Pages

January 25, 2017

(Special) 20 FILM TERBAIK 2016 VERSI CINETARIZ


Ternyata, banyak juga film berkesan yang berkeliaran sepanjang tahun 2016. Berulang kali dibuat merepet tak berkesudahan oleh sejumlah judul film sempat membuatku berpikir 2016 bukanlah tahun yang bagus bagi perfilman dunia. Pemikiran tersebut seketika terhempas, lalu sirna, tatkala mulai menyusul daftar 20 film terbaik 2016 versi Cinetariz. Menduga akan tuntas dalam sekejap, realitanya justru berkata lain. Tak mengira sama sekali memilih 20 judul saja dari 200-an film di tahun yang (awalnya) dianggap semenjana bakal menimbulkan sakit kepala. Banyak pilihan! 

Didapat 37 film pada seleksi tahap pertama. Harus mengeliminasi 17 judul menghadirkan pergolakan batin karena jujur saja, kesemuanya adalah film-film yang dengan senang hati akan saya rekomendasikan kepada para pembaca. Tapi mau bagaimana lagi, peraturan tak tertulis untuk daftar tahunan di Cinetariz hanya mengizinkan 20 film saja yang lolos. Maka setelah menimbang-nimbang beberapa kali dengan kebanyakan dilandasi faktor “seberapa tinggi kemungkinan film-film ini akan ditonton ulang ke depannya dan tetap lezat disantap meski dalam medium berbeda”, berikut adalah 20 film yang meninggalkan impresi paling mendalam sepanjang tahun 2016: 

#20 Hunt for the Wilderpeople


Perpaduan antara road movie dengan coming of age yang menautkan seorang bocah bersama ayah angkatnya ini berlangsung cukup gila. Memang tak seliar What We Do in the Shadows yang berasal dari sutradara sama, tapi efektif membelalakkan mata beberapa kali. Sudah bisa diterka akan jenaka dan menyentuh hati berkaca pada materi kisahnya, namun yang tak diantisipasi sebelumnya, diam-diam Hunt for the Wilderpeople punya momen-momen seru penggenjot adrenalin juga. 

#19 The Wailing 


Bagaimana seandainya seorang misterius tiba-tiba datang ke desamu dan sejurus kemudian wabah sulit terjelaskan melanda seantero desa? Pertanyaan andai-andai tersebut jelas mengerikan saat betul terjadi, bahkan ketika sebatas kisah fiksi dalam The Wailing pun telah sanggup memberi efek ngeri. Pemicunya adalah permainan atmosfer mengusik kenyamanan, jalinan pengisahan sarat misteri yang memicu bahan diskusi usai menyimaknya, serta... faktor kedekatan. Ya gimana, aktivitas berbau klenik mudah dijumpai di sekitar kita sih. 

#18 Kapoor & Sons


Sebetulnya Kapoor & Sons terhitung klise ditilik dari premisnya: reuni keluarga berujung kekacauan hebat. Akan tetapi, seperti rata-rata film mengenai keluarga disfungsional, Kapoor & Sons mempunyai daya pikat hebat yang menyulitkanmu untuk melepaskan tatapan dari layar beberapa menit setelah film memulai pengisahannya. Tanpa tersadar kamu telah ikut tergelak-gelak, merasakan kehangatan, sampai akhirnya hancur lebur dibuatnya pada 30 menit terakhir yang sangat menguras emosi. 

#17 Kubo and the Two Strings 


Dari segi konten, salah satu pesaing tangguh Disney di sektor animasi tahun lalu adalah Laika dengan produknya, Kubo and the Two Strings. Dihadirkan dalam format animasi stop motion, film tak ada henti-hentinya mendorong munculnya reaksi terperangah lantaran visualisasinya terhampar sungguh imajinatif. Berkelas premium. Lebih dari itu, film menghadirkan jalan penceritaan lucu-lucu menggelitik, mengharu biru, sekaligus membius yang akan membuatmu tidak keberatan untuk didongengi sekali lagi selepas menontonnya. 

#16 Captain America: Civil War 


Ditetapkan untuk mengalun sepanjang dua setengah jam lebih, Civil War tidak pernah berbenturan dengan kata “melelahkan” apalagi “membosankan”. Plotnya padat berisi, gelaran adegan laganya layak diacungi dua jempol, dan selera humornya yang cenderung ugalan-ugalan begitu menyegarkan suasana. Civil War telah menghadirkan spektakel gegap gempita yang sekaligus menempatkannya sebagai produk terunggul Marvel Studio sejauh ini. 

#15 Don’t Breathe


Don’t Breathe mempunyai setumpuk adegan yang memungkinkanmu berkeringat dingin, mengeluarkan sumpah serapah dan kesulitan menghela nafas lega lantaran intensitas tidak main-mainnya. Tanpa perlu diberi peringatan untuk “jangan bernafas”, kita pun sudah terlebih dahulu menahan nafas karena ya bagaimana mau bisa bernafas lha wong Don’t Breathe sedemikian mencekamnya. 

