Pages

September 16, 2020

REVIEW : THE MYSTERY OF THE DRAGON SEAL


“I’ve been waiting for this for a long time.”

Saat hamba mengira tahun 2020 ini mustahil untuk semakin aneh dan random, tiba-tiba diri ini menyaksikan sebuah film berjudul The Mystery of the Dragon Seal yang mengedepankan Jackie Chan dan Arnold Schwarzenegger sebagai jualan utamanya. Sebuah film produksi kolaborasi antara Rusia dan Cina (di dua negara tersebut, film ini telah dirilis pada tahun lalu) yang membuat saya berulang kali mengucap “what the hell” di sepanjang durasi. Apakah ini pertanda buruk? Well, tergantung perspektif. Jika kamu mendamba tontonan dengan plot koheren yang di dalamnya mengandung isu-isu relevan untuk diperbincangkan, maka sudah barang tentu film arahan Oleg Stepchenko ini tidak semestinya ditaruh dalam daftar tontonan. Tapi jika kamu, seperti saya, sedang membutuhkan sajian hiburan ringan untuk sejenak mendistraksi dari cobaan hidup yang menguji kewarasan, The Mystery of the Dragon Seal jelas memenuhi persyaratan. Merentang cukup panjang hingga mencapai 2 jam, kamu akan disuguhi satu tontonan bergenre action-adventure-fantasy yang tingkat random dan absurd-nya tidak ada obat sampai-sampai akan membuat para penonton kritis bungkam seribu bahasa karena memang, film ini berceloteh sesuka hati dan memang diniatkan demikian sedari awal.

The Mystery of the Dragon Seal yang merupakan sekuel dari film Rusia laris manis bertajuk Viy (2014) ini kembali mengikuti petualangan seorang pembuat peta bernama Jonathan Green (Jason Flemyng). Sekali ini, Jonathan berniat untuk mengabadikan daratan Cina dalam wujud peta sehingga dia pun menempuh perjalanan darat dari Rusia menuju Cina ditemani oleh Cheng Lan (Helen Yao). Seorang perempuan misterius yang menyamar sebagai laki-laki demi menutupi identitas sesungguhnya sebagai ratu. Konon, Cheng Lan bersama sang ayah, Master (Jackie Chan), diasingkan ke Rusia selepas kampung halaman keduanya diambil alih oleh penyihir golongan hitam. Si penyihir berniat mengambil untung dari penjualan teh berkhasiat di kampung tersebut yang daunnya tumbuh dari alis seekor naga. Sementara Cheng Lan berniat untuk menyelamatkan masyarakat di kampungnya, Master yang ditahan di satu penjara dibawah kekuasaan James Hook (Arnold Schwarzenegger) menemukan celah untuk melarikan diri selepas menerima surat yang dikirim oleh seekor merpati. Dalam satu kerusuhan yang dipantik oleh Miss Dudley (Anna Churina), istri dari Jonathan, yang menjadi sang sahabat pena, Master yang dihadang oleh James pun menitahkan rekan satu selnya, Peter (Yuri Kolokolnikov), untuk memberikan Segel Naga miliknya kepada Cheng Lan. Segel ini dipercaya memiliki kekuatan magis untuk mengontrol si naga penghasil daun teh.

Terdengar rumit? Sayangnya begitulah cara The Mystery of the Dragon Seal bercerita. Alih-alih mengetengahkan pada sepak terjang Jonathan Green semata, film turut menghadirkan intrik lain yang melibatkan karakter-karakter baru seperti Cheng Lan beserta keluarga dan rakyatnya, serta Peter yang rupa-rupanya seorang Tsar. Selama beberapa saat, diri ini sempat kewalahan untuk menemukan benang merah antar subplot yang begitu riuh dan konyol tersebut hingga “surat dari merpati” datang. Dari titik inilah level kesenangan yang sejatinya sempat menguka saat dongeng asal mula daun teh dicelotehkan oleh Jackie Chan selaku narator, kembali terdeteksi. Dalam menghamparkan elemen petualangan dan laganya, Oleg Stepchenko mencoba untuk mengombinasikan segala referensi yang dijumputnya dari Pirates of the Caribbean sampai film-film fantasi produksi Negeri Tirai Bambu. Perpaduannya dengan skrip njelimet nan suka-suka gue berisi dialog menggelikan dan polesan efek khusus yang kurang mulus memang berpotensi untuk membuat film terjerembab. Tapi kesadaran penuh si pembuat film bahwa karyanya ini memang lebih cocok disajikan sebagai “hiburan konyol-konyolan” belaka yang tak semestinya dianggap serius dan keahliannya dalam menjaga tempo penceritaan belaka memungkinkan bagi The Mystery of the Dragon Seal untuk tampil menghibur tanpa pernah terasa membosankan. Terlebih, production value-nya pun tidak malu-maluin.

Kualitas CGI film ini yang semenjana mampu dikompensasi oleh bangunan set dan kostum megah yang dibingkai secara cantik oleh Ivan Gudkov beserta Man-Ching Ng selaku sinematografer. Hasilnya, memunculkan kesan seperti dilempar ke negeri dongeng yang indah nan misterius di abad ke-18. Dari penjara yang memerangkap Master, istana yang dihuni oleh ratu abal-abal, sampai pertarungan puncak seru yang memberi kesempatan bagi film untuk memamerkan koreografi laga hasil rekaan anak buah Jackie Chan (FYI, production house Spakle Roll Media milik Pak Jackie juga punya andil besar dalam produksi film ini). Disamping hamparan visual dan kejenakaan yang muncul dari petualangan para karakternya – baik sengaja maupun tidak – kekuatan lain dari The Mystery of the Dragon Seal tentu saja bersumber dari jualan utamanya: tanding antara Jackie Chan dengan Arnold Schwarzenegger. Pertemuan dua aktor laga tersebut sudah cukup memberikan alasan untuk menonton film ini dan sang sutradara pun tidak menyia-nyiakan keberadaan keduanya. Setidaknya ada satu momen emas yang menampilkan mereka saling bak bik buk dengan elemen komedik yang kental. Memang tidak sampai level “layak dikenang yang membuat rahang jatuh”, tapi menyaksikan dua Opa ini begitu bersenang-senang melalui pertarungan yang absurd nan random jelas pemandangan langka. Kapan lagi coba kita mendapat kesempatan ini?

Acceptable (3/5)     

*Saat ini Waiting for the Barbarians ditayangkan secara eksklusif di situs streaming Mola TV. Kalian bisa menontonnya dengan mendaftar dan membayar paket langganan sebesar Rp. 12.500/30 hari. Murah sekali dan mudah sekali karena pembayaran dapat dilakukan melalui OVO maupun virtual account.*

4 comments: