Pages

February 26, 2020

REVIEW : SONIC THE HEDGEHOG


“This is my power and I’m not running away any more. I’m using it to protect my friends.”

Saat materi promosi Sonic the Hedgehog ditebar pada permulaan tahun lalu, warganet dan mereka yang mempunyai keterikatan secara personal maupun profesional dengan materi sumber dari film bersangkutan (baca: video game keluaran Sega) sepakat untuk menunjukkan reaksi senada seirama. Meringis, mengernyitkan dahi, lalu mengajukan keluhan secara berantai. Satu poin yang menjadi landasan keberatan pihak-pihak ini adalah visualisasi si karakter utama, Sonic, yang terkesan mengkhianati penggambaran dalam versi aslinya. Upaya si pembuat film untuk memperlihatkannya serealistis mungkin bukan saja melenceng dari pakem, tetapi juga menjadikannya tampak, errr… seram. Ya, mata hamba sampai mendelik sedemikian rupa kala pertama kali melihat wujudnya via trailer. Seolah-olah Paramount memiliki misi ingin menciptakan mimpi buruk bagi penonton cilik dengan menghadirkan tontonan ini. Seriously, it’s so creepy (!). Menuai respon negatif yang teramat sangat kencang dari berbagai penjuru, Sonic the Hedgehog pun diputuskan untuk diundur penayangannya dari semula di bulan November 2019 menjadi Februari 2020. Jeff Fowler selaku sutradara beserta tim memilih untuk merevisi desain si karakter tituler agar lebih setia dengan materi sumbernya dan keputusan ini tidaklah sia-sia belaka karena hasil akhirnya disambut secara riang gembira oleh para penggemar. Saya pun bersyukur tidak harus terdistraksi oleh satu imaji aneh selama menyaksikan Sonic the Hedgehog yang ternyata oh ternyata bisa dengan mudah dinobatkan sebagai salah satu adaptasi video game terbaik yang pernah dibuat.

Pada awal kemunculannya dalam Sonic the Hedgehog, seekor landak berwarna biru yang bisa mengeluarkan listrik dan berlari dengan sangat cepat bernama Sonic (disuarakan oleh Ben Schwartz) dikisahkan mendiami sebuah pulau yang cantik nan damai. Akan tetapi, saat kekuatannya dijadikan incaran oleh kelompok tertentu, pengasuhnya pun mengirimkannya ke bumi melalui satu portal yang dibentuk dari cincin ajaib. Demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan, Sonic memilih hidup secara sembunyi-sembunyi di Green Hills, Montana. Waktunya yang teramat sangat luang dimanfaatkannya untuk bermain-main menggunakan kecepatannya dan “mengintai” penduduk setempat. Salah dua warga yang menjadi kesayangannya adalah sheriff setempat, Tom (James Marsden), yang dijulukinya Raja Donat beserta istrinya, Maddie (Tika Sumpter). Kehidupan harmonis pasangan ini memunculkan rasa hangat dalam hati Sonic yang perlahan tapi pasti membuatnya tersadar bahwa dia merasa kesepian. Dia tidak memiliki teman untuk diajak berbagi, dia tidak juga memiliki keluarga. Dalam kemarahannya pada suatu malam, Sonic tanpa sengaja melepaskan energi listriknya yang memicu pemadaman massal di kawasan Barat Laut. Tentu saja, pemerintah seketika turun tangan dan menitahkan ilmuwan jenius nan sinting, Dr. Robotnik (Jim Carrey), untuk mengusut tuntas peristiwa ini. Menyadari keberadaannya tengah terancam, Sonic lantas mengekspos dirinya di depan Tom demi mendapatkan bantuan. Meski mulanya keberatan, Tom akhirnya bersedia menemani Sonic dalam satu perjalanan menyelamatkan diri yang mendekatkan hubungan keduanya.


Ditinjau dari segi plot, sebetulnya tidak ada yang keistimewaan yang melekat dalam tubuh Sonic the Hedgehog. Malah bisa saja disebut klise. Naskah yang disodorkan oleh Pat Casey dan Josh Miller pun beranjak dari satu premis klasik khas film keluarga berbasis fantasi dan fiksi ilmiah dimana si makhluk asing diceritakan membentuk ikatan unik dengan teman manusianya. Dari awalnya dirundung keraguan maupun ketakutan, keduanya lantas semakin berani untuk menentang marabahaya dan menundukkan sang villain seiring berjalannya durasi. Tidak ada yang baru, tidak ada yang unik, serta mudah sekali diterka kemana rentetan konfliknya akan bermuara. Bagi penonton yang mendamba pembaharuan, apa yang dicelotehkan oleh Sonic the Hedgehog boleh jadi hanya menimbulkan rasa jenuh. Tapi jika kamu bersedia menerimanya lantaran memang sebatas memburu penghiburan (well, ekspektasi wajar kala menonton film adaptasi video game), maka kamu akan sangat mudah dalam menikmati setiap menit dari film ini. Ya, tiada disangka-sangka, ternyata Sonic the Hedgehog mampu terhidang sebagai sajian eskapisme yang sangat mengasyikkan dan keputusan untuk mengemukakan narasi usang pun pada akhirnya bisa dipahami. Bagaimanapun juga, plot lawas semacam ini masih bisa bekerja dengan baik dibawah penanganan seorang tukang bercerita yang tepat. Jeff Fowler, seorang ahli efek khusus dalam debut penyutradaraan film panjangnya, rupanya mempunyai keahlian dalam hal pengaturan waktu maupun mengolah rasa. Dia tahu kapan saatnya berkelakar, dia tahu kapan saatnya memberi hentakan, dan dia juga tahu kapan saatnya mengkreasi momen menghangatkan hati.

