Pages

September 24, 2020

REVIEW : TIMMY FAILURE MISTAKES WERE MADE

“If you love what you do, you gotta fight for it.”

Diangkat dari buku kanak-kanak rekaan Stephan Pastis, Timmy Failure: Mistakes Were Made menyoroti tingkah polah seorang bocah berusia 11 tahun, Timmy Failure (Winslow Fegley), yang mempunyai imajinasi tanpa batas. Tinggal bersama sang ibu, Patty (Ophelia Lovibond), di pinggiran kota Portland, Timmy yang menjalankan agensi detektif swasta bernama Total Failure Inc. ini menganggap dirinya sebagai detektif kelas wahid. Rekannya pun tidak tanggung-tanggung, seekor beruang kutub bernama Total yang konon terdampar di kampung halamannya selepas es di Kutub Utara mulai mencair akibat pemanasan global. Timmy yang berulang kali menekankan “enggan bekerjasama dengan penegak hukum” sejatinya hanya mengambil kasus-kasus remeh seperti tas teman sekolahnya yang menghilang. Itupun bukan berdasar keinginan tulus sang klien, melainkan setelah si tokoh utama terus mendesaknya. Harapan Timmy untuk mendapatkan kasus yang benar-benar serius lantas muncul ketika segway milik Patty yang dikendarainya kemana-mana mendadak raib. Mengingat benda tersebut adalah satu-satunya barang yang dinilai berharga oleh sang ibu, maka tentu saja duo Timmy-Total harus bekerja keras untuk menemukannya. Dalam penelusuran, keduanya mencurigai keterlibatan mafia Rusia yang selama ini mengawasi setiap gerakan yang dilakukan oleh Timmy. Bahkan, ini mungkin ada kaitannya dengan teman sekelasnya yang dijuluki “The Nameless One”.

Sepintas, Timmy Failure: Mistakes Were Made memang terlihat seperti film untuk seluruh keluarga yang ringan-ringan saja. Tokoh utamanya adalah seorang bocah tukang bikin onar dengan konflik inti seputar mencari keberadaan segway milik sang ibu. Oh, plus ada seekor beruang kutub yang tidak pernah sekalipun berkontribusi pada penyelidikan kecuali terdistraksi dengan hal lain dan membuat rekannya ngedumel “that’s a demerit”. Sama sekali bukan hewan yang cerdas. Yang kemudian menjadikan film arahan Tom McCarthy (The Visitor, Spotlight) ini tidak sekopong itu adalah fakta bahwa imajinasi liar sang protagonis merupakan produk dari trauma. Semasa kecil, Timmy ditinggal pergi oleh sang ayah dan semenjak hari menyedihkan tersebut, Patty jarang hadir dalam kehidupan putranya lantaran harus mengambil dua pekerjaan demi membayar kontrakan. Guna mengisi kekosongan, Timmy menciptakan sesosok teman khalayan berwujud beruang kutub yang setia menemaninya kemanapun dia pergi. Keberadaan Total ini pula yang lantas menciptakan benteng penyekat antara si tokoh utama dengan karakter lain. Rasa kecewa yang teramat sangat akibat ditelantarkan oleh orang tuanya secara perlahan tapi pasti membentuk trust issue dalam dirinya sehingga dia kerap melihat siapapun yang mencoba mendekati dirinya – maupun Patty – sebagai ancaman. Dia tidak percaya terhadap cinta, dia tidak pula percaya terhadap bantuan orang lain.  

