“There’s a part of me that feels like I’m 57 years old, but there’s a
part of me that’s definitely not ready for all this grown-up stuff.”
Beberapa waktu lalu, jejaring
sosial Twitter dihebohkan oleh cuitan dari satu dua selebtwit mengenai “pengaruh”.
Mereka berargumentasi, siapapun yang mempunyai pengaruh di dunia maya
semestinya bersuara tentang situasi genting yang sedang terjadi di muka bumi,
alih-alih bungkam dan memilih untuk memperbincangkan hal remeh temeh. Para influencer ini didesak untuk berbicara
soal gelombang protes di Amerika Serikat yang dipicu oleh kebrutalan polisi
beserta rasisme, agar para pengikutnya menyadari bahwa dunia tidak semata-mata
sedang berperang melawan Covid-19. Ada musuh lain yang tak kalah berbahayanya, diam-diam
mengintai. Pernyataan mereka tentu tidak keliru, bahkan saya juga sejatinya
sepakat bahwa kita semestinya tidak tinggal diam kala menyaksikan
ketidakadilan. Tapi yang kemudian menjadikannya problematis adalah munculnya
desakan tanpa melihat konteks peristiwa maupun latar belakang si influencer itu sendiri. Di era dimana
warganet semakin brutal dan cancel
culture merupakan suatu kelaziman, menyatakan pendapat bukan lagi hal yang
mudah. Terlebih jika isu yang disuarakan terhitung sensitif dan kompleks. Rentan
memercik debat kusir berlarut-larut dari beberapa pihak dengan perspektif
berbeda, rentan menyalurkan informasi berbahaya apabila tak dibarengi pengetahuan mumpuni, dan kita tidak pernah tahu pula bagaimana pengaruhnya terhadap kehidupan
pribadi si influencer. Bukan semata-mata
berbincang soal karir, tetapi juga kehidupannya secara menyeluruh termasuk kesehatan
mental. Apakah dia sudah siap menerima segala konsekuensi dari pernyataan
politisnya yang sangat mungkin disalahartikan oleh pihak tertentu?
Berkat keributan ini, saya mendadak
teringat pada film dokumenter bertajuk Miss
Americana garapan Lana Wilson (After
Tiller, The Departure) yang
mengajak penonton untuk melongok satu fase kehidupan dari seorang megabintang
yang mempunyai pengaruh signifikan dalam industri musik pop, Taylor Swift. Fase
tersebut mencakup empat tahun terakhir dimana Swift terlibat satu kontroversi
besar bersama Kanye West dan Kim Kardashian yang meruntuhkan citra gadis
baik-baiknya, sekaligus satu momen besar yang menandai untuk pertama kalinya
dia bersedia mengungkap pandangan politiknya kepada publik. Disela-sela wawancara
bersama sang subjek, kita turut melihat proses kreatif dibalik pembuatan album
terbarunya, Lover (2019), yang konon
disisipi pernyataan politis disamping mengajak para pendengarnya untuk
merayakan cinta. Selaiknya sajian dokumenter sejenis, Miss Americana pun sejatinya perpanjangan tangan dari upaya
mempromosikan Lover dan bisa pula
ditengok sebagai propaganda dari tim public
relation guna memperbaiki citra pelantun tembang “Love Story” yang
terlanjur terkoyak-koyak. Bukan sesuatu yang salah dan tentunya sah-sah saja jika
memang diniatkan demikian. Satu hal yang lantas membuat hamba mengapresiasi
film ini adalah kesediaannya untuk tidak menggulirkan narasi konvensional yang
semata-mata memotret perjuangan Swift dalam membangun karirnya sedari awal mula,
lalu menyuarakan pesan “kalian pasti bisa
merengkuh mimpi!” kepada para penggemarnya.
Bagian tersebut memang masih bisa
dijumpai dalam Miss Americana saat
membicarakan Swift sebagai seseorang yang bertalenta dan pekerja keras. Tapi tidak
diletakkan sebagai fokus utamanya yang sekali ini lebih condong dalam
memperbincangkan sisi lain dari Swift yang mungkin tidak banyak diketahui oleh
khalayak ramai. Sebelum akhirnya kita mengetahui apa yang melandasi si penyanyi
untuk buka suara mengenai pandangan politiknya di akun media sosial, penonton
terlebih dahulu diperdengarkan pada pengakuan-pengakuannya mengenai standar
kecantikan yang tidak masuk akal, warganet yang beracun, privasi yang diterabas
oleh media, hari-hari yang terasa hampa, sampai kekhawatirannya untuk tumbuh
dewasa. Terdengar familiar? Tentu, karena topik perbincangan yang diajukan oleh
Wilson dan Swift ini kerap menghiasi pemikiran-pemikiran para manusia yang
telah melewati usia ke-25. Kesanggupan untuk teresonansi dengan pembicaraan si
subjek inilah yang membuat hamba tidak mengalami kesulitan dalam menyematkan
simpati kepada Swift. Pada dasarnya, dia hanyalah manusia biasa yang turut
dirundung kecemasan, ketakutan, maupun kesedihan dibalik segala pencapaian yang
telah ditorehkannya. Bahkan, nama besarnya tidak memiliki pengaruh apapun saat
dihadapkan dengan budaya patriarki yang dilanggengkan oleh industri hiburan. Salah
satu momen paling kuat nan emosional dalam Miss
Americana adalah kala Swift berusaha mati-matian dalam meyakinkan ayahnya
beserta perwakilan manajemennya yang melarangnya untuk vokal mengenai pandangan
politiknya. Mereka beranggapan, langkah ini dapat membunuh karir si musisi
seperti pernah dialami oleh grup musik country, Dixie Chicks, usai mengkritisi kebijakan
Presiden George W. Bush.
