Dengan penuh rasa percaya diri, StreetDance 2 memajang tagline “Bigger, Better, Bolder, Back!” besar-besar di poster mereka. Tagline yang buruk, sesungguhnya, namun cukup efektif untuk memancing rasa penasaran penonton, khususnya bagi yang terhibur dengan jilid pertamanya. Seperti halnya ketiga seri Step Up, StreetDance 2 pun dapat dinikmati sebagai sebuah film yang berdiri sendiri tanpa harus menilik seri sebelumnya supaya bisa memahami alur ceritanya. Dari belasan tokoh utama, hanya Eddie (George Sampson) yang kembali menyapa penonton, sisanya menghilang entah kemana. Bahkan sepanjang film pun sama sekali tidak diungkit. Sementara itu, Max Giwa dan Dania Pasquini masih menempati kursi penyutradaraan, sedangkan untuk urusan naskah, Jane English masih siap sedia untuk dipusingkan dalam merajut kata-kata menjadi sebuah cerita yang memiliki alur yang berkesinambungan. Didukung oleh tim inti yang sama dengan mimpi yang lebih ambisius dari sebelumnya demi menciptakan sebuah sekuel yang lebih menggelegar, StreetDance 2 sekilas nampak menjadi sebuah proyek yang menjanjikan bagi saya. Ya setidaknya sebelum saya mencicipi 10 menit pertama dari film ini.
Layaknya mayoritas film tari-tarian, StreetDance 2 pun masa bodoh dengan naskah. Anda tidak akan menemukan alur cerita yang terjalin rapi, atau penokohan yang kuat disini. Film yang dirilis di Inggris pada bulan Maret lalu ini murni mengandalkan serangkaian adegan tari serta 3D yang pop-up sebagai alat jual. Di film sebelumnya, hal itu berhasil, namun tidak untuk kali ini. Permasalahan dimulai tatkala Ash (Falk Hentschel), seorang penjaja popcorn, mencoba pamer kemampuan nge-dance-nya di hadapan grup tari Invicible yang sombongnya amit-amit. Bukannya menuai pujian, Ash justru dicemooh lantaran terjatuh di tengah-tengah usahanya untuk mencuri perhatian. Adalah Eddie yang kemudian menghampirinya setelah peristiwa memalukan tersebut. Eddie mengajukan diri untuk menjadi manajer Ash agar Ash dapat membalas dendam kepada Invicible dalam turnamen Street Dancing Final Clash di Paris. Tanpa basa-basi, duo ini pun mengunjungi berbagai negara di Eropa untuk mengumpulkan penari-penari jalanan yang mumpuni untuk disatukan dalam tim yang dipimpin langsung oleh Ash. Untuk meraih kemenangan, maka dibutuhkan sebuah inovasi – yang sayangnya tidak pernah terlintas di benak sang penulis skenario! Ash mencoba untuk menambahkan elemen Latin ke dalam streetdance timnya. Caranya, dengan merekrut seorang penari Salsa, Eva (Sofia Boutella).
Naskah StreetDance 2 yang luar biasa dangkal kian diperparah dengan akting para pemain yang ala kadarnya. Film pun ternoda. Penonton tidak pernah diberi kesempatan lebih jauh untuk mengenal para tokoh utamanya, bahkan kepada Ash dan Eva. Latar belakang Ash dan Eva tetap menjadi misteri hingga film berakhir. Akibatnya, bagi saya, mereka adalah orang asing. Dengan begini, saya enggan untuk menaruh simpati kepada mereka. Seakan belum cukup, StreetDance 2 pun nyaris tidak dibekali konflik yang dapat membuat penonton gregetan. Beban konflik sudah sedemikian ringan, penyelesaiannya pun serba mudah dan cepat. Pada satu titik, saya merasa sedang menonton sebuah film TV buatan Disney Channel alih-alih film layar lebar. Tak ada harapan di departemen akting dan naskah, maka saya pun berusaha untuk fokus kepada koreografi tari. Beruntung, sekuel dari StreetDance 3D ini masih memiliki cukup amunisi. Harus diakui, segala ragam tarian yang digeber nyaris tiada henti di sepanjang film cukup menghibur, sekalipun beberapa diantaranya terasa melelahkan untuk diikuti. Yang paling mencuri perhatian, tentu saja, adalah ‘final battle’ yang memertemukan Invicible dan Popcorn – tim Ash – di atas panggung Final Clash. Dengan 3D yang pop-up, maka adegan ini menjadi sebuah penutup yang apik setelah 70 menit sebelumnya berjalan dengan datar. Berkat adegan ini pula, film terselamatkan. Setidaknya waktu dan uang saya yang berharga tidak terbuang dengan percuma. Masih ada yang layak untuk disimak. Untuk mengakhiri review ini, saya ingin mengatakan kepada Anda bahwa tagline film ini sama sekali tidak bisa dipercaya! Hanya kata ‘back’ yang bisa Anda pegang. StreetDance 2 tidak lebih baik, tidak lebih besar, maupun tidak lebih berani dari instalmen pertama. Mengecewakan.
Poor
film dance aja 3D yak... haha... gw sich mending nunggu Total Recall...
ReplyDelete#udahNggakSabar