#14 Spotlight


Sekalipun kamu telah mengenal cukup baik pemberitaan yang menghebohkan Boston dan berbagai penjuru dunia ini yang menjadi dasar utama film, kenikmatan dalam menyantap Spotlight sama sekali tidak berkurang. Selama kurun durasi dua jam, film akan terus menerus mencengkram erat perhatianmu lewat pemaparan yang begitu padat, rapi, sekaligus dihantarkan dalam wujud investigasi yang seru, penuh penemuan mencengangkan, dan menghantam emosi. 

#13 Train to Busan 


Kita bisa berteriak-teriak “ayo lekas lari, lekas!” saat gerombolan zombie bersiap memangsa mereka, ikut diliputi amarah membara tatkala salah seorang penumpang egois berikut penumpang-penumpang hasutannya mengisolasi mereka, sampai merasakan ketidakrelaan teramat sangat ketika satu persatu mulai terinfeksi. Kemampuan melibatkan emosi inilah yang membuat atensi penonton terpancang sepanjang durasi Train to Busan

#12 A Monster Calls


Mengira tidak lebih dari sekadar kisah fantasi biasa mengenai petualangan seorang bocah bersama sesosok monster pohon, nyatanya ini drama ‘keji’ tentang pendewasaan dan berdamai dengan duka mendalam akibat kehilangan yang dimetaforakan ke dalam dongeng bervisualisasi menakjubkan. Bukan bagaimana Juan Antonio Bayona mempresentasikan keajaiban visual yang membuat A Monster Calls sulit terlupakan, melainkan ceritanya yang amat personal utamanya jika kamu pernah berada di situasi si tokoh utama: mencoba merelakan kepergian ibu yang dijemput malaikat maut. 

#11 Neerja


Didasarkan pada kisah nyata pembajakan pesawat yang menghadiahi seorang pramugari, Neerja Bhanot, gelar pahlawan kemanusiaan, Neerja dihantarkan dalam nada penceritaan yang memungkinkan penontonnya untuk mencengkram erat-erat kursi bioskop hampir sepanjang durasi. Mencekam. Dengan ruang gerak serba terbatas, sungguh mengagumkan intensitas film bisa dijaga stabil tanpa pernah sekalipun mengendur. Mengingat film ini soroti pula hubungan antar manusia, menontonnya seraya membawa tissue pun suatu keharusan. 

#10 Moana


Moana menunjukkan bahwa tontonan mengikat tidak melulu harus bersumber dari gagasan serba bombastis, malah seringkali kesederhanaan dengan eksekusi dan pengemasan yang tepat lebih mampu menghadirkan kejutan-kejutan menyenangkan. Pengalaman menonton Moana terasa mengasyikkan karena film ini dihidupkan oleh serentetan momen yang menimbulkan gelak tawa maupun perasaan bersemangat penonton, subteks perihal women empowerment, visualisasi menakjubkan, sumbangsih mengagumkan para pengisi suara, serta barisan nomor-nomor musikal mudah didendangkan yang susah dilupakan. 

#9 Ada Apa Dengan Cinta? 2


Penantian selama ratusan purnama untuk sekuel Ada Apa Dengan Cinta? terbayar memuaskan. Daya pikat hubungan percintaan Cinta dengan Rangga atau persahabatan Genk Cinta masih kuat terasa sekalipun kita telah terpisahkan dari mereka sepanjang belasan tahun. Jika ada dua kata paling pas untuk mendeskripsikan Ada Apa Dengan Cinta? 2, maka itu adalah “juarak!” dan “ngangenin” karena setelah menontonnya ada rasa rindu besar untuk ingin kembali menontonnya lagi, dan lagi. Total jenderal, saya menyaksikan film ini sebanyak enam kali sepanjang tahun 2016. 

#8 Our Times


Seorang cewek SMA tak populer naksir cowok ternama di sekolahnya padahal ada cowok lain yang tulus mencintainya. Klise? Banget. Tak terhitung sudah berapa kali plot semacam ini didaur ulang, meski hanya segelintir pula yang berhasil. Our Times merupakan bagian dari yang sedikit itu. Pesonanya telah memancar sangat kuat sedari mula, mengajak penonton bernostalgia dengan masa-masa ‘nista’ semasa duduk di bangku sekolah. Gesekan molekul cinta antar pemain meyakinkan, humornya tepat sasaran, romansanya bikin senyum-senyum gregetan, dan penempatan lagu temanya sangat efektif. 7 dari 10 teman perempuanku yang menonton film ini sukses dibikin kesengsem oleh karakter bernama Tai Yu. 

