Pages

December 4, 2010

REVIEW : RAPUNZEL (TANGLED)

"Let's just assume that everyone in here hates me !" - Flynn Rider

"Bukannya Rapunzel itu film kartun buat cewek ya ?" atau "Ihhh, itu kan temennya Barbie !". Itulah komentar yang paling sering saya dengar sebelum dan sesudah menyaksikan Rapunzel (di Amerika Utara, lebih dikenal dengan judul Tangled). Membutuhkan kesabaran ekstra karena saya harus menjelaskan panjang lebar perihal film ini, bahkan di Twitter dan Facebook pun sempat promosi habis - habisan agar para teman saya tahu bahwa Rapunzel bisa dinikmati oleh siapapun (berasa menjadi tim publikasinya Disney, LOL). Awalnya keraguan juga sempat menghinggapi diri ini, namun tak mungkin rasanya Disney akan menjadikannya sebagai film super cheesy dan girly seperti versi adaptasi yang sering kita saksikan di layar televisi. Apalagi disini ada nama John Lasseter yang menjadi jaminan akan kualitas sebuah film. Duduk sebagai sutradara adalah Nathan Greno dan Byron Howard, sementara jajaran pengisi suara diisi oleh Mandy Moore, Zachary Levi dan Donna Murphy. Berangkat dari salah satu dongeng klasik Jerman buatan Grimm Bersaudara, Rapunzel merupakan film animasi ke-50 dalam seri Walt Disney Animated Classic.

Demi menyelamatkan ratu dan putri yang dikandungnya, seorang pengawal kerajaan mengambil sebuah tanaman ajaib yang rupanya juga menjadi incaran Mother Gothel (Donna Murphy). Bayi perempuan sang ratu, Rapunzel, memiliki sebuah rambut dengan kekuatan khusus berkat tanaman tersebut. Tidak ingin kekuatannya menghilang, Gothel pun menculik Rapunzel dan mengurungnya di sebuah menara selama bertahun - tahun. Untuk menemukan Rapunzel, kerajaan mengadakan festival lampion setiap hari ulang tahun Rapunzel (Mandy Moore). Saat usianya menginjak 18 tahun, Rapunzel menyadari ada sesuatu yang khusus dengan lampion tersebut dan meminta izin kepada Gothel untuk bisa mengunjungi kerajaan. Tentu saja Gothel menolak memberi izin. Namun Rapunzel tidak begitu saja menyerah, dia memiliki ide untuk menyingkirkan 'ibunya' tersebut selama beberapa hari agar dia bisa kabur dari menara. Setelah Gothel pergi, menara kedatangan seorang 'tamu', seorang pencuri tampan bernama Flynn Rider (Zachary Levi). Saking takutnya, Rapunzel menyerang Flynn dan menyanderanya serta menyembunyikan tas berisi hasil curian. Mereka berdua pun membuat perjanjian, Rapunzel akan melepaskan Flynn dan mengembalikan tas tersebut asalkan Flynn mengantarnya menuju festival lampion, dan Flynn menyetujuinya. Pelarian yang seru dan berliku ditemani Maximus, seekor kuda yang bertekad menangkap Flynn, dan Pascal, bunglon perliharaan Rapunzel, pun dimulai.


