kuatnya. Acha, seperti biasa, tangguh saat diminta menangani momen-momen dramatik dan saat diminta melucu, dia terlihat effortless. Sosok Andrea di tangannya tidak dijelmakan sebagai karakter antagonis menyebalkan karena kita dibuat paham atas pilihannya meninggalkan Dika. Sementara Sheryl dalam debut aktingnya – kita segera melihatnya di versi terbaru Galih & Ratna – merupakan kejutan terbesar dari Koala Kumal. Tokoh Trisna yang eksentrik dan sedikit misterius dibawakannya penuh energi. Kehadirannya memberikan keceriaan pula kesegaran tersendiri bagi film, terhitung semenjak kemunculan pertama kalinya, sampai-sampai muncul ketidaksabaran untuk menantikan keberadaannya begitu dia absen sejenak dari layar. She’s so damn good. Barisan pemain pendukung yang juga memberikan sumbangsih bagus ke Koala Kumal antara lain Nino Fernandez, Cut Mini, Ernest Prakasa, Dwi Sasono, Yudha Keling, serta duo Anggika Bolsterli – Adipati Dolken dalam penampilan sangat singkat namun memberi kesan mendalam.

Exceeds Expectations (3,5/5)

3 comments:

  1. Bagian paling kocaknya nih ketika radit pake baji hobit, berakibat fatal.

    Yg mau download disini aja : http://filmkamar.blogspot.co.id/2016/11/download-film-koala-kumal-2016-bluray.html?m=1

    ReplyDelete