Apakah kamu familiar dengan film
Prancis berjudul The Intouchables
(2011)? Jika tidak, dua hal yang perlu diketahui mengenai film ini adalah: 1)
narasinya terinspirasi dari kisah persahabatan nyata antara seorang pebisnis
sukses dengan perawat pribadinya yang berasal dari strata sosial dan ras
berbeda, dan 2) The Intouchables tergolong
film yang fenomenal. Bukan hanya sukses besar di kampung halaman, tetapi turut
menyebar ke negara-negara lain yang lantas menempatkannya sebagai salah satu
film Prancis paling banyak dipirsa sepanjang masa. Pencapaiannya di tangga box
office – plus, film ini pun berjaya pula di ajang penghargaan termasuk
mengganjar Omar Sy dengan piala Best Actor di Cesar Award (Oscar-nya sinema
Prancis) – membuat The Intouchables
dilirik sederet produser yang meminta hak pembuatan ulang. Disamping India yang
segera memiliki dua versi dan Argentina yang telah merilis interpretasinya pada
tahun 2016 silam, Hollywood pun enggan ketinggalan. Telah dicanangkan sedari
tahun 2012, sayangnya ada berbagai ganjalan yang menyertai perjalanan remake ini dari pergantian konfigurasi kru
dan pemain sampai skandal pelecehan seksual oleh Harvey Weinstein (pemilik The
Weinstein Company, pemegang hak remake)
yang menyebabkan film bertajuk The Upside
sempat terombang-ambing nasibnya. Usai diakuisisi oleh STX Films, film yang
menempatkan Kevin Hart dan Bryan Cranston di garda terdepan pemain ini pun
akhirnya memperoleh kepastian rilis pada awal 2019.
Mengingat The Upside tak lebih dari bentuk interpretasi Hollywood untuk The Intouchables, sudah barang tentu tak
ada perombakan signifikan dalam hal penceritaan. Di sini, karakter utamanya
tetaplah seorang pebisnis kaya raya yang mengalami kelumpuhan hampir di sekujur
tubuh bernama Phillip Lacasse (Bryan Cranston) dan seorang mantan narapidana
yang mencoba bertaubat bernama Dell Scott (Kevin Hart). Kedua karakter yang
memiliki dunia, karakteristik, serta fisik bertolak belakang ini berjumpa
secara tidak sengaja saat Phillip beserta sekretaris pribadinya, Yvonne (Nicole
Kidman), sedang mewawancarai sejumlah kandidat yang melamar sebagai perawat purnawaktu
Phillip. Dell yang mengikuti wawancara ini hanya demi memperoleh tanda tangan
yang menyatakan bahwa dia mencari pekerjaan, rupa-rupanya menarik perhatian
Phillip yang menganggap kandidat lain kelewat serius. Ketimbang sekadar
memberinya tanda tangan, Phillip justru menawarkan pekerjaan bagi Dell. Meski
awalnya ogah-ogahan, Dell akhirnya menyetujui tawaran ini terlebih gaji yang
diterimanya lebih dari cukup untuk menebus kesalahannya pada mantan istri dan
putra tunggalnya. Berhubung Dell tidak pernah mendapat pelatihan apapun terkait
merawat seseorang, hari-hari pertama menjalani pekerjaan life auxiliary terasa berat bagi Dell, Phillip, maupun Yvonne yang
berusaha keras untuk memecat Dell. Tapi seiring berjalannya waktu dimana sisi sensitif
dari Dell turut mengemuka, Phillip secara perlahan tapi pasti bisa menerima
kehadiran Dell dan bahkan, dia menemukan kembali semangat hidup yang sebelumnya
telah meredup tatkala dia menyadari bahwa masih ada seseorang yang memandangnya
sebagai manusia normal.
