(Ulasan ini mungkin agak
nyerempet spoiler, meski nggak separah filmnya itu sendiri yang melakukan spoiler kelas berat)
Apakah ada diantara kalian yang
pernah menjajal permainan ‘escape room’
yang popularitasnya tengah melesat dalam beberapa tahun terakhir ini? Kalau
belum, coba deh luangkan waktu (serta duit tentunya) lalu ajak teman-teman
terdekat buat menjajalnya. Saya sendiri ketagihan ingin memainkannya lagi
setelah berkesempatan untuk mencoba permainan ini pada setahun silam. Dalam permainan
ini, sejumlah partisipan bakal ‘dikurung’ di sebuah ruangan dalam kurun waktu
tertentu guna memecahkan teka-teki yang dapat membebaskan mereka dari ruangan
tersebut. Kerjasama tim jelas diutamakan dan jika kalian benar-benar sudah
mengalami kebuntuan berpikir, bisa meminta petunjuk kepada gamemaster yang senantiasa mengawasi gerak-gerik pemain. Terdengar seru,
bukan? Dan percayalah, permainan yang memiliki berbagai tema ini (waktu itu
saya menjajal tema zombie) memang seseru itu. Saking seru dan populernya game ini, tidak mengherankan jika petinggi
studio di Hollywood yang cerdik melihat peluang akhirnya tertarik untuk
mengadaptasinya menjadi sebuah film layar lebar. Mengusung judul sesederhana Escape Room, film arahan Adam Robitel (The Taking of Deborah Logan, Insidious: The Last Key) yang bergerak
di jalur horor ini meningkatkan pertaruhan dalam permainan demi menggaet atensi
penonton. Teka-tekinya tak hanya dibikin lebih rumit, tetapi juga memiliki efek
mematikan apabila si pemain tak sanggup menuntaskannya tepat waktu.
Dalam Escape Room versi layar lebar, ada enam partisipan yang dilibatkan.
Konfigurasinya terdiri dari seorang mahasiswi yang memiliki otak encer tapi
sukar bersosialisasi bernama Zoey (Taylor Davis), seorang pebisnis muda yang
ambisius bernama Jason (Jay Ellis), seorang pekerja di toserba yang alkoholik
bernama Ben (Logan Miller), seorang veteran perang yang mengalami trauma
bernama Amanda (Deborah Ann Woll), seorang pecandu permainan escape room bernama Danny (Nik Dodani),
dan seorang pengemudi truk bernama Mike (Tyler Labine). Keenamnya mendapatkan
undangan dari perusahaan Minos untuk mencoba merasakan pengalaman memainkan escape room milik mereka yang
digadang-gadang “imersif” atau menyerupai kenyataan. Agar mereka semakin
tertarik, Minos menyiapkan hadiah uang tunai sebesar $10 ribu bagi pemain yang
sanggup menuntaskan tantangan hingga akhir. Didorong oleh motivasi berbeda antara
satu dengan lain – sebagai contoh; Ben membutuhkan uang, Danny mencintai
permainan ini, dan Zoey memerlukan tantangan – mereka pun bersedia mencoba
permainan ini. Tanpa ada kecurigaan sedikitpun, keenam partisipan mulanya
mengira bahwa ini hanyalah sebatas permainan… sampai kemudian ancaman
tertampang nyata di depan mata. Mereka memasuki ruangan demi ruangan yang
memiliki oven raksasa, udara dingin, ‘lantai berlubang’, sampai dinding
bergerak yang dapat mengakhiri hidup mereka apabila teka-teki gagal dipecahkan.
