“Crazy is building your ark after the flood has already
come.”
Ada tiga karakter inti yang menjadi ujung tombak bagi 10 Cloverfield Lane; Michelle (Mary Elizabeth Winstead), Howard (John Goodman), dan Emmett (John Gallagher, Jr.). Ketiganya mendiami sebuah bunker di bawah ladang jagung milik Howard lantaran si empunya bunker percaya ada bahaya tak terjelaskan mengintai di permukaan tanah. Tanpa membeberkan sedikitpun informasi mengenai apa yang sesungguhnya terjadi – walau hanya secuil sekalipun – penonton dibiarkan dalam fase bertanya-tanya dengan rasa kepenasaran tinggi. Si pembuat film yang baru saja melakukan debut layar lebarnya disini, Dan Trachtenberg, menginginkan kita untuk memberikan fokus lebih kepada interaksi maupun perkembangan ketiga karakter utama. Mereka bertiga adalah sekumpulan orang asing tanpa ada tali penghubung satu sama lain yang kebetulan dipertemukan oleh nasib buruk. Siapa mereka? Mengapa mereka bisa berada di tempat tersebut? Apa mereka adalah orang-orang yang dapat dipercaya? adalah pertanyaan yang mungkin menghantuimu setidaknya hingga 10 Cloverfield Lane mencapai separuh perjalanan.
Mulanya kita mengetahui bahwa Michelle bisa berada di dalam bunker setelah diselamatkan oleh Howard dari kecelakaan mobil. Menjelaskan seperti apa kondisi Michelle akan sedikit banyak berpengaruh terhadap kesenanganmu dalam mengonsumsi film ini nantinya. Yang jelas, muncul ketidaksukaan pada sosok Howard atas keputusan-keputusan yang diambilnya. Dimainkan dengan begitu brilian oleh John Goodman, Howard terlihat mengerikan dan mengancam. Kelewat serius, enggan untuk menyunggingkan senyum, dan mudah meletup kala aturannya dilanggar memposisikannya sebagai tokoh antagonis. Kita menaruh curiga kepada Howard sampai-sampai muncul pertanyaan lain, “benarkah memang ada bencana di luar sana seperti yang dideskripsikannya?.” Namun saat antipati terus menggunung, plot yang dirancang keroyokan oleh trio Josh Campbell, Matt Stuecken, dan Damien Chazelle perlahan tapi pasti mulai berbelok. Dipaksa bersama dari waktu ke waktu, hubungan baik mulai terbentuk diikuti melunaknya Howard. Memasuki titik ini, kita mulai meragukan asumsi-asumsi yang telah susah payah dibangun diri masing-masing sejak awal.
Mengenang keluarganya yang mungkin telah tiada, mendadak ada simpati tersemat ke Howard. Saking meyakinkannya perubahan emosi Goodman, malah kejengkelan sempat berpindah ke Michelle karena kesan tidak adanya respek pada seseorang yang (mungkin) telah menyelamatkan nyawanya. Mary Elizabeth Winstead sendiri memainkan lakon Michelle dengan karisma cukup kuat. Karakternya tidak ditempa sebagai sosok lemah tak berdaya – katakanlah, murni damsel in distress – atau mempunyai kecantikan yang tidak dibarengi kecerdasan. Tidak. Dia menerjemahkan arti sebuah heroine yang mudah untuk disukai, mudah untuk diberi simpati, sekaligus mudah untuk didukung. Meski kengeyelannya demi melihat kembali dunia luar sempat berada di titik mengesalkan yang itupun semata-mata karena kita mulai dibuat percaya oleh celotehan Howard, namun kita tetap bisa sangat memahami posisinya. Apalagi Michelle bisa berada di dalam bunker juga bukan karena kemauannya secara personal. Berubah menjadi pribadi sangat menyenangkan begitu film beralih ke mode ‘agak ceria’ dan menjalin chemistry bagus bersama John Gallagher, Jr., pesona Winstead kian bersinar tatkala sebuah rahasia tersibak yang memberi kesempatan baginya untuk menunjukkan sisi tangguh Michelle.
Kehebatan jajaran pelakonnya dalam menginterpretasikan peran masing-masing inilah yang membantu 10 Cloverfield Lane terhindar dari kubangan ‘menjemukan’ yang berpotensi menyergap lantaran latar tempat mayoritas hanya berlangsung di dalam bunker. Mereka ‘mendistraksi’ penonton dari kenyataan bahwa laju film merangkak begitu perlahan – utamanya pada paruh awal – lalu tanpa disadari telah merebut perhatian penonton sepenuhnya sehingga keberatan pun dapat disingkirkan. Kinerja memuaskan para bintang juga memperoleh tunjangan sempurna dari Bear McCreary yang memberi iringan musik menghantui, tangkapan kamera Jeff Cutter yang penuh kelihaian dalam memancarkan nuansa klaustrofobik, trio penulis naskah yang menciptakan plot mengikat yang didalamnya mengandung berlapis-lapis twist penuh kejutan menghentak serta Dan Trachtenberg yang begitu piawai dalam memvisualisasikan isi naskah. Berkat kerjasama tim yang solid, 10 Cloverfield Lane sanggup tersaji sebagai sebuah tontonan mencekam yang sungguh mengasyikkan sekaligus memuaskan.
Outstanding (4/5)
Pengin nonton juga, nih, aduh apalagi kepincut sama Mary Elisabeth Winstead yang cantik banget kelihatannya, imut manis, aduh geregetan, deh. Kayaknya seru ya filmnya, mematahkan semua persepsi dari awal. Kayak Gone Girl gitu gak Bang??
ReplyDeleteHmmm... gimana ya? Kalau dibilangin ntar berpengaruh ke kesenangan menonton. Hahaha. Mending langsung ditonton saja.
Deletesebenar nya 2/3 durasi nya sdh bagus membangun kecurigaan dan tanda tanya tapi sayang twist menjelang ending agak kacau sebenar nya itu benaran serangan alien atau cuma tipuan pria tua itu?
ReplyDeleteKalo endingnya dibikin lebih nendang lagi pasti bakal sekeren Gone Girl
Memang benar ada serangan alien kok walau keadaan sesungguhnya nggak seperti yang dideskripsikan. Sebetulnya ending sudah bisa ditebak akan seperti apa hanya dengan melihat judulnya (tentu kalau sudah nonton film sebelumnya) jadi saya sih cukup puas. Gangguan hanya pada betapa mudahnya si alien ditaklukkan.
Deleteiya si alien terlalu mudah di taklukan dan klimasnya kayak gantung juga...
DeleteOh sengaja itu buat membuka kemungkinan adanya sekuel
Deletemungkin juga...
Delete