Pages

September 2, 2017

REVIEW : BABY DRIVER


“The moment you catch feelings is the moment you catch a bullet.” 

Ketika trailer Baby Driver ditayangkan sebelum pemutaran sebuah film, saya tanpa sengaja mencuri dengar obrolan manja sepasang kekasih yang duduk tepat di sebelah kanan. “Yang, cayang, kayaknya seru tuh filmnya, mirip Fast and Furious sama Transporter,” ujar si perempuan. Mendengar ucapan tersebut, saya seketika meringis. Suatu perbandingan yang agak sedikit ekstrim sejujurnya, tapi tak bisa dikatakan salah juga karena materi promosinya memberi kesan bahwa Baby Driver akan dipenuhi adegan laga berupa kebut-kebutan mobil. Si protagonis utama pun sedikit banyak mengingatkan kita ke karakter yang dimainkan Jason Statham dalam tiga jilid Transporter; jagoan di balik kemudi yang mempunyai tugas mengantar ‘orang-orang penting’. 


Anggapan ini tentu bakal seketika luntur begitu kita mengetahui siapa sosok yang menduduki kursi penyutradaraan yang tak lain tak bukan adalah pembesut Cornetto trilogi (judul pertamanya adalah Shaun of the Dead) dan Scott Pilgrim vs. the World, Edgar Wright. Dibawah penanganan Wright yang memiliki jiwa nerd sejati, Baby Driver jelas tidak akan dijelmakan sebagai film hura-hura belaka yang sebatas mengedepankan pada laga penuh eksplosif seperti halnya Fast and Furious dan Transporter. Betul saja, si pembuat film lantas memadupadankannya dengan humor sarat rujukan ke budaya pop, barisan musik eklektik, romantika asmara muda-mudi, serta ketegangan ala heist film sehingga membuat Baby Driver bukan saja terasa begitu berwarna tetapi juga bergaya. 

Protagonis utama dalam Baby Driver adalah seorang pemuda yang luar biasa handal mengendarai mobil bernama Baby (Ansel Elgort). Guna melunasi hutang-hutang menumpuknya kepada pentolan kelompok kriminal, Doc (Kevin Spacey), Baby terpaksa bekerja sebagai juru kemudi dalam setiap misi perempokan yang dijalankan oleh Doc. Tugas Baby, yakni membawa kabur anggota timnya dari lokasi tindak kejahatan, tergolong krusial karena disinilah menit-menit penentu apakah misi dapat berjalan sukses atau justru mengalami kegagalan. Kepiawaian Baby dalam berkemudi yang membuatnya tak pernah gagal menunaikan tugas, menjadikan dia sebagai anak buah kesayangan Doc. Tak peduli seberapa sering anggota tim beralih konfigurasi, pengemudinya haruslah Baby. 

Keterikatan Doc dengan Baby ini akhirnya mencapai ujungnya usai hutang si anak buah dinyatakan lunas dan Baby telah menjalankan misi terakhirnya mengawal Bats (Jamie Foxx). Pensiun dari dunia kriminal, Baby berniat menata ulang kehidupannya terlebih usai dibuat jatuh hati oleh seorang pelayan bernama Debora (Lily James). Baru saja menjalani kehidupan normal selama beberapa waktu bersama Debora, panggilan dari masa lalu kembali menghantuinya. Siapa lagi kalau bukan dari mantan atasannya, Doc? Baby dimintanya terlibat dalam misi merampok kantor pos bersama Bats dan anggota tim yang telah dikenalnya. Tidak ada pilihan lain bagi Baby selain menjawab “ya” kecuali dia ingin kehilangan perempuan yang dicintainya. 

Ditilik dari sisi penceritaan, Baby Driver sebetulnya sederhana saja – guliran penceritaannya tidak akan membuat kepalamu kliyengan. Bahkan, sedikit banyak cenderung mengingatkan pada Drive yang dibintangi oleh Ryan Gosling. Hanya saja ini versi lebih cerah ceria. Yang membuatnya terasa istimewa adalah bagaimana cara si pembuat film mengeksekusinya sehingga setiap durasi yang mengalun dalam Baby Driver menghadirkan sebuah pengalaman sinematis yang menimbulkan candu. Sedari adegan pembukanya yang beroktan tinggi hasil dari kombinasi antara penyuntingan rapat, musik menderu-deru, dan gerak kamera taktis, atensi penonton telah dicuri sepenuhnya. Kita dikondisikan untuk menggeleng-gelengkan kepala dan menahan nafas menyaksikan keseruan mobil Subaru WRX merah yang dikendarai Baby melaju kencang di jalanan seraya mempecundangi para polisi yang kewalahan mengejarnya. 