Mekanisme pertahanan dirinya yang senantiasa bekerja inilah yang membuat karakter Timmy agak sulit untuk disukai bagi sebagian penonton. Diperlukan pemahaman terlebih dahulu mengenai kondisinya agar bisa mengerti karakteristiknya berikut penolakan demi penolakan yang ditunjukkannya. Dia enggan mengucap “ya” dan “maaf”, kosa katanya rumit bak jurnal ilmiah, dan Timmy jelas ogah memperbincangkan permasalahan pribadinya dengan orang lain. Di saat Patty tak mampu menembus benteng yang dibangun oleh sang putra, film menghadirkan dua karakter lain yang bersedia untuk meladeni polah ajaib si bocah. Mereka adalah Crispin (Kyle Bornheimer) yang merupakan kekasih Patty sekaligus seorang petugas parkir dan Pak Jenkins (Craig Robinson) yang bekerja sebagai konselor sekolah. Kepada dua karakter tersebut, Timmy bersedia untuk berbagi mengenai misi yang tengah dilakoninya seperti menghadapi mafia Rusia yang berupaya menyabotase bisnisnya dengan mencuri segway milik Patty. Apakah subteks ini terdengar, errr… berat nan kompleks? Buat penonton cilik yang sudah kedarung cocok dengan produk-produk hiburan yang penuh gegap gempita dengan tempo bergegas, bisa jadi demikian. Timmy Failure: Mistakes Were Made tak ubahnya “film kecil” minim momen bombastis yang menghimpun sketsa-sketsa guna memvisualisasikan imajinasi Timmy yang mesti diakui merupakan daya tarik utama film ini. Seringkali nyeleneh dan tak terbayangkan, tapi jelas menggelitik.

Ya, imajinasi si karakter kunci yang infinity and beyond lah yang menghadirkan gelak tawa di film ini. Dari bagaimana dia membayangkan kecerobohan Total yang betul-betul total, bagaimana dia mengartikan sejumlah istilah secara harfiah, dan bagaimana dia memandang permasalahan yang tengah dihadapinya. Terlihat penuh halang rintangan bak film laga yang mendebarkan, meski kenyataannya ya lempeng-lempeng saja. Timmy Failure: Mistakes Were Made yang unggul dalam perkara meramu elemen komedik ini turut terbantu oleh performa mengagumkan jajaran pelakonnya. Perhatikan deh ekspresi Winslow Fegley yang angkuh seolah dia punya kemampuan bak Sherlock Holmes, kamu mungkin akan sebal bukan kepalang jika berada dalam posisi musuh bebuyutannya, Pak Frederick (Wallace Shawn), yang juga gurunya. Rasanya minta digiles. Tapi Wallace Shawn sendiri tidak jauh berbeda karena karakternya dideskripsikan sebagai villain berapi-api yang berniat mengenyahkan Timmy. Interaksi benci-tapi-sayang diantara keduanya menjadi salah satu sumber kesenangan dari film ini terlebih kala mereka kucing-kucingan di Bonneville Dam. Asyik sekali. Sementara duo tersebut bertugas menjaga garda komedi, Ophelia Lovibond dan Craig Robinson mempunyai peranan dalam menghidupkan elemen dramatik. Lovibond tampak tulus menyayangi putranya sekalipun dia kerap kewalahan menanganinya, lalu Robinson memberi kesempatan bagi film untuk menyuarakan pesannya sekaligus menghadirkan momen menghangatkan hati. Dari wejangan-wejangan Pak Jenkins, kita bukan saja belajar untuk memahami dan bersimpati kepada Timmy. Tapi juga belajar untuk memahami diri sendiri, mencintai diri sendiri, serta menghargai orang lain.

Bisa ditonton di Disney+ Hostar Indonesia

Outstanding (4/5)  


6 comments:

  1. Review devil all the time ga bang?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belum tahu, lagi nyoba prioritaskan film Indonesia dulu

      Delete
  2. Review film Indonesia juga dong bang, perasaan, sejak pandemi nggak pernah ngereviewv film Indonesia sama sekali.
    padahal kan,, film Indonesia yang langsung tayang streaming kan ada banyak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lagi bosen nulis dan kebanyakan film Indonesia yang rilis kemarin malah bikin bete. Ini lagi coba dikejar satu persatu, dimulai dari Mudik dulu

      Delete
    2. Iya juga sih Bang, Sabar ini ujian terbaik, coba ditonton. Kalau mau bersenang-senang, Benyamin Biang Kerok dua, sama Warkop DKI4 :d

      Delete