June 30, 2015

REVIEW : TERMINATOR GENISYS


“I'm not a man, not a machine... I'm more!”

Setelah Terminator Salvation babak belur dihajar oleh kritikus dan penonton film, upaya untuk tetap menghidupkan franchise Terminator terus dilakukan meski diterjang berbagai problematika di belakang layar (salah satunya, kasus perpindahan hak cipta). Alasannya sederhana: masih ada potensi besar yang terkandung dalam franchise berusia tiga dasawarsa ini untuk mengeruk keuntungan. Jadi, mengapa tidak dilanjutkan? Dengan respon jauh dari kesan hangat di instalmen sebelumnya, maka seri terbaru bertajuk Terminator Genisys ini mencoba mengawali segalanya dari baru – si pembuat film menyebutnya sebagai peremajaan alih-alih sekadar reboot – yang mengacak-acak sedemikian rupa linimasa yang berlaku di jilid-jilid pendahulu sekaligus menggandeng kembali sang ikon dari franchise ini, Arnold Schwarzenegger, untuk berlakon di garda terdepan. Hasilnya? Walau tidak pada tataran kesuksesan X-Men: Days of Future Past yang menjabani hal serupa atau bahkan berdiri tegak di deretan seri terbaik dari franchise ini, setidaknya Genisys masih lebih baik ketimbang Salvation

Memulai penceritaan di tahun 2029, pertempuran antara umat manusia yang dikomandoi oleh John Connor (Jason Clarke) dan Skynet hampir mencapai puncaknya dengan kemenangan dapat dipastikan berada pada genggaman pasukan Connor. Menyadari posisi di ambang kehancuran, Skynet pun tidak tinggal diam dengan mengirimkan T-800 ke tahun 1984 untuk membunuh ibu John, Sarah Connor (Emilia Clarke), sehingga sang pemimpin pemberontakan tidak pernah dilahirkan ke bumi. Guna menghentikan langkah T-800 memporakporandakan masa depan, John mengutus orang kepercayaannya, Kyle Reese (Jai Courtney), ke tahun yang sama. Jika kamu sudah menonton dua jilid awal dari franchise ini, maka tentu mengetahui apa yang akan terjadi berikutnya... atau setidaknya itu yang diharapkan oleh si pembuat film karena mereka lantas mengecohmu dengan membubuhkan twist yang menunjukkan masa lalu telah berubah. Sarah bukan lagi gadis lugu, dia mengetahui semua rencana dipersiapkan Kyle, dan paling epik, T-800 (Arnold Schwarzenegger) ternyata telah menjadi pelindung Sarah selama satu dekade. Boom! 

Dibekali pengisahan semacam ini, Genisys berpotensi menjelma sebagai tontonan mengagumkan, atau dalam bahasa kerennya, mind-blowing. Kentara terasa Alan Taylor mengemukakan premis ambisius ini dengan harapan mampu menaikkan kembali pamor dari franchise yang sejatinya telah meredup dan sayangnya, tanpa mempertimbangkan secara matang segala bentuk konsekuensinya. Harus diakui, ide mengobrak-abrik linimasa dengan menghadirkan semacam alternate timeline memang terbilang sangat menarik (menggugah, malah), tapi jika kamu tidak tahu cara mengolahnya maka sebaiknya dihindari atau formula kesuksesan ini akan berbalik mencelakaimu... seperti menimpa Genisys. Skrip hasil olahan bersama Laeta Karogridis dan Patrick Lussier berusaha terlalu keras untuk terlihat ‘cerdas’ dengan memperumit jalinan penceritaan yang mengusung paradoks di dalam penjelajahan waktu sehingga ketimbang memunculkan kesan ‘wow’ malah justru memberi efek memusingkan, membingungkan, serta melelahkan. Menyisakan cukup banyak pertanyaan besar pada benak penonton yang lantas ditinggalkan begitu saja oleh duo Karogridis dan Lussier tanpa ada penjabaran memuaskan. Duh. 

Kekacauan di sektor naskah ini untungnya masih dapat ditutupi oleh kemampuan Alan Taylor dalam mengkreasi serangkaian adegan aksi seru yang ditebar tanpa henti di paruh akhir. Sekalipun tidak mencapai level ‘mahakarya’ atau ‘belum pernah kita lihat sebelumnya’, namun kumpulan baku hantam, kucing-kucingan di jalan raya melibatkan berbagai moda transportasi, maupun hingar bingar ledakan ini terhidang cukup intens, berhasil menyeret penonton keluar dari lubang kebosanan dan mencukupi kebutuhan yang diperlukan oleh penonton yang mencari hiburan dalam summer blockbuster. Dan oh, masih ada pula humor one-liner renyah yang kebanyakan muncul dari hubungan kikuk antara Sarah, Kyle, dan John beserta efek khusus yang sungguh gemilang khususnya tatkala memperlihatkan transformasi Terminator ke benda cair (atau sebaliknya) yang semakin memperkuat alasan untuk tidak membenci Genisys sekalipun skripnya begitu kacau balau dan jajaran pemainnya terbilang tak sesuai dalam menginterpretasi peran masing-masing – pengecualian untuk Arnold Schwarzenegger yang masih terlihat badass sebagai T-800 meski telah tampak begitu uzur dan Jason Clarke yang memunculkan kesan mematikan (pula menjengkelkan) sebagai villain.

Note : ada post-credits scene yang tersimpan di sela-sela bergulirnya end credit.

Acceptable


No comments:

Post a Comment

Mobile Edition
By Blogger Touch