“You have the heart of a chief. And the soul of a dragon.”
Dirilis pertama kali di bioskop pada 4 tahun silam, How to Train Your Dragon sukses membelalakkan mata banyak pihak, meninggalkan kesan mendalam, sekaligus mengembalikan kejayaan film naga fantasi. Selain disebabkan oleh kualitas penceritaannya yang tidak dinyana akan tergarap begitu baik – sehingga menempatkannya sebagai film salah satu animasi terbaik ciptaan DreamWorks Animation – keputusan berani si pembuat film, kala itu Dean DeBlois dan Chris Sanders, untuk mengakhiri film secara bittersweet yang sedikit banyak mengkhianati pakem yang telah digariskan oleh film animasi keluarga, pun patut memeroleh apresiasi. Tidak dipaksakan terwujud happy ending, membuat akhiran kisah terasa lebih membekas. Hasilnya, tidak saja dipuja puji para kritikus film, penonton kebanyakan pun menggemarinya. Seketika itu pula, naga berjenis Night Fury yang wujudnya seperti perpaduan anjing, kucing, dan kelelawar bernama Toothless menjadi idola baru yang begitu dicintai oleh para penikmat film.
Dengan pencapaian membahagiakan dari sisi finansial maupun kritikal, perlukah How to Train Your Dragon berlanjut ke film kedua terlebih jilid pembukanya bisa dibilang lebih dari memuaskan? Jangan lupa... money talks! Tentu saja DreamWorks Animation memberi lampu hijau untuk kelanjutan. Akan tetapi, DeBlois yang sekali ini bekerja sendirian tak ingin mengerjakannya setengah hati. How to Train Your Dragon 2 diolahnya mengikuti jejak film lain yang mengikuti teritori sekuel; harus melampaui segala pencapaian film pertama. Tidak saja jaringan konflik yang seolah telah menemui konklusinya di film pertama diperluas dan diperpelik mengikuti perkembangan karakteristik dari sang tokoh utama yang telah memasuki usia dewasa, tetapi gelaran aksinya pun ditampilkan lebih cadas (dan menggelegar), takaran humor yang lebih murah hati, emosi yang lebih menonjok hingga sedikit memunculkan kesan kelam terhadap tatanan pengisahannya, sampai (yang terpenting) lebih banyak naga yang bisa Anda temukan di sini. Meriah, bukan?
Tetapi tentu saja kemeriahan ini tidak ada artinya tanpa dukungan skrip yang solid. Dan jangan khawatir, How to Train Your Dragon 2 mempunyai itu. Mengambil latar waktu lima tahun seusai peristiwa di penghujung instalmen sebelumnya, Hiccup (Jay Baruchel) yang kini telah tumbuh menjadi seorang pria dipercaya oleh sang ayah, Stoick (Gerard Butler), untuk menggantikan posisinya sebagai pemimpin Viking. Masih dikuasai jiwa kebebasan dan sedikit keragu-raguan, Hiccup merasa enggan mendapatkan kehormatan ini dan memilih untuk mengeksplor wilayah-wilayah baru bersama sang sahabat, Toothless, dan kekasihnya, Astrid (America Fererra). Dalam perjalanannya ini, Hiccup bertemu dengan sejumlah tokoh baru, termasuk Valka (Cate Blanchett) dan Drago Bludvist (Djimon Hounsou), yang nantinya masing-masing berkontribusi besar terhadap hadirnya salah satu fase terpenting dalam kehidupan Hiccup.
Jika Anda telah melihat trailer How to Train Your Dragon 2 – yang mana sesuatu yang sulit dihindari jika Anda rajin menonton film di bioskop – maka guliran kisah di film tak lagi menyimpan banyak kejutan karena kejutan besar yang seharusnya ditutupi, dipaparkan begitu saja (damn!). Walau hal ini sedikit banyak mengurangi kenikmatan dalam menyantap, DeBlois masih tetap berhasil menghidangkan sebuah tontonan yang memiliki nilai hiburan yang tinggi sekaligus pesan moral yang baik – khususnya untuk penonton cilik. Bahkan masih tersisa pula sebuah twist yang mungkin akan membuat Anda terkejut dan (bisa jadi) meneteskan air mata yang menanti di klimaks film. Ya, di balik segala gegap gempitanya, How to Train Your Dragon 2 kembali menerapkan pola yang sama dengan predesesornya dimana sisi emosional masih menjadi salah satu bagian terpenting dari film, namun untuk kali ini dihadirkan lebih kelam dan mempermainkan emosi. Jadi jangan kira DeBlois hanya mengajak Anda untuk bersenang-senang menunggangi naga seraya menertawakan humornya yang lucu dan mengagumi kemegahan adegan laganya di How to Train Your Dragon 2 karena dia pun ingin melihat mata Anda sembab setelah keluar dari gedung bioskop karena tuturannya yang sentimental.
2D atau 3D? Pastikan Anda menontonnya dalam format 3D untuk mendapatkan pengalaman menonton yang lebih maksimal.
Exceeds Expectations
No comments:
Post a Comment