Pages

December 4, 2011

REVIEW : ARISAN! 2


"Teman datang dan pergi. Tapi sahabat sejati, selalu di hati." - Meimei

Saat seseorang menyebut arisan, pikiran kita secara otomatis melanglang buana kepada sejumlah ibu-ibu yang tengah asyik ngerumpi, membicarakan semua hal dengan ceriwis, sok tahu, sinis dan tak jarang, pedas. Arisan merupakan salah satu acara yang paling saya sukai, selain resepsi pernikahan. Bukan arisan ibu-ibu tentu saja, tetapi arisan keluarga. Bertemu sanak saudara, saling melepas rindu, curhat, dan bercanda ria, mampu menghilangkan kepenatan hidup yang seakan tiada habisnya menerjang. Di era dimana nyaris tiada lagi ruang pribadi, arisan telah berkembang menjadi berbagai macam bentuk. Bagi sosialita di Jakarta, arisan mampu bernilai miliaran rupiah hingga tidak terhingga nilainya. Arisan bukanlah merupakan sebuah kebutuhan, melainkan hanya untuk menguatkan eksistensi mereka. Inilah yang mencoba untuk dikulik oleh Nia Dinata melalui Arisan!, delapan tahun silam. Bersama dengan Joko Anwar, Nia Dinata membongkar sisi kelam dari ibukota melalui sudut pandang lain. Bukan mengintip kehidupan masyarakat kelas sosial bawah yang berjuang menggapai impian, tetapi masyarakat kelas atas yang glamor dan bergelimangan harta yang hidup dalam kepalsuan.

Kepalsuan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan para sosialita di ibu kota, setidaknya itu menurut Nia Dinata melalui Arisan! 2. Tidak ada yang alami dalam kehidupan mereka, baik itu wajah, ciuman hingga persahabatan. Semuanya palsu, fake. Menarik rasanya melongok kehidupan lima sahabat dari Arisan! menjalani kehidupan sebagai sosialita setelah delapan tahun. Lita (Rachel Maryam) yang menjadi seorang ibu tunggal memutuskan untuk terjun ke ranah politik, Andien (Aida Nurmala) menjanda setelah kematian suaminya dan mencari ‘mangsa’ untuk dinikmati setiap malam, Nino (Surya Saputra) dan Sakti (Tora Sudiro) telah berpisah, sementara Meimei (Cut Mini) menyepi ke Lombok. Dalam Arisan! 2, storyline dari Andien dan Lita tidak dijadikan sebagai prioritas utama, malah terasa hanya sekadar sempilan belaka demi memberi ruang lebih kepada Meimei, Nino, dan Sakti. Problematika yang dihadapi oleh Meimei merupakan pokok permasalahan dari Arisan! 2. Sebuah rahasia disimpan rapat oleh Meimei kepada keempat sahabatnya. Kepergiannya ke Lombok bukan hanya untuk menikmati hidup, namun lebih dari itu.


Dipenuhi dengan dialog-dialog cerdas berisi nan menohok, akting yang memukau dan bahasa gambar yang terangkai dengan indah, Arisan! 2 adalah sebuah film yang menyenangkan untuk ditonton. Kepalsuan ibukota dipaparkan secara gamblang disini. Hanya saja sepeninggal Joko Anwar, Arisan! 2 terasa kurang nyinyir dan sinis dalam urusan mengkritisi kehidupan masyarakat perkotaan zaman sekarang. Pun begitu, naskah olahan Nia Dinata tetap menohok. Beberapa kali saya merasa tertampar dengan dialog-dialog yang diucapkan oleh tokoh-tokoh rekaannya. Sisi kelam Jakarta (atau bahkan malah Indonesia?) dari berbagai tingkatan sosial dan usia diungkap satu persatu dengan gaya yang manis, tanpa adanya kesan menceramahi. Gorengan yang dicampur dengan plastik, suntik botox, kepo, hingga generasi eksis yang merasa perlu apapun dipamerkan melalui situs jejaring sosial. Kekasih Nino yang kemayu, Okta (Rio Dewanto), merupakan perwakilan dari generasi eksis. Citra cowok macho yang melekat pada Rio Dewanto berhasil dilepaskan demi menghidupkan karakter Okta yang kemayu, manja dan menyebalkan. Berulang kali Rio Dewanto berhasil memancing tawa penonton, terlebih karakternya mengingatkan perilaku anak muda zaman sekarang. Setiap momen indah diabadikan, lalu dipamerkan melalui jejaring sosial. Seakan dunia perlu tahu apa yang sedang dia lakukan.

Jika ada yang menyebut Arisan! 2 sebagai versi Indonesia dari Sex and the City 2, maka itu sangat bisa dimaklumi. Pameran busana yang glamor, mewah, dan penuh warna tersebar di sepanjang film. Nia Dinata pun tidak memberikan asupan konflik yang mencukupi. Konflik yang dihadapi oleh Meimei dan keempat sahabatnya dihadirkan dengan sangat ringan, kelewat ringan malah. Bahkan untuk sekali ini, Nia Dinata lebih senang mengajak grup rumpi ini jalan-jalan ketimbang asyik bergosip dalam arisan. Ya, sekalipun masih memakai judul Arisan!, kegiatan arisan sedikit sekali dimunculkan. Nyaris tidak ada. Beruntung Nia Dinata tidak melakukan blunder yang sama dengan Michael Patrick King yang justru mengeksploitasi sekumpulan wanita tidak sadar umur dalam perjalanan tanpa tujuan yang jelas. Para pemain tetap solid. Mereka telah melebur dengan karakter masing-masing. Tujuan ke Gili Trawangan pun didasari motif yang kuat. Sekalipun Nia Dinata kurang berhasil untuk mengoneksikan penonton dengan perjalanan spiritual Meimei secara emosional yang seharusnya menjadi poin penting dari Arisan! 2, Nia Dinata mampu menyuguhkan sebuah tontonan yang menghibur. Agaknya Nia Dinata hanya ingin mengajak kita bersenang-senang tanpa perlu memikirkan jalan cerita yang berat dan berfilosofis.

Exceeds Expectations

No comments:

Post a Comment