#7 Arrival


Karya terbaru dari sineas Denis Villeneuve, Arrival, ini bukanlah film fiksi ilmiah mengenai penyelamatan umat manusia dari serangan alien yang didalamnya bermuatan adegan-adegan eksplosif. Bukan. Alurnya cenderung berpilin yang meminta fokus penuh dari penontonnya. Saat kita sanggup memenuhi permintaan tersebut, mencuat kekaguman atas penyampaian cerdas pada kisah mengenai pentingnya membangun komunikasi, kemanusiaan, serta menentukan pilihan hidup yang terbentuk dari hasil interaksi mendalam bersama makhluk asing. Berkat sang sutradara dan performa subtil Amy Adams, pekerjaan sebagai ahli bahasa tampak sangat keren. 

#6 A Man Called Ove


Film asal Swedia ini sejatinya lucu, menengok pertentangan seorang tua pemarah bernama Ove dengan orang-orang di sekitarnya. Kita dibikin geli, gemas dan geleng-geleng kepala sendiri menyaksikan Ove yang sangat saklek. Lalu datang tetangga baru, menyusuplah cerita masa lalu si tokoh utama, yang menghadirkan kehangatan di hati pula rasa haru. Penonton disadarkan, cara jitu melumerkan kerasnya hati adalah membangun komunikasi, keterbukaan, dan ketulusan. A Man Called Ove bentuk bukti lain yang menguatkan pernyataan kritikus kenamaan Roger Ebert bahwa kebaikan seringkali lebih ampuh mengundang air mata ketimbang kesedihan. 

#5 Sing Street


Sekali ini mencoba memotret jiwa-jiwa usia belasan yang semangatnya meletup-letup, Sing Street adalah persembahan menawan lainnya dari seorang John Carney usai dua film melodius, Once dan Begin Again. Cecapan emosinya masih serupa, jenaka dan manis, dengan penambahan enerjik khusus untuk Sing Street. Deretan tembangnya yang bernafaskan nuansa 80-an mengikuti latar waktu film terdengar renyah di telinga dan sulit dihempaskan begitu saja dari benak sampai berhari-hari lamanya. Jika Arrival membuat linguist tampak cool, maka Sing Street memberi kesan amat baik pada anak band sehingga mungkin saja kamu tiba-tiba mengontak teman lama lalu mengajak mereka membentuk band usai menonton ini. 

#4 Eye in the Sky 


Menyaksikan perdebatan dalam Eye in the Sky yang hasil akhirnya terus menerus mengalami tarik ulur sepanjang durasi membawa kita melalui beberapa macam fase; tertawa lepas, teriak-teriak gemas, menitikkan air mata, sampai bertepuk tangan penuh kelegaan. Tanpa harus mengobral keberisikan medan peperangan, malah tak jarang senyap, film tetap mampu memunculkan teror sekaligus genjotan hebat pada adrenalin. Kapan coba kamu pernah merasakan gregetan setengah mati dengan keringat mengucur deras menyaksikan seseorang berjualan roti? Sensasi yang rasa-rasanya baru akan kamu peroleh untuk pertama kalinya di Eye in the Sky

#3 Room 



Mengambil pendekatan berbeda dalam menerjemahkan pesan kekuatan cinta seorang ibu kepada anaknya, Room memberi kehangatan di titik awal saat hubungan antara Ma dengan putranya, Jack, masih ‘normal’, lalu menghadirkan ketegangan begitu sebuah fakta terbeberkan, dan diakhiri emosi meletup-letup yang perlahan tapi pasti melembut ketika masing-masing mencoba beradaptasi ke ‘dunia baru’ mereka. Room membawa kita pada permainan emosi penuh hentakan yang tidak memungkinkan matamu tetap kering selama menontonnya. Adegan pertemuan kembali Ma dengan Jack ditengah-tengah keriuhan polisi masih menghantui sampai sekarang. 

#2 Your Name


Bagaimana jadinya saat film komedi tentang body swap ]dicampurkan dengan romansa, disaster movie, dan fiksi ilmiah? Memang terdengar amat penuh, namun Your Name berhasil meleburkannya mulus sehingga menjadi tontonan yang tersusun atas beragam emosi didalamnya dimana masing-masing mencuat untuk saling menguatkan alih-alih melemahkan. Kamu akan dibuat tertawa olehnya, lalu merasakan kecemasan, kemudian mendapatkan sensasi tegang, dan pada akhirnya dibikin menangis entah disebabkan haru atau keindahan filmnya. Meminjam istilah anak muda zaman sekarang, Your Name akan membuatmu baper. Inilah sebuah mahakarya dari seorang Makoto Shinkai dan saya berani memastikan bahwa pernyataan tersebut tidaklah hiperbolis. 