Itulah mengapa, elemen komedik serta dramatik dalam Sonic the Hedgehog acapkali mulus mengenai sasaran. Bukan hanya pada adegan-adegan inti yang menyoroti interaksi si karakter tituler dengan Tom yang tektokannya berlangsung secara alami, tetapi juga pada adegan kecil seperti saat keponakan Maddie menghadiahi sepatu untuk Sonic. Hati hamba seketika terasa nyesss menyaksikannya. Hal yang sama juga berlaku pada asupan humornya yang sekalipun ada kalanya terlampau kekanakkan (tak heran, bagaimanapun juga ini film keluarga), tapi amat efektif dalam mengundang gelak tawa. Entah dari relasi Sonic bersama keluarga barunya yang mencakup kakak kandung Maddie yang ceriwis, atau dari tingkah polah nyeleneh Dr. Robotnik yang dibawakan secara over-the-top oleh the one and only, Jim Carrey. Telah cukup lama menekuni peran-peran dalam koridor drama, sungguh membahagiakan rasanya bisa kembali melihat Pak Carrey bersenang-senang dengan peran komedi yang menuntutnya untuk berimprovisasi sekaligus tampil seekspresif mungkin. Masih ingat dengan karakternya di Ace Ventura: Pet Detective (1994) atau Liar Liar (1997)? Seperti itulah Carrey yang kalian lihat di sini. Usai beristirahat panjang, kecakapannya dalam ngelaba terbukti tidak meluntur yang tentu saja membantunya untuk menghidupkan Dr. Robotnik. Di tangan pelakon yang salah menginterpretasi, karakter ini akan membuatmu berharap dia tidak pernah ada di film ini. Namun saat dimainkan oleh Carrey, terbentuk keinginan untuk senantiasa menyaksikan aksi gilanya yang tak pernah gagal dalam mengundang gelak tawa lantaran terus dimodifikasi di setiap kemunculannya.


Disandingkan dengan Carrey adalah James Marsden dan Ben Schwartz yang tak kalah mencuri perhatiannya serta sama-sama tampak menikmati peran masing-masing. Marsden bermain nyaman nan lepas sebagai Tom yang “dipinjam” oleh Sonic untuk melakoni satu perjalanan darat yang membawa perubahan, sedangkan Schwartz memberi sumbangan suara yang penuh energi bagi Sonic. Adanya chemistry dalam rangkaian adu dialog membuat penonton sanggup menyematkan simpati kepada keduanya. Terlebih, keduanya punya pergolakannya sendiri-sendiri yang bisa jadi akan relate dengan banyak penonton: Sonic mendamba keluarga yang peduli kepadanya dan Tom ingin dirinya bisa mendatangkan manfaat bagi orang lain. Tak ayal, saya pun ingin menyaksikan mereka menuntaskan misi dengan sukses, lalu melihat mereka bersatu sebagai keluarga. Munculnya kepedulian kepada karakter-karakter inti (bahkan kepada Maddie yang punya kontribusi dalam penceritaan) inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa mudah bagi diri ini untuk menyukai Sonic the Hedgehog. Tentu disamping banyaknya gelak tawa, visualisasi Sonic yang memuaskan, serta tersajinya gelaran laga seru seperti saat Robotnik meluncurkan serangan “Russian doll” yang merupakan salah satu momen terbaik dalam film.

Note : Ada adegan tambahan di sela-sela end credit yang teramat sayang buat dilewatkan khususnya bagi penggemar berat Sonic. Jadi jangan buru-buru keluar ya!

Exceeds Expectations (3,5/5)



   

9 comments:

  1. Review sebelum iblis menjemput 2 dan Teman tapi menikah 2 ditunggu ya min 😁😁

    ReplyDelete
  2. Kirain bakalan Outstanding,,
    Mau nonton takut kecewa kaya detektiv pikachu 😬, sama cuma pen liat CGI sonic plus Jim Carrey nya doang sih, solanya pas maen YES MAN sama Bruce Almighty keren banget, (nggak tau itu film taun brapa) hahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau cuma pengen liat Jim Carrey sih, tontonlah. Dia bagus banget disini. Mengobati kerinduan ke perannya di masa lampau.

      Delete
  3. Diriku ngeliat gambar sonic nya aja udah males wkwk

    ReplyDelete
  4. Ternyata ada knuckles di film ini huhu..yg gerombolan mau nyulik sonic itu

    ReplyDelete
  5. serius mending ini dari pada pokemon kemarin, joke nya pas menghibur dan jim carrey tentunya 😆

    ReplyDelete