Adegan ini mendeskripsikan mengapa tanya berbunyi, “mengapa si influencer A
masih belum bersuara mengenai kasus genting tersebut?,” tidak sesederhana
itu untuk dijawab khususnya bagi para selebriti yang telah mempunyai pengikut
dalam jumlah masif dan belum pernah memperbincangkan isu-isu sensitif. Ada banyak
kepentingan yang harus dituruti, ada banyak pula pertimbangan yang harus
dipikirkan. Kompleks. Saking kompleksnya, kamu mungkin akan berpikir dua kali
untuk melontarkan komentar nyelekit berbunyi “kok baru ngomong sekarang?” atau “kamu cuma idola remaja, tahu apa soal politik?.” Miss Americana memperlihatkan
transformasi Swift dari seorang penyanyi manis yang hak berbicaranya dikontrol penuh
oleh label dan manajemen, menjadi seorang penyanyi yang bebas menyuarakan
pemikiran-pemikirannya. Transformasi ini sendiri merupakan satu titik penceritaan
yang membuat film terasa menggigit lantaran kita diperdengarkan dengan kisah-kisah
yang mulanya tak banyak diketahui, termasuk serentetan peristiwa yang mengubah cara
pandang seperti saat Kanye West menginterupsi momen kemenangan Swift dalam MTV
Video Music Awards 2009 yang ternyata meninggalkan trauma tersendiri baginya. Maklum,
saat itu dia masih berusia 19 tahun dan tidak pernah membayangkan akan
dipermalukan dalam ajang penghargaan yang semestinya merayakan musik. Meski belakangan
West meminta maaf, tapi jika kamu mengikuti karir dua penyanyi ini tentu
mengetahui bahwa mereka kembali terlibat drama “percakapan di telepon” yang
menyebabkan Swift menjadi sasaran kebencian warganet. Kontroversi ini sendiri memberi
jawaban lain mengenai bungkamnya Swift dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016, serta
menjadi titik balik yang membantunya menemukan pendewasaan diri disamping kasus
pelecehan seksual yang mengantarkannya memasuki pengadilan.
Menilik materi obrolannya yang
berkisar pada politik, seksisme, serta tumbuh dewasa, mudah untuk mengira Miss Americana akan menjelma sebagai
tontonan dokumenter yang melelahkan dan berat, khususnya bagi mereka yang tidak
memiliki ketertarikan pada topik ini. Tapi kenyataan yang ada, Wilson sanggup
mengemas segala kompleksitas ini ke dalam hidangan yang mudah dikudap oleh
siapapun. Kamu tetap bisa menjumpai kejenakaan yang bersumber dari energi Swift
yang ternyata melimpah ruah (tengok sesi cipta lagu “Me!” yang heboh), dan kamu
juga akan menjumpai momen menyentuh hati melalui interaksi Swift bersama sang
ibu yang divonis mengidap kanker atau ketika Swift memberi pengakuan mengenai
rasa sepi yang mendera dirinya. Meski Miss
Americana kentara diciptakan untuk mempromosikan Lover yang belum lama dirilis maupun memperbaiki citra Swift yang
tak lagi putih bersih, tapi saya juga melihat bahwa film ini berupaya untuk mengajak
generasi muda untuk memperbincangkan isu-isu penting dengan cara yang asyik
sehingga membantu membangun kesadaran mereka. Dan bagi saya, ini menjadi satu
alasan mengapa Miss Americana sangat
layak untuk dimasukkan ke dalam daftar tontonan sekalipun kamu bukan penggemar
berat diskografinya Mbak Taytay.
Outstanding (4/5)
docomentary yang bikin makin ngefans sama Taylor Swift
ReplyDeleteJadi respect ya ke Taylor Swift. Tugas PR nya berhasil nek gitu. Hahaha.
Deleteslot online terpercaya
ReplyDeletesitus slot terpercaya
situs slot gacor
cuan slot
situs judi slot