Pages

July 20, 2011

REVIEW : THE ROCKY HORROR PICTURE SHOW


"Hi, my name is Brad Majors, and this is my fiancee, Janet Weiss; ah... you are...?"

Absennya film-film musim panas dari MPA membuat saya benar-benar malas untuk melangkahkan kaki ke bioskop. Di bioskop A, film yang tayang masih sama persis seperti minggu lalu, sementara di bioskop B, diisi oleh film-film lokal yang sama sekali tak menarik untuk ditonton. Karena tak ada pilihan, saya pun ngesot di depan televisi saja. Entah ada angin apa, film-film yang saya tonton beberapa hari yang lalu berasal dari tahun 70-an. Hebatnya lagi, semuanya musikal. Bukan rahasia lagi jika saya memang sangat menggemari genre ini. Layaknya film horror dan komedi romantis, seburuk apapun film musikal, tetap asyik untuk dinikmati. Saya masih bisa ikut bersenandung dan menghentak-hentakkan kaki. Namun yang paling menarik adalah, film musikal biasanya cenderung jauh dari kata normal. Apakah menurut Anda film musikal legendaris macam The Sound of Music, Mary Poppins, West Side Story, Singin' in the Rain hingga Moulin Rouge! bisa dikatakan normal? Bagi saya, sama sekali tidak. Selalu saja ada tembang dan koreografi yang nyeleneh dan membuat penonton antara mengernyitkan dahi dan tertawa. Ambil contoh, saat para tokoh utama dalam Moulin Rouge! membawakan The Pitch (Spectacular Spectacular), sangat komikal.

Nah, bagaimana dengan The Rocky Horror Picture Show yang saya tonton minggu lalu ini? Yang pasti, berkali-kali lipat lebih aneh. Bayangkan saja, ada sebuah pesta diselenggarakan di kastil yang berada di antah berantah dengan tamu-tamu berkostum ala Lady Gaga ditambah tuan rumah yang seorang wadam dengan pelayannya yang mirip Quasimodo kurus. Masih dihebohkan dengan kehadiran Frankestein tampan yang bertubuh atletis namun tak pernah berbicara sepatah katapun, kecuali saat menyanyi. Bayangkan betapa aneh dan hebohnya! Oleh Jim Sharman, selama 100 menit, Anda akan diseret ke dalam petualangan Brad (Barry Bostwick) dan Janet (Susan Sarandon) yang mungkin tidak akan bisa Anda lupakan sampai kapanpun, saking ajaibnya. Jika dalam menit-menit pertama Anda sudah merasakan bahwa ketidakwajarannya melebihi batas, maka tinggalkan saja. Karena di menit berikutnya, akan semakin kacau dan kacau. Hebatnya, Brad dan Janet, masih kuat meladeni kegilaan yang dilakukan oleh Dr. Frank-N-Furter (Tim Curry) hingga akhir. Pasangan ini tak sengaja terjebak dalam pesta satu malam Dr. Frank setelah mobil mereka mogok di tengah hutan sementara hujan mengguyur deras.

Masyarakat mungkin menganggap apa yang dilakukan oleh Lady Gaga adalah sebuah kegilaan yang kebablasan dengan tujuan hanya mencari sensasi belaka. Tapi harus diakui, karya-karyanya berkualitas serta enak untuk dinikmati. Seperti itulah The Rocky Horror Picture Show. Bagi yang terbiasa menonton film 'normal', mungkin akan bertanya-tanya, 'film apa ini?'. The Rocky Horror Picture Show pun awalnya sempat kesusahan menjaring penonton. Perjuangan yang keras dan tanpa menyerah dari tim belakang layar membuahkan hasil. Film yang berangkat dari pertunjukkan panggung di Inggris ini perlahan-lahan mampu menciptakan sebuah fanbase yang fanatik yang senantiasa memuja-mujanya. Film ini bahkan masih tetap diputar di bioskop hingga saat ini, meskipun sudah 36 tahun sejak tayang perdana. Serial musikal remaja populer, Glee, juga sempat membuat episode tribut untuk film legendaris ini, tentunya dengan muatan seksual yang dikurangi kadarnya. Tembang-tembang yang menghiasi The Rocky Horror Picture Show dengan mudah nyantol di telinga dan menyebabkan kecanduan. Dammit Janet memiliki lirik yang manis dan aneh, What Ever Happened to Saturday Night?, Time Warp dan Touch-a Touch-a Touch Me sungguh asyik dibuat melantai, sementara Super Heroes cenderung depresif.

Segala kegilaan ini mungkin tidak akan ada artinya tanpa penampilan sinting dari Tim Curry. Dia nampak bersenang-senang dengan peran yang dimainkannya. Walaupun memiliki selera berpesta yang sama sekali tidak normal, Dr. Frank tergolong sukses memainkan perannya sebagai tuan rumah. Pestanya hidup. Para pemain lain hadir biasa saja tertutup performa apik dari Curry, namun sungguh menyegarkan mata bisa melihat Susan Sarandon muda yang cantik menggoda. Acungan dua jempol untuk Jim Sharman yang mampu menghadirkan pesta yang menyenangkan kepada para penonton. Saya tidak bisa berhenti bergoyang, menghentakkan kaki dan berdendang sejak Barry Bostwick berduet dengan Susan Sarandon di awal film. Sebuah olok-olok untuk film kelas B, science fiction dan horror ini mengajak Anda untuk melupakan segala kepenatan yang ada di pikiran dan mengeluarkan sisi terliar dari pribadi Anda. Naskah dan penggarapannya mungkin tidak sempurna. The Rocky Horror Picture Show mungkin tidak akan bisa menandingi kemahsyuran dan kedahsyatan The Sound of Music. Tapi jika Anda mencari sebuah hiburan ringan menyenangkan yang bisa mengajak Anda untuk menggila, maka film ini adalah pilihan yang sangat tepat. Selamat datang di pesta Dr. Frank-N-Furter!

Acceptable

2 comments:

  1. meski kontroversial, saya akuin the rocky horror show bisa jadi salah satu masterpiece! salam kenal yaa:D

    ReplyDelete
  2. Jujur emang ni film absurd bgt, film ter absurd yg pernah gw tonton. Sampe akhir credit aja masih nyari2 maksud ni film. Tapi mungkin itu yg bikin ni film jadi cult movie.

    ReplyDelete