Jika yang kamu butuhkan adalah
film untuk seru-seruan di kala senggang, Escape
Room sejatinya bukanlah pilihan yang mengecewakan. Secara pribadi, saya mampu
menikmati sajian dari Adam Robitel ini setidaknya sampai memasuki menit ke-70. Apresiasi
terbesar yang dapat saya sematkan kepada Escape
Room adalah desain produksinya yang terbilang impresif sehingga
memungkinkan setiap ruangan untuk memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri
sekaligus memberi kesan ‘imersif’ seperti disebut oleh para partisipan. Dalam permainan
rancangan Minos ini, kamu akan menjumpai ruangan menyerupai ruang tunggu yang
diam-diam menyimpan oven raksasa, ruangan menyerupai danau membeku yang
dinginnya bukan kepalang, ruangan menyerupai bar tempat bermain billiard yang
posisinya terbalik, sampai ruangan menyerupai bangsal rumah sakit. Adanya pembeda
di setiap ruangan ini secara tidak langsung menghindarkan penonton dari
kejenuhan lantaran muncul keingintahuan mengenai wujud ruangan selanjutnya. Berhubung
tingkat kesulitan senantiasa menanjak, ada pula rasa penasaran untuk mengetahui
tantangan seperti apa lagi yang bakal dihadapi oleh para partisipan. Memang sih
beberapa tantangan tampak terlampau mudah untuk dipecahkan, tapi syukurlah Escape Room masih menyimpan satu momen
yang betul-betul membuat jantung ini berdegup kencang dan kaki terasa lemas. Bagi
saya, momen tersebut dapat dijumpai di ruang billiard.
Disamping desain produksi, faktor
lain yang menyebabkan Escape Room terasa
nikmat-nikmat saja buat dikudap adalah laju penceritaan yang bergegas dan
barisan karakter yang (syukur alhamdulillah)
tidak terlalu menyebalkan. Kapan coba terakhir kali kamu menonton sebuah film
horor dimana sebagian besar karakternya dapat diberi simpati dan kamu tidak
mengharapkan mereka mati? Jarang-jarang ada lho, dan untuk itu, Escape Room perlu diberi sedikit tepuk
tangan. Yang juga perlu diapresiasi adalah upaya Robitel dalam menyelamatkan
film dari keterpurukan lantaran materi narasi kurang memadai. Ya, si pembuat
film menyadari betul bahwa skrip film ini mengandung penceritaan yang tipis dan
terasa amat familiar sampai-sampai mengingatkan pada Cube (1997), Saw V (2008), hingga The Belko Experiment (2016). Itulah mengapa dia mengondisikan agar laju
penceritaan Escape Room melesat cepat
demi menutupi kelemahan skrip dan menjauhkan penonton dari kemungkinan jenuh
akibat beberapa trik yang kurang bergigi. Smart
move, huh? Berhasil di satu jam pertama, sayangnya langkah Robitel terjegal
begitu film memasuki babak pengungkapan yang bukan saja berlangsung datar
tetapi juga tidak memiliki daya sentak seperti diperkirakan. Keinginan untuk
mengembangkan film menjadi sebuah franchise
turut memiliki andil pada konklusi yang terasa antiklimaks sampai memunculkan
komentar “udah nih gitu aja?”. Beruntung
Escape Room tergolong sukses di
tangga box office sehingga kemungkinan bagi penonton untuk memperoleh jawaban
di jilid berikutnya seketika terbuka lebar. Coba bayangkan seandainya film ini
gagal, maka kedongkolannya mungkin saja setara dengan The Mist (2007) yang penyelesaiannya masih belum bisa saya maafkan
sampai sekarang.
nice...
ReplyDeleteThe Mist bikin nyesek ya?
ReplyDeleteSaya udah 3 kali nonton
Hehehe...
Bukan bikin nyesek, bikin marah. Hahaha.
DeleteNice review... aku juga nulis review tentang film ini, baru belajar ngerivew film sih. boleh lho kalau mau mampir ke blog aku.
ReplyDeletehttps://putrinurifdah.wordpress.com/2019/01/25/film-escape-room-lolos-atau-mati/
Terima kasih :)
Waaa... Siap meluncur kesana. Mudah-mudahan konsisten yaa nulisnya. 😊
DeleteThankyou infonya :)
ReplyDeleteSitus Nonton Movie Online QQCINEMA21.Streaming Film Online Bioskop Box Office Terlengkap 2019 Subtitle Indonesia Kualitas HD, BLURAY dan Gratis Download Film-film Terbaru
ReplyDelete