Apabila kamu telah menyaksikan The Intouchables – apalagi sangat
menyukainya, seperti saya – maka tidak ada hal baru yang bisa didapatkan dari The Upside. Pada dasarnya ini adalah
film yang serupa baik dari segi narasi maupun pengadeganan, kecuali adanya
beberapa penyederhanaan di area konflik personal dan ketersediaan karakter yang
melingkungi Phillip. Ya, sekalipun The
Upside memiliki rentang durasi yang lebih panjang, film arahan Neil Burger
(Limitless, Divergent) ini justru mereduksi cukup banyak hal yang membuat
materi sumbernya terasa menggigit dan sebatas menghadirkannya sebagai sebuah
kisah persahabatan yang generik. Di sini, penonton tidak banyak memperoleh
kesempatan untuk melihat interaksi Dell dengan keluarga kecilnya yang ternyata
bersedia begitu saja menerima kembali kehadiran Dell setelah dia membawa
segepok uang (kontradiktif dengan pernyataan Phillip: money can’t buy everything), dan Phillip pun tampak sangat kesepian
sehingga tak heran jika kemudian dia berubah menjadi seorang suicidal. Saya tak ingin terus membandingkannya
dengan versi asli, tapi sungguh, saya rindu dengan suasana rumah si protagonis
yang guyub. Si perawat pribadi bernama Driss yang gayanya agak slengean ini tak
hanya membawa perubahan pada sang atasan tetapi juga orang-orang di sekitarnya.
Rasa hangat yang telah lama menghilang sejak kepergian “nyonya”, menyelimuti
lagi rumah ini. Penonton pun bisa memafhumi mengapa Driss bisa dicintai oleh
orang-orang terdekat Philippe dan sanggup pula mengerti mengapa dia bisa
mempertahankan ikatan persahabatan selama bertahun-tahun dengan Philippe.
Sesuatu yang sayangnya tidak terlalu bisa dirasakan dalam The Upside yang tak juga membuat saya benar-benar bisa memahami pesan yang ingin dihantarkan dibalik ikatan persahabatan dua protagonis utamanya.
Harus diakui, Kevin Hart dan
Bryan Cranston bermain bagus di sini. Hart membuktikan bahwa dia juga mempunyai
range emosi mencukupi yang
memungkinkannya bermain di genre drama, sementara Cranston ditengah segala
keterbatasan ruang geraknya (karakternya hanya bisa menggerakkan tubuh di
bagian kepala) sanggup menyalurkan emosi melalui peralihan mimik muka dengan
baik. Ditambah dengan adanya chemistry
yang bisa terdeteksi, keduanya adalah koentji bagi The Upside yang mengalami kendala di sektor naskah dan
penyutradaraan. Tanpa sokongan performa apik kedua pemain ini – plus Nicole
Kidman yang kentara telah berusaha maksimal dalam membawakan karakter Yvonne
yang karakteristiknya ditulis amat tipis – maka bisa jadi film akan terasa
sukar dinikmati. Mereka berdua yang menyebabkan The Upside masih memiliki kandungan hiburan seperti diharapkan oleh
para penonton yang menebus tiket film ini di bioskop. Paling tidak, mereka
menghadirkan sejumlah gelak tawa yang dipicu oleh kecanggungan Dell dalam
beradaptasi dengan pekerjaan beserta lingkungan barunya yang sama sekali
berbeda (seperti bagaimana dia mencoba memahami karya seni dalam wujud lukisan
atau opera), lalu pandangan Dell dengan Phillip dan Yvonne yang seringkali
bertentangan, sampai interaksi Dell dan Phillip sebagai dua sohib baru. Yang paling
mengasyikkan diantara semuanya adalah saat-saat dimana Dell mengajak serta
Phillip dalam serangkaian petualangan kecil yang telah lama tidak dia dapatkan.
Meski kesenangannya tidak lagi tinggi karena sebagian diantaranya hanyalah
pengulangan, kecuali adegan menghisap ganja bareng (!), tapi saya masih bisa
terhibur menyaksikan adegan berkejar-kejaran dengan mobil polisi, jalan-jalan
malam berujung santap makanan, serta menikmati pertunjukkan opera.
Situs Nonton Movie Online QQCINEMA21.Streaming Film Online Bioskop Box Office Terlengkap 2019 Subtitle Indonesia Kualitas HD, BLURAY dan Gratis Download Film-film Terbaru
ReplyDeleteMin, padahal film aslinya film the intouchable film favorit ane..
ReplyDeleteFilm ini bagi saya standar min, yang film aslinya w kasih bintang 5.. karena sangat menyentuh.. yang film aslinya masuk dalam list film yang akan saya tonton berulang2
ReplyDeleteGood shaare
ReplyDelete