June 11, 2013

REVIEW : COBOY JUNIOR THE MOVIE

 

”If you want to do something, do it right or don’t do it at all”

Rasa-rasanya, nyaris tidak ada anak-anak dan remaja di Indonesia zaman sekarang yang tidak mengenal boyband cilik bernama Coboy Junior. Coba tanyakan kepada adik, keponakan, tetangga, sepupu, cucu, atau malah anak dari mantan gebetan (eaaa....) Anda tentang pelantun tembang 'Kamu' dan 'Eeaaa' ini, hampir bisa dipastikan mereka mengetahuinya. Beberapa diantaranya malah mungkin saja termasuk dalam ‘Comate’ (sebutan untuk fans Coboy Junior). Coboy Junior seolah telah menjelma sebagai kiblat kehidupan bagi anak-anak serta remaja di Indonesia. Kasarnya, ini kurang lebih menyerupai para ABG yang tergila-gila hingga rela mati demi (yah, katakanlah) One Direction atau Super Junior, hanya saja generasi yang lebih muda ini tak bertindak seekstrim itu. Mereka cukup menjadikannya sebagai panutan untuk tindak tanduk atau gaya hidup sehari-hari. Dan... dengan menyimak fenomena para koboi cilik yang teramat dahsyat seperti sekarang ini, maka Falcon Pictures pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas untuk mendapuk mereka sebagai bintang utama dalam film tentang mereka yang diberi judul Coboy Junior the Movie. Apabila Anda adalah seseorang yang dengan bangga memproklamirkan diri sebagai Comate, maka film yang disutradarai oleh Anggy Umbara yang baru saja memulai debutnya melalui Mama Cake ini adalah suguhan wajib yang tak semestinya dilewatkan. Coboy Junior the Movie adalah sebuah film yang sangat mengasyikkan untuk disimak. 

Film dibuka dengan awal mula terbentuknya Coboy Junior setelah sebuah pementasan musikal Laskar Pelangi di tahun 2010 dimana seorang produser bernama Patrick Effendy (Abimana Aryasatya) merekrut empat remaja berbakat yang terdiri dari Aldi (Alvaro Maldini Siregar), Bastian (Bastian Bintang Simbolon), Iqbaal (Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan), dan Rizky (Teuku Rizky Muhammad). Setelah masing-masing individu melakukan sejumlah pertimbangan dan perundingan dengan orang tua, mereka berempat sepakat untuk menerima ajakan dari Patrick. Usai grup terbentuk dan popularitas perlahan-lahan mulai menanjak, Coboy Junior memutuskan untuk menantang diri mereka sendiri demi mengukur kemampuan dengan mengikuti sebuah kompetisi nyanyi dan tari berskala nasional, Explode. Secara otomatis, maka tanggung jawab yang diemban oleh keempat personil ini kian membesar terlebih nama grup yang menjadi taruhannya. Apa yang kemudian menjadi perhatian si pembuat film adalah upaya dari setiap personil untuk menggapai kesuksesan dengan bersatu sebagai tim serta bagaimana mereka melatih diri dalam memberi perhatian yang sama rata kepada pekerjaan, pendidikan, serta kehidupan pribadi. Ketika salah satu terabaikan, maka percikan konflik pun dapat tersulut dengan mudahnya. 

Whoaaa... siapa yang mengira jika Coboy Junior the Movie akan mengandung energi positif yang besar di dalamnya. Ada banyak kebahagiaan serta keceriaan yang bisa didapat saat menontonnya – entah Anda adalah Comate maupun bukan. Saya, yang sebelumnya lebih banyak mengenal grup ini berkat keponakan yang sangat mengidolakan mereka, sama sekali tidak menduga jika akan sangat menikmati film ini. Kata yang paling tepat untuk menggambarkan film ini seperti apa adalah... fun, fun, fun! Anggy Umbara yang kembali berpasangan dengan Hilman Mutasi selaku penulis skrip setelah film panjang perdananya, sanggup menciptakan jalinan penceritaan yang menarik untuk disimak. Mereka tidak memanfaatkan Coboy Junior sebagai boneka pajangan yang mengikuti alur yang mereka ciptakan, namun justru alur ini yang dihantarkan oleh Coboy Junior. Sekalipun Aldi dan Iqbaal lebih banyak mendapat sorotan (kaitannya dengan konflik yang diterima), ini tidak lantas melukai posisi Bastian dan Kiky. Setiap personil mampu mencuri perhatian dengan caranya sendiri-sendiri dan mereka pun bermain dengan sangat lepas. Menjadi diri mereka sendiri. Inilah yang menjadikannya menyenangkan. Chemistry yang terjalin diantara setiap personil telah begitu rekat dan padu sehingga ketika mereka tengah kumpul, berbincang-bincang, dan bersenda gurau, suasana menjadi seru. Tidak ada rasa canggung, kikuk, atau aneh yang melingkupi. Jika meminjam istilah anak gaul masa kini, segalanya menjadi... ‘pecah’! 