#1 La La Land


Dihantarkan secara gegap gempita pula manis-manis nyelekit, La La Land akan memukaumu melalui bagaimana Damien Chazelle mengkreasi setiap momen dalam film yang memiliki cita rasa indah pula intim, lalu memberikan kebahagiaan, dan melayangkan tusukan begitu penonton disadarkan bahwa realita tidaklah seindah mimpi. Ya, La La Land mempunyai jiwa di setiap hentak kaki, setiap alunan melodi, dan setiap untaian lirik yang menciptakan tawa, kekaguman, serta air mata. Sungguh sebuah film yang magis!

* La La Land memperoleh 14 nominasi di Oscars yang menempatkannya berdampingan dengan All About Eve dan Titanic sebagai film paling banyak meraih nominasi Oscars sepanjang sejarah. 

11 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Sisa 3 dari daftar diatas yg belum ditonton.
    Dan saya gak terlalu bisa menikmati spotlight .
    Kirain One days dan the handmaid bakal masuk?

    ReplyDelete
  3. ^ Keduanya termasuk dari 17 judul yang terpaksa dipangkas.

    The Handmaiden akhirnya gugur karena faktor 'bisa ditonton ulang'-nya tergolong kecil. Lebih terpukau juga dengan dua film Korea lain yang ada di daftar. Kalau One Day, hmmm... setelah kupikir-pikir, tidak sebagus itu. Ya bagus, cuma nggak sekuat 20 film lain di daftar ini. Bahkan masih kalah berkesan dengan May Who maupun Heart Attack dari dua tahun lalu.

    ReplyDelete
  4. huwiiw ada Sing Street dan Train to Busan, itu film yang aku dan ade2ku bisa nonton berkali2 x))

    Neerja, sambil baca separagraf mu ini aja udah bikin aku keinget2 lagi dan istighfar terus. Kece sangat film yang bisa bikin dekat sama Tuhan :')

    Senang sangat baca list film terbaikmu iniii, walaupun beberapa belum kutonton, tapi yang lainnya setuju sangaat. Thankyou sudah menambah referensi film bagus yang mesti kutonton lagi x))


    Btw apakah aku termasuk dari 7 teman perempuan mu yang kesengsem sama Tai Yu setelah nonton Our Times? :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Amatir: Hihihi. Senangnya bisa membantu menambah referensi film. Ini pun milihnya sampe pening karena harus pangkas beberapa film yang aku suka.

      Kamu termasuk dari 7 perempuan itu. Hahaha. Kebanyakan temen yang diracunin Our Times, habis nonton yang dibahas betapa mempesonanya Tai Yu. Pusing dah.

      Delete
  5. gak nyangka neerja sama kapoor and sons masuk. neerja emang bagus banget sih, saya paling suka sonam kapoor di neeerja dibanding film-film-nya yang lain. kirain saya admin gak begitu suka film india (soalnya review film India kan jarang hehehe...) Tapi, yang bikin saya suka film-filmnya beragam banget, kirain saya cuma barat aja yang bakal masuk. tapi dari timur ke barat lengkap. Surprise banget waktu liat Anime favorit saya tahun ini (kimi no nawa/your name) di nomor dua. good job :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. @xavier: Wah. Aku suka banget sama film India. Termasuk bagian dari masa kecilku. Cuma berhubung Cinetariz lebih fokus ke film-film yang lagi tayang di bioskop dan Jogja jarang banget kebagian film India kecuali dibintangi Shah Rukh Khan akhirnya jadi banyak yang kelewat. Nonton pun bergantung ke unduhan :)

      Bocoran, Your Name itu awalnya nomor satuku lho. Aku suka banget film ini. Tapi kemudian saat mutusin buat naruh La La Land di list tahun lalu bukannya tahun ini (akan sangat tidak adil buat film tahun ini) akhirnya kesenggol ke peringkat dua.

      Delete
  6. Kupikir Moana akan masuk ke 5 besar.
    Bulan depan bikin daftar film buat valentine (lagi) yaa ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Putri: Awalnya Moana emang ada di peringkat 5, trus pas tak susun ulang malah terlempar cukup jauh karena ada yang lebih berkesan. Hahaha.

      Pengennya sih bikin daftar film Valentine. Udah ada idenya lho. Cuma ntar liat waktunya. Semoga memungkinkan buat direalisasikan.

      Delete
  7. Om mau Tau dong yang 17 itu apa ajaa

    ReplyDelete
  8. nomor #1 dan #2 benar2 tepat dengan selera saya. Saya gak nyangka bakal suka film musikal seperti La La Land. dan film anime seperti Your Name. 2 film itu benar2 melebihi ekspektasi saya.

    Beberapa film di listnya belum sempat ditonton. Thanks udah bikin list yang kece begini. Saya jadi dapat rekomendasi film yang sesuai dengan selera saya. Sukses buat blognya Mas.

    ReplyDelete