Pages

June 27, 2011

REVIEW : MILLI & NATHAN


Sudah tak terhitung berapa jumlah film romantis yang mengangkat tentang kisah cinta anak SMA. Biasanya dimulai dengan permusuhan si cewek dengan si cowok, atau bisa saja mereka berdua adalah sahabat kental. Saling ledek dan caci maki, namun diam-diam sebenarnya saling lirik. Dalam hati berkata, “aku mencintaimu.” Karena tak bisa mengungkapkan, maka yang muncul berkebalikan dengan kata hati. Dan, formula ini selalu diulang di hampir semua film romantis, khususnya yang ditargetkan untuk remaja. Keahlian penulis naskah dalam meracik naskah sangat diperlukan disini karena premis yang diangkat sudah sangat umum dan jika tidak ditangani secara tepat, kisah romantis yang sangat klise dengan akhir yang sangat bisa ditebak adalah hasil akhirnya. Milli & Nathan, sebagai sebuah film romantis, memakai plot klasik tersebut. Titien Wattimena bersama Hanny R Saputra mengemban tugas berat agar Milli & Nathan tidak menjadi tontonan pengantar tidur dengan naskah yang basi.

Yang menjadi kekuatan utama dari Milli & Nathan adalah akting Olivia Lubis Jensen yang memesona. Karakter Milli terlihat begitu hidup dibawakan olehnya. Sulit untuk tidak mencintai Milli. Sepertinya asyik memiliki teman seperti Milli. Milli digambarkan sebagai seorang gadis yang ceria dan sangat santai dalam menikmati hidup. Sekolah bukan menjadi prioritasnya, hanya sekadar untuk mengisi waktu atau menghindari status pengangguran. Sifat Milli yang kelewat santai ini sering membuat gemas sahabatnya, Nathan (Chris Laurent), yang super serius. Tidak heran jika keduanya sering ribut. Walaupun Milli dan Nathan memiliki sifat yang saling bertolak belakang, cinta bersemi diantara keduanya. Kisah cinta antara Milli dan Nathan sedikit banyak mengingatkanku kepada Nam dan Shone dalam Crazy Little Thing Called Love. Bedanya, Nathan memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya kepada Milli tanpa harus menunggu bertahun-tahun. Disini, Hanny R Saputra menggiring penonton ke sejumlah adegan romantis nan cheesy yang memperlihatkan kemesraan hubungan Milli dan Nathan. Bagi yang pernah merasakan cinta monyet saat SMA akan tersipu malu dan tersenyum karena teringat dengan masa-masa pacaran yang indah.

Sayangnya, hubungan Milli dan Nathan tidak berlangsung lama. Saat masa SMA berakhir, mereka putus. Nathan fokus pada studinya, sementara Milli ingin meraih impiannya menjadi seorang penulis. Meski begitu, mereka tetap berkomunikasi dengan baik. Pada titik ini, Nathan terlihat seperti Hari dalam Hari Untuk Amanda. Setelah menjalani waktu yang menyenangkan bersama Milli, dia ingin mereka rujuk. Nathan memang tidak digambarkan sebagai cowok brengsek dan hanya menginginkan kesenangan saja layaknya Hari, tapi dia seperti tidak yakin dengan suara hatinya dan cenderung enggan mengambil resiko. Milli menolak kembali ke pelukan Nathan. Selain telah memiliki Oscar (Fendy Chow), dia juga tidak yakin apakah Nathan benar-benar telah yakin dengan pilihannya. Seakan ada pesan yang ingin disampaikan oleh Titien Wattimena sehubungan dengan perkembangan karakter Milli dan Nathan. Kesuksesan tidak selalu berbanding lurus dengan prestasi akademis. Yang terpenting adalah keberanian untuk mengambil resiko dan percaya dengan kemampuan diri sendiri. Nathan tentu tidak pernah menyangka jika Milli akan memiliki masa depan yang lebih baik darinya. Milli percaya dan mantap dengan kata hatinya, sementara Nathan dipenuhi keraguan.

Dengan chemistry yang terjalin apik antara Olivia Lubis Jensen dan Chris Lauren serta cukup banyaknya dialog-dialog cerdas, Milli & Nathan adalah sebuah tontonan yang cukup menyegarkan. Tidak kelewat membanyol dan tidak juga kelewat cengeng seperti Satu Jam Saja. Takarannya pas. Namun sayangnya, kesalahan yang terjadi di kebanyakan film Indonesia kembali terulang. Penyelesaian masalahnya terkesan terlalu terburu-buru dan digampangkan. Endingnya yang sangat klise membuat saya kesal. Apa tidak ada cara lain yang lebih segar, realistis dan greget? Penonton seolah dipermainkan. Maka jangan heran jika saya begitu memuja Hari Untuk Amanda. Salman Aristo dan Ginatri S. Noer mengakhiri kisahnya dengan dewasa dan manis. Seandainya Titien Wattimena sedikit lebih berani dalam mengambil resiko, mungkin Milli & Nathan akan lebih mengesankan. Penyelesaian kisah Milli sudah apik, sayang kisah Nathan diakhiri dengan klasik. Bahkan sejak pertengahan film sudah bisa ditebak bagaimana akhir dari kisah percintaan Milli dan Nathan. Ya, memang tidak ada gading yang tidak retak.

Acceptable

Trailer :

No comments:

Post a Comment