Dari sisi musikal, Anggy Umbara pun tidak mengerjakannya secara main-main dan ala kadarnya. Ada keseriusan yang terlihat sekalipun untuk beberapa konsep dari koreografi tari sulit untuk tidak membandingkannya dengan franchise laris Step Up dan para pemain kentara sekali lipsync dengan gerakan mulut yang seringkali tidak sesuai dengan lirik lagu. Tapi itu masih dapat dimaafkan terlebih karena masih ada stage yang dibangun dengan cukup meyakinkan, kostum yang terbilang cakep, pemilihan lagu yang menarik, berani, dan beragam; 'Begadang', 'Bujangan', 'Tak Gendong', 'Kompor Meleduk', sejumlah lagu populer masa kini hingga Sholawat Badar, yang kesemuanya diaransemen ulang demi mengakomodir koreografi tari yang serba energik dan memasukkan banyak unsur hip hop serta R&B, dan kemeriahan dari penonton – baik penonton dalam film maupun penonton dalam bioskop. Tanpa disadari, kaki pun turut menghentak-hentak dan mulut pun turut berdendang ria. 

Seperti halnya Mama Cake, Anggy Umbara juga turut menyesaki film dengan pesan moral yang untuk sekali ini ditebar dengan berbagai cara – dari mulai untaian kata-kata mutiara yang muncul dalam pergantian scene hingga narasi yang dituturkan oleh Coboy Junior yang dikemas bak mockumentary – dan berbagai tokoh sepanjang film. Bagi saya, ini sesekali terasa berlebihan dan mengganggu karena film disulap menjadi mimbar Masjid, namun jika dipandang dari sudut pandang lain – dalam hal ini penonton cilik dan orang tua – maka segalanya menjadi efektif. Penonton tidak hanya sekadar memperoleh hiburan, namun juga motivasi serta pembelajaran. Bisa dibayangkan bagaimana para orang tua akan mengingatkan anak-anak mereka usai menonton film ini, “hayooo... ingat nggak apa yang dikatakan / dilakuin sama Coboy Junior?”. Ini berarti, pesan tersampaikan. Para pencari pesan moral dalam film jelas akan kegirangan dengan apa yang disuguhkan oleh Anggy dan Hilman di sini. 

Pada akhirnya, mengesampingkan berbagai kekurangan disana sini yang menghinggapi, Coboy Junior the Movie tetaplah sebuah film yang sungguh mengasyikkan untuk ditonton. Penuh dengan energi positif, keceriaan, kebahagiaan, kejenakaan, dan pesan moral di dalamnya. Coboy Junior yang bermain secara natural, apa adanya, dan lepas sebagai diri mereka sendiri menjadikan penonton untuk merasa dekat dengan mereka. Dan ini turut terangkat berkat penggarapan dari Anggy Umbara serta skrip hasil racikan Hilman Mutasi yang memungkinkan sang tokoh utama untuk tampil menonjol. Coboy Junior the Movie menjadi semakin menyenangkan untuk ditonton berkat adanya ‘battle dance’ dengan koreografi tari yang lumayan seru, pilihan lagu yang menarik, serta kostum yang apik. Fun!

Acceptable


5 comments:

  1. nggak sampe rela mati juga lah. saya fans Super junior tapi nggak sampe segila itu. Maaf OOT.

    ReplyDelete
  2. wah coboy junior sudah ada movie nya e , yang walking dead season 4e ada gak om?-_-

    ReplyDelete
  3. Bangsat,,, coboy junior itu maho....
    Fuck-fvck

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kata sp? Kalo ngomong jangan asal jeplakk. Berdosa!

      Delete
  4. Mahoo fuck.. Comate rela mati... Ya udah matilah sono bangsat

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch