Pages

July 25, 2011

REVIEW : THE RESIDENT


The Resident memiliki sebuah formula yang cukup untuk menjadikannya sebuah film thriller yang sukses mencekam penonton. Film ini memiliki aktris peraih dua Oscar, Hillary Swank, dan didukung oleh para aktor hebat seperti Jeffrey Dean Morgan dan Christopher Lee. Premisnya pun menjual, seperti gabungan antara Psycho dengan Peeping Tom. Jika ada yang perlu diragukan, maka itu adalah sang sutradara, Antti Jokinen, yang baru memulai debut film panjangnya melalui The Resident ini. Sebelumnya, dia adalah sutradara video klip yang pernah menangani beberapa penyanyi besar semacam Celine Dion, Shania Twain, Kelly Clarkson hingga Westlife. Di atas kertas, The Resident tampak seperti sebuah proyek yang ideal dan memiliki kemungkinan gagal yang tipis. Namun apa yang terjadi di lapangan belum tentu sejalan. Sebuah proyek yang direncanakan dengan matang saja bisa mendadak hancur lebur saat eksekusi, apalagi yang asal-asalan. Nah, The Resident sendiri di Amerika Serikat langsung diterjunkan ke dalam bentuk home video pada akhir Maret 2011 lalu. Sudah bisa ditebak kan bagaimana hasil akhir dari film yang awalnya tampak menjanjikan ini?

Home Sweet Home. Inilah yang didambakan oleh Dr. Juliet Deverau (Hillary Swank) ketika menginjakkan kaki di New York. Tidak perlu tempat yang mewah, asalkan nyaman dan aman untuk ditempati. Tentu akan lebih menyenangkan jika semua itu dikombinasikan dengan murah. Maka ketika Max (Jeffrey Dean Morgan) menyewakan sebuah apartemen dengan harga yang miring, Juliet tidak kuasa untuk menolak. Logikanya, adalah sesuatu yang mencurigakan saat seseorang menawarkan sebuah tempat yang luas dan berada di lokasi strategis dengan harga yang murah. Akan tetapi, pada kenyataannya, saat berada dalam posisi yang kepepet, kita memang cenderung mengabaikan logika dan enggan untuk berpikir dua kali. Juliet dalam posisi ini. Apalagi sebelumnya dia harus tinggal di hotel setelah berpisah dengan kekasihnya, Jack (Lee Pace). Dokter cantik ini tidak menyadari jika kegegabahannya dalam mengambil keputusan akan membawanya ke sejumlah pengalaman yang tidak menyenangkan di apartemen barunya tersebut. Dari sini, penonton pun diajak oleh Antti Jokinen untuk ikut merasakan teror yang dihadapi oleh Juliet.

Sayangnya, teror yang saya maksud disini dalam artian negatif. The Resident adalah sebuah film thriller berpotensi yang berubah menjadi tontonan membosankan karena tidak dibidani naskah yang kuat. Setelah drama membosankan di menit-menit awal seputar Juliet yang mencari apartemen dan kisah kasih yang terjalin antara dia dengan Max, menit berikutnya bahkan menjadi semakin buruk saja. Teror di apartemen dan motif pelaku dibuka dengan gamblang oleh Jokinen saat film baru memasuki menit ke-30. Lantas apa yang menjadi daya tarik tatkala penonton sudah mengetahui segalanya sejak awal? Pada titik ini, ending telah terbaca dengan jelas. Berbagai peristiwa yang menimpa Juliet pun menjadi tidak lagi menarik dan mengejutkan. Hambarnya menit-menit pertama kembali terulang saat Jack kembali memasuki kehidupan Juliet dan membuat Max terbakar api cemburu. Saat rasa bosan mulai tak terbendung lagi, saya mulai berharap Jokinen membuat Juliet bernasib seperti Marion Crane, ditikam berkali-kali saat sedang mandi hingga mati. Otomatis, Norman Bates adalah Max. Atau Jokinen ingin memberi twist dengan menjadikan Jack sebagai Norman?

Beruntung, Hillary Swank bermain cukup baik sebagai Juliet. Karakter wanita yang tangguh memang telah menjadi ciri khasnya, seperti yang dia tampilkan dalam Million Dollar Baby, Amelia, bahkan Boys Don't Cry. Untuk sekali ini, dia bermurah hati mempertontonkan tubuh polosnya kepada penonton berulang kali. Panas dan menggoda jika disajikan dalam takaran yang pas, akan tetapi Swank malah justru keasyikkan dan membuat saya ingin memberinya pakaian sebagai kado ulang tahun. Jokinen pun sepertinya fans berat Nayato. Tidak terhitung berapa kali Juliet berada dalam kamar mandi. Seakan-akan apartemen Juliet ini hanya memiliki bathtub dan kasur saja. Rasa lelah, bosan dan kesal yang tercampur jadi satu sempat sedikit terobati saat apa yang saya harapkan dari sebuah film thriller akhirnya muncul. Cukup seru untuk dinikmati, meski durasinya tak lebih dari 15 menit. Tapi rasanya agak percuma membangun ketegangan di detik-detik terakhir tatkala penonton sudah tidak peduli lagi dengan nasib Juliet dan Max, serta kebosanan membuncah. Terlalu lama melewati fase drama yang lamban dan menjenuhkan membuat saya hanya ingin film ini selesai dan mencari film lain sebagai penawar. Pada akhirnya, The Resident tak ubahnya seperti proyek Antti Jokinen yang terlalu ambisius untuk meniru film thriller klasik.

Poor

No comments:

Post a Comment