Apabila ini tampak seperti prolog biasa dalam sebuah film bertemakan perampokan atau kebut-kebutan mobil, tunggu sampai kamu menyaksikan bagaimana Edgar Wright mampu menyeleraskan hentakan irama lagu dengan setiap adegan yang berlangsung. Ya, rentetan musik eklektik dalam Baby Driver bukan sebatas aksesoris pemanis belaka demi memenuhi tuntutan agar bisa merilis album soundtrack, gaya-gayaan atau memeriahkan suasana melainkan melebur ke dalam jiwa film. Ini seperti film musikal yang jika kita lepas elemen musiknya, maka film tersebut akan berjalan timpang karena posisi keduanya saling menguatkan.



Tidak ada tari-tarian atau para karakter yang tiba-tiba melagukan dialog mereka di Baby Driver – tentu saja, karena bagaimanapun ini bukanlah film musikal. Koreografi tari diimplementasikan ke dalam gerak gerik karakter maupun sekuens laga yang tertata rapi. Disinilah letak kecemerlangannya karena itu berarti membutuhkan presisi lebih sehingga dapat dicapai kesesuaian antara irama dan gerak. Adegan kebut-kebutan selepas perampokan bank diiringi tembang “Bellbottoms” yang melibatkan Buddy (Jon Hamm), Darling (Eiza Gonzalez), dan Griff (Jon Bernthal) merupakan contoh awal yang bisa kamu jumpai dalam Baby Driver. Mengalun selama lima menit, adegan ini dibuka dengan gerakan membuka pintu, membuka bagasi, berjalan menuju bank, sampai menggerakkan wiper mobil yang sesuai ketukan irama. Keren luar biasa! 

Bukan hanya pada permulaan saja, kamu juga akan mendapati adegan sejenis di berbagai titik sepanjang durasi yang salah satu paling berkesan bisa ditengok pada opening credit-nya. Genre lagu hasil kurasi Wright pun beragam, menyesuaikan dengan mood si karakter utama dan situasi yang berlangsung. Asal muasalnya juga tak kalah beragam, mayoritas berasal dari iPod milik Baby yang tak pernah lepas dari genggamannya. Alasannya, musik dipergunakan Baby untuk memacu semangatnya sekaligus meredam bunyi dengungan di telinganya – beberapa kali kita dengar ketika musik tidak mengalun – akibat tinnitus yang diidapnya pasca kecelakaan semasa kecil. 

Memperhatikan betul bagaimana sekuens laga ditata demi memompa adrenalin penonton, memperhatikan betul soal pemilihan lagu beserta koreografi ‘tari’ yang menyokongnya guna memberi suntikan emosi lebih ke film, Edgar Wright tak kelupaan pula untuk memperhatikan betul perihal karakter-karakter yang hidup di film arahannya ini sehingga penonton dapat memiliki kepedulian terhadap mereka utamanya Baby. Betul, sekalipun bahan obrolan kisahnya tidak terlalu istimewa, naskah Baby Driver tetaplah digarap dengan sangat baik yang memungkinkan setiap karakter (termasuk mereka yang hanya nongol dalam satu dua adegan) mempunyai kontribusi terhadap pergerakan kisah. Keberadaan mereka tidak pernah sia-sia karena difungsikan untuk mengenalkan kita lebih dalam pada karakteristik Baby, memperkuat posisinya. 

Setiap dari mereka pun dimainkan oleh aktor-aktris yang tepat sehingga memberi kesan otentik. Ya, Baby Driver memang memiliki ansambel pemain yang berlakon juara seperti Ansel Elgort yang terlihat cool dan menghadirkan chemistry lekat bersama Lily James sampai-sampai adegan di laundry terasa begitu manis, lalu Jon Hamm bersama Eiza Gonzalez sebagai pasangan maut yang dimabuk asmara, kemudian CJ Jones yang memberikan kehangatan dalam perannya mengisi figur ayah bagi Baby, Jamie Foxx yang kocak dan berbahaya di waktu bersamaan, serta Kevin Spacey yang intimidatif. Perpaduan selaras antara laga seru, humor lucu, romansa manis, musik asyik, dan lakon apik inilah yang menghantarkan Baby Driver menjadi salah satu film terbaik dan paling mengasyikkan buat disimak tahun ini. Cadas!

Ulasan ini bisa juga dibaca di http://tz.ucweb.com/9_htTq


Outstanding (4,5/5)

Enam menit pertama Baby Driver bisa juga kamu tengok di Youtube:


2 comments:

  1. saya suka sekali film ini dari sisi technical, pengambilan angle kamera, sound design, editing, semuanya GILA, khas Edgar Wright

    cuman dari sisi cerita... walau memang tidak harus mbulet, tapi ada plothole yang menganga lebar di akhir, seolah film ini kedodoran untk menyelesaikan kisah Baby

    tapi selain itu, topnotch !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ha, aku juga ngerasain hal yang sama. Endingnya agak janggal yang untungnya nggak terlalu mengganggu kenikmatan menonton keseluruhan. Mungkin karena udah keburu dibikin bahagia dan jatuh hati juga sih :)

      Delete