Kiprah tuyul dalam menakut-nakuti di film layar lebar memang terbilang adem ayem dibandingkan rekan-rekannya sesama makhluk gaib. Citranya sebagai dedemit dengan perwujudan seperti bocah berkepala plontos kadung ternodai lantaran sejumlah sineas tempo dulu – sebut saja lewat film Tuyul Eee Ketemu Lagi, Tuyul Perempuan, serta serial televisi populer Tuyul dan Mbak Yul – lebih sering memanfaatkannya untuk membuat penonton tertawa terbahak-bahak ketimbang menjerit ketakutan. Kalaupun ada yang bersedia merekrutnya di film memedi, maka perannya tak lebih dari ‘penggembira hore’ semata mendampingi kuntilanak atau setan lokal lain yang popularitasnya sudah menjulang. Menyadari ada perlakuan diskriminasi terhadap tuyul ditambah pula keinginan untuk melihat sinema Indonesia kembali memiliki film horor yang digarap secara ‘bener’ inilah Billy Christian (Kampung Zombie) di bawah bendera rumah produksi Renee Pictures melahirkan Tuyul: Part 1 yang menempatkan makhluk mistis tersebut di poros utama yang memantik munculnya rangkaian teror.
Teror tersebut dihadapi oleh Mia (Dinda Kanya Dewi), calon ibu yang tengah hamil besar, yang kembali menempati rumah lamanya bersama sang suami, Daniel (Gandhi Fernando), setelah Daniel dipercaya menangani proyek perkebunan yang lokasinya tidak jauh dari rumah mereka. Adanya kenangan buruk di rumah tersebut membuat Mia senantiasa merasa gelisah, terganggu, serta tidak nyaman berada di rumah terlebih setelah suara-suara aneh terdengar berhembus dari loteng sewaktu-waktu. Seolah tekanan-tekanan ini belum cukup menyiksa untuk Mia, Daniel yang disibukkan dengan pekerjaannya pun menyikapi setiap keluh kesah sang istri secara dingin dan uring-uringan. Hubungan diantara mereka semakin berjarak dari hari ke hari. Gangguan bagi pasutri ini kian menjadi-jadi setelah Daniel menemukan botol misterius yang disembunyikan di loteng dan Mia mendapati tetangganya, Karina (Citra Kirana), melakukan semacam ritual. Mia pun akhirnya menyadari bahwa mereka memang tidak sendirian di rumah angker tersebut.
Terbiasa dijejali produk-produk horor dalam negeri berkualitas memprihatinkan yang tak jarang seenak udelnya mencampurkan ketakutan dengan unsur-unsur seksi maupun lawakan-lawakan dipaksakan (parahnya lagi, si setan bersliweran setiap detik!), maka ada kebahagian tersendiri menyimak keseriusan Billy Christian dalam menggarap Tuyul: Part 1 yang diniatkan sebagai jalan pembuka bagi sebuah trilogi ini. Betapa tidak, Tuyul: Part 1 dibangun menggunakan pondasi yang komposisinya tersusun atas sisi teknis yang terancang rapi sekaligus cermat, guliran penceritaan cukup mengikat, beserta permainan kuat dari pelakon utamanya. Sesuatu yang tidak lazim dijumpai di khasanah film horor Indonesia, bukan? Si pembuat film pun telah menggenjot ketegangan semenjak menit-menit pertama dengan memancarkan nuansa serba tidak mengenakkan bercita rasa klaustrofobik dari sudut-sudut rumah yang sunyi senyap membuat penonton senantiasa menerka-nerka kapan si makhluk kerdil menyeramkan tersebut – sekali ini dikreasi dalam wujud berbeda – akan mulai benar-benar menunjukkan taringnya untuk meneror keluarga kecil Mia (beserta penonton). Ya, tidak ada penampakan berlebihan di sini dan sebaliknya, sumber ketakutan seringkali berasal dari imajinasi-imajinasi liar yang dibentuk oleh penonton itu sendiri.
Perasaan serba was-was ini kian menguat berkat tunjangan dari skoring musik menghantui gubahan Andhika Triyadi – meski di menit-menit pembuka berkesan generik dan digeber berlebihan – dan performa ciamik nan emosional dari Dinda Kanya Dewi sebagai seorang istri yang tertekan karena didera problematika rumah tangga, mimpi buruk, sampai masa lalu kelam yang terus mengikuti. Selain itu, Tuyul: Part 1 juga terasa mengasyikkan buat disimak berkat jalinan pengisahan yang disusun secara keroyokan oleh Luvie Melati, Billy Christian, dan Gandhi Fernando dengan elemen suspense yang cukup kental di dalamnya serta mitos-mitos terkait tuyul (salah satu yang menarik adalah mengenai para pemangku tuyul) sehingga ketertarikan penonton untuk mengikuti tuturan film pun telah dibetot sedari awal sampai puncaknya pada twist yang sedikit banyak mengusik rasa penasaran untuk mengetahui bencana besar apa yang akan menghadang berikutnya (damn!). Walau bukan juga sebuah gelaran horor yang sempurna terutama dengan adanya ‘catatan gangguan’ untuk para pemain pendukung seperti Citra Kirana, Inggrid Widjanarko (sang pengurus rumah), dan Gandhi Fernando yang gagal mengimbangi effort maksimal yang telah dikerahkan oleh Dinda Kanya Dewi, Tuyul: Part 1 tetaplah sebuah hidangan yang sepatutnya diapresiasi. Setidaknya Tuyul: Part 1 masih bisa didefiniskan dalam tiga kata; cantik, seru, dan mencekam.
Acceptable
No comments:
Post a Comment