Keajaiban Disney yang sempat sirna akhirnya kembali lagi berkat kekuatan magis dari Rapunzel. Terkecuali The Princess and The Frog, bisa dikatakan produk animasi Disney dalam beberapa tahun terakhir ini kualitasnya anjlok. Dimulai dari Treasure Planet, Disney berulang kali membuat kecewa para pecinta film animasi dengan film buatan mereka yang hasilnya jauh dari harapan. Memang tidak sampai menelurkan film yang buruk, namun untuk ukuran Disney, film - film semisal Bolt, Home on the Range, Chicken Little dan Meet the Robinsons, tergolong sangat mengecewakan. Saat Disney memutuskan untuk kembali ke ciri khas lama mereka, membuat animasi klasik yang menampilkan dongeng tentang putri cantik, banyak yang menyambutnya dengan antusias. Namun pada akhirnya, jumlah dollar yang didapat oleh The Princess and the Frog jauh dari harapan. Muncul dugaan kuat gagalnya film ini karena judulnya yang terlalu menonjolkan tokoh sang putri dan belajar dari 'kesalahan' inilah, Rapunzel diubah judulnya menjadi Tangled. Keputusan yang tepat kah ? Hmmm, entahlah. Meskipun tokoh utamanya seorang putri cantik, karakter Flynn disini juga sama kuatnya sehingga para pria tidak perlu khawatir filmnya akan menjadi terlalu girly.

Memang disinilah letak kekuatan Disney yaitu saat menggarap sebuah animasi klasik yang memakai tokoh putri sebagai karakter utamanya. Dan Fogelman berhasil meracik naskah Rapunzel dengan amat baik. Kombinasi yang pas antara petualangan yang seru, humor yang menyegarkan dan drama yang menyentuh mampu menghasilkan sebuah film animasi yang cantik. Yang patut diacungi jempol adalah keberhasilan Fogelman dalam memoles sebuah dongeng klasik yang mungkin hanya bisa dinikmati oleh para gadis cilik menjadi sebuah kisah bagi semua orang. Meski dibuat dengan bantuan CG disana sini dan hadir dalam format animasi 3D, jika kita perhatikan lebih jauh Rapunzel sebenarnya mencoba tampil klasik dengan animasinya yang dibuat seperti dilukis menggunakan tangan. Sesuatu yang belum pernah kita lihat sebelumnya.

Tidak memakai nama populer pun tak masalah, yang penting adalah ketepatan dalam memilih cast. Itulah yang membedakan Disney dengan studio sebelah yang kerap memajang artis - artis beken untuk menyumbang suara. Mandy Moore cukup berhasil membawakan Rapunzel, malahan rasanya dia lebih cocok sebagai dubber ketimbang pelakon. Namun Zachary Levi dan Donna Murphy lah yang paling mencuri perhatian. Murphy sanggup membuat para penonton menjadi kesal dengan Gothel yang super kejam sementara Levi berulang kali memancing tawa penonton karena kekonyolan Flynn. Pascal dan Maximus memang tak memiliki suara disini, akan tetapi tingkah polah mereka selalu mencuri perhatian di setiap scene. Komposer langganan Disney, Alan Menken, berhasil membuat setiap adegan dalam Rapunzel gregetnya lebih terasa berkat score-nya yang indah. Lagu gubahan dia juga cukup menarik untuk disimak meskipun sayangnya cenderung mudah dilupakan.

Akhirnya Disney kembali ke arena permainan setelah cukup lama gagal menghadirkan film - film animasi yang berkualitas tinggi. Beberapa pihak sudah pesimis dengan nasib Disney, cukup beralasan memang karena tanpa Pixar, Disney bukanlah apa - apa. Namun mereka yang telah meremehkan kekuatan Disney sepertinya harus malu karena Disney tetap sanggup membuktikan bahwa mereka masih layak disebut sebagai rajanya film animasi. Rapunzel memang tidak sedahsyat animasi klasik Disney lainnya semacam Snow White and the Seven Dwarfs, Cinderella atau Beauty and the Beast, namun Rapunzel jelas sangat sayang untuk dilewatkan, terutama bagi mereka yang menggemari produk Disney dan film animasi. Sebuah film yang sangat menghibur dengan animasi yang mengagumkan dan score yang indah, Rapunzel dengan cepat melesat ke jajaran film terbaik tahun ini.

Nilai = 8/10 (Exceeds Expectations)

1 comment:

  1. udah banyak yg bilang bagus yah, nice review...
    duh gw malah belum nonton hihihi :D

    ReplyDelete