Pages

December 8, 2010

REVIEW : THE LOVED ONES


Sekilas sih gadis ini tampak seperti remaja penyendiri biasa yang polos dan kurang gaul, tapi Lola Stone (Robin McLeavy) punya sisi lain yang bisa membuat Anda berpikir ulang sebelum berurusan dengannya. Gadis manja ini menghalalkan segala cara agar keinginannya bisa terwujud, bahkan termasuk menyiksa orang lain. Sang ayah (John Brumpton), yang juga sableng, mendukung semua yang dilakukan oleh Lola, bahkan dia tunduk kepada anak kesayangannya tersebut. Setelah Brent Michael (Xavier Samuel) menolak ajakan Lola untuk pergi bersamanya ke prom night, pasangan ayah dan anak ini pun segera beraksi. Mereka menciptakan prom night di rumah mereka sendiri yang tentu saja dijamin lebih menegangkan dan penuh dengan darah. Brent diikat di sebuah kursi dan harus mengalami sejumlah penyiksaan yang mengerikan dari Lola dan ayahnya. Seandainya saja Brent tidak menolak ajakan Lola, mungkin nasibnya tidak akan seperti ini...

Semenjak Saw meledak di pasaran, genre slasher dan gory mendadak menjadi populer di berbagai belahan dunia. Banyak yang hasil akhirnya sangat mengecewakan, namun tak sedikit pula yang dipuji oleh para kritikus film. Genre ini juga diakui turut 'berjasa' dalam menyumbangkan banyak icon yang bisa dibilang memorable untuk sejarah perfilman. Setelah mewabah di segala penjuru dunia, berbagai negara pun saling berlomba untuk menyajikan hidangan yang paling 'sakit'. Yang menjadi tolak ukur kesuksesan adalah sejauh mana sang sutradara mampu menciptakan tingkat kengerian bagi penonton dan tentu saja melahirkan sebuah icon baru bagi perfilman. Tidak asal jual adegan penuh siksaan dan muncratan darah saja, naskah tetap menjadi sesuatu yang krusial disini. Namun semenjak genre ini meledak, banyak sineas yang hanya mengandalkan muncratan darah dan potongan tubuh semata tanpa peduli dengan kualitas filmnya itu sendiri. Tapi tak sedikit pula yang memiliki kualitas yang ciamik dan sanggup dipertanggungjawabkan.


The Loved Ones adalah debut penyutradaraan film panjang dari Sean Byrne yang sebelumnya terbiasa membesut film dokumenter pendek. Setelah keliling dunia dari satu festival ke festival lainnya, akhirnya The Loved Ones pun dirilis luas di Australia pada awal November 2010 lalu. Mendapat berbagai pujian dari para kritikus membuat saya ingin menyantap film ini dan merasakan dimana letak kelezatannya. Bagi saya pribadi, The Loved Ones tidak terlampau istimewa. Secara kualitas memang bisa dikatakan setingkat lebih tinggi dibanding film slasher yang hadir belakangan ini. Poin plus yang bisa dibanggakan adalah permainan brilian dari para pemainnya, terutama Robin McLeavy yang dengan luar biasa mampu memerankan karakter psikopat yang memiliki panggilan 'Princess' ini. Dibalik wajahnya yang cantik dan polos serta senyumannya yang manis, ternyata tersimpan sesosok iblis yang rela melakukan apapun agar keinginannya tercapai. McLeavy sanggup membuat saya bergidik ngeri melihatnya, serem. Beruntunglah McLeavy memiliki rekan yang mampu mengimbangi kekuatan aktingnya, John Brumpton dan Xavier Samuel juga bermain dengan amat baik disini.

Byrne menebar kengerian kepada penonton selama 84 menit. Dia mencoba untuk mengeksploitasi berbagai adegan 'sakit', penuh darah dan penyiksaan seraya dibumbui dengan humor yang alih - alih membuat tertawa, justru semakin membuat tingkat kengeriannya semakin terasa. 'Princess' dan 'Daddy' memanfaatkan perlengkapan rumah tangga yang ada sebagai media untuk menyiksa para korban. Hebatnya, Byrne tidak mengekor film slasher sebelumnya, adegan penyiksaan disini dibuat dengan cukup kreatif dan berbeda, mencoba untuk menunjukkan betapa 'sintingnya' keluarga psikopat ini. Lola menggambar hati di dada para korbannya dengan menggunakan garpu, melubangi kepala korban dengan memakai bor listrik, menyuntikkan semacam ramuan pembersih ke tenggorokan korban agar tak bisa berteriak hingga menancapkan kayu ke kaki korban. Terdengar begitu sadis, bukan ? Ya, tapi sayangnya dalam kenyataan ternyata tidak seperti yang diharapkan. Byrne masih kurang berani menampilkan adegan sadis penuh darah ini secara eksplisit, malah beberapa kali kamera bergerak menjauhi saat adegan penuh cipratan darah dimulai.

Yang terasa kurang sedap bagi saya adalah subplot yang terasa mengganggu, belum lagi 'sexual content' disini cukup kental. Tidak menyedapkan, yang ada justru memuakkan. Sepertinya Byrne hanya ingin filmnya menjadi sedikit lebih panjang dengan memasukkan subplot yang sebenarnya jika dihilangkan pun tak masalah, malah lebih baik memang dihilangkan. Memang ada kesinambungan antara subplot dengan plot utama, tapi itu tak banyak. Terasa sangat mengganggu, terlebih karakter 'tidak penting' yang ditampilkan terkesan sangat 'annoying' sehingga saya berharap mereka dibantai oleh Lola dan ayahnya. Dengan karakter yang lebih sedikit, The Loved Ones mungkin akan jauh lebih menarik untuk disimak dan ketegangannya pun lebih intens. Dari awal hingga pertengahan, The Loved Ones mengalir lancar dan enak buat diikuti, namun semenjak sebuah rahasia di bawah lantai rumah Lola tersibak, segalanya menjadi berantakan dan membuat saya mengernyitkan dahi. Perlukah adegan tersebut dimasukkan ? Mengenai adegan penyiksaan yang kurang sadis masih bisa dimengerti, mungkin Byrne tidak ingin film debutnya ini menuai kontroversi atau mendapat rating terlalu tinggi, tapi dua hal tersebut ? Hmmmm... Overall, The Loved Ones adalah sebuah film slasher yang menegangkan dan menghibur, dengan dihilangkannya subplot 'maksa' itu mungkin hasilnya akan lebih baik.

Nilai = 6/10 (Acceptable)
Seperti Misery digabungkan dengan Carrie, hanya saja karakternya jauh lebih sinting.

No comments:

Post a Comment