April 21, 2016

REVIEW : THE HUNTSMAN: WINTER'S WAR


“Whoever gets in there will be unstoppable.” 

Menilik respon kurang membahagiakan yang diterima Snow White and the Hunstman kala dilempar ke pasaran empat tahun silam – plus adanya skandal antara Kristen Stewart dengan sang sutradara – agak mengejutkan Universal berusaha untuk tetap mengkreasi franchise bagi adaptasi dongeng Putri Salju ini. Bisa jadi, mengguritanya Disney di industri hiburan berkat interpretasi baru terhadap dongeng-dongeng klasik pengantar tidur adalah motivasi utama mereka melahirkan The Huntsman: Winter’s War yang dijual sebagai “cerita sebelum Snow White” dalam materi promosinya. Jualan untuk prekuel sekaligus sekuel (ya, keduanya!) bagi sang predesesor ini tidak hanya berhenti sampai disitu karena sejumlah bintang kelas A pun turut direkrut, seperti Jessica Chastain dan Emily Blunt, disamping Charlize Theron beserta Chris Hemsworth yang kembali mengulang peran mereka. Dengan konfigurasi lini pemain utama semenggoda ini, tentu ada harapan The Huntsman: Winter’s War sanggup menebus kesalahan-kesalahan jilid sebelumnya. Tapi harapan tinggalah harapan kala apa yang terlihat hebat di atas kertas ternyata kesulitan mengilap begitu terpampang di layar perak. 

Mulanya, The Huntsman: Winter’s War adalah sebuah prekuel bagi Snow White and the Huntsman dengan setidaknya 30 menit pertama berisi kilas balik ke kehidupan Ravenna (Charlize Theron) dan sang pemburu, Eric (Chris Hemsworth), sebelum keduanya berseteru. Ravenna diketahui memiliki seorang adik bernama Freya (Emily Blunt) yang mendapatkan pengkhianatan dari tunangannya sehingga membentuk diri Freya sedingin sekaligus sekejam sang kakak. Freya membangun kerajaannya sendiri di wilayah Utara, lalu merekrut bocah-bocah untuk dilatih sebagai pasukannya – disebut ‘Huntsman’ – yang tidak mengakui keberadaan cinta. Salah satu rekrutannya adalah Eric yang memiliki ketertarikan berlebih kepada Sara (Jessica Chastain), sesama huntsman. Keduanya berencana kabur dari kerajaan Freya untuk mengembangkan kisah cinta mereka. Tentu saja Freya tak mengijinkan dua sejoli ini berbahagia sehingga perpisahan pun tak bisa terelakkan lagi. Bertahun-tahun dirundung duka, Eric membantu Snow White memerangi Ravenna yang membawa kita memasuki fase sekuel dalam Winter’s War. Pada tahapan ini, Eric berusaha melacak keberadaan cermin ajaib demi menghancurkannya ditemani empat kurcaci, dan seorang ksatria, sebelum benda berkekuatan magis tersebut jatuh ke tangan Freya yang diam-diam juga telah mengincarnya. 

Sejatinya Winter’s War tergolong menarik apabila diproyeksikan sepenuhnya sebagai prekuel alih-alih turut menggelembungkan kisahnya menjadi sekuel apalagi tanpa kehadiran Snow White (and it's really weird). Masa lalu Ravenna, termasuk hubungannya dengan sang adik yang seketika mengingatkan kita pada Frozen, mempunyai amunisi memadai untuk dikulik lebih jauh. Kenapa dia bisa sampai pada titik kejahatan paripurna? Atau, bagaimana dia memperoleh kekuatannya? Lalu, apa dampak kemunculan sisi gelap Ravenna bagi orang-orang terkasihnya? adalah serangkaian pertanyaan yang lebih sepatutnya dipertanyakan ketimbang “bagaimana masa lalu Eric sebelum berjumpa Snow White?” seperti dilakukan oleh si pembuat film, Cedric Nicolas-Troyan, beserta duo peracik skrip, Evan Spiliotopoulos dan Craig Mazin. Ya, sangat mengherankan memang melihat keputusan tim dibelakang layar untuk mengabaikan Ravenna yang perkembangan karakteristiknya memungkinkan bergerak dinamis demi memberikan panggung bagi Eric yang cenderung datar-datar saja. Sebagai karakter yang mendapatkan sorotan lebih – bahkan dipampang di judul – Eric jauh dari kata menarik, bahkan terlibas habis oleh Freya. Jalan hidupnya tidak menggugah untuk diikuti termasuk kisah percintaannya yang terkesan dipaksakan, terburu-buru dalam pengembangannya sekaligus bercita rasa hambar. 

Penulisan naskah yang sembrono diperparah pula oleh absennya chemistry antara Chris Hemsworth dengan Jessica Chastain. Sulit untuk meyakini bahwa Eric dan Sara adalah pasangan sejati. Menginvestasikan emosi kepada dua sejoli ini juga bukan perkara mudah sehingga saat mereka dipaksa berpisah atau ketika kenyataan terkuak, tidak meninggalkan bekas apapun kecuali rasa tidak peduli. Dengan ketidakmampuan membuat penonton bersimpati kepada karakter utama, malah saya lebih ingin melihat duo ratu jahat beraksi daripada duo ksatria, maka ketertarikan untuk Winter’s War terus menerus menguap seiring berjalannya durasi. Terlebih lagi, film pun tidak jelas ingin diletakkan di ranah mana dengan posisinya yang serba tanggung antara ingin mengarah ke historical period atau fantasi berbasis dongeng. Jika Winter’s War memang diniatkan sebagai film dongeng – menilik dari parade makhluk fantasinya beserta materi promo – daya magis sama sekali tidak dimilikinya. Kostum yang dikenakan oleh barisan karakternya memang terjuntai menawan dan efek khususnya cukup baik dalam memvisualisasikan latar antah berantahnya, tetapi kesan epik apalagi mencengangkan seperti saat menyaksikan, katakanlah, Cinderella, enggan muncul. 

Dan jika kamu mengharapkan adanya peperangan akbar karena judulnya mengisyaratkan itu, hempas jauh-jauh lantaran judul sebatas judul. Tidak ada peperangan besar-besaran dalam film ini (well, bujetnya mengalami pemangkasan cukup banyak) melainkan sebatas sekumpulan adegan-adegan pertarungan tanpa bekal koreografi mumpuni yang akan membuat siapapun pecinta film historical period memutar-mutar bola mata dan menguap lebar-lebar. Bahkan kamu juga tidak bisa berharap banyak kepada jajaran pemainnya yang menjadi korban kekacauan naskah, seperti duo Hemsworth-Chastain yang kesalahan mereka telah saya jabarkan di paragraf sebelum ini, Emily Blunt yang motivasi karakternya terlalu lemah pula dipertanyakan hingga Charlize Theron yang sekalipun tetap memberi kengerian pada sosok Ravenna namun gerak geriknya terlalu dibatasi dan sebagian besar atraksinya telah diungkap melalui trailer mengingat porsi tampil Theron di Winter’s War pun hanya sepersekian menit. Meski upaya keras mereka sedikit banyak mengangkat derajat film, namun keberadaan mereka tetaplah tersia-sia lantaran potensi besar masing-masing tak pernah dimaksimalkan Cedric Nicolas-Troyan yang seperti kebingungan dengan visinya untuk Winter’s War.

Poor (2,5/5)




1 comment:

  1. beberapa review mengatakan film ini jelek pas lihat triler nya kayak keren gitu...

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch