Alice Kingsleigh (Mia Wasikowska) yang kini berusia 19 tahun berada dalam situasi yang tidak menyenangkan setelah ayahnya meninggal. Sang ibu sangat terobsesi ingin memiliki menantu bangsawan sampai merancang sebuah pesta pertunangan Alice dengan Hamish Ascot tanpa sepengetahuan Alice. Ketika Hamish hendak melamar Alice, Alice melihat kelinci putih yang sering dia temui dalam mimpinya. Alice memutuskan untuk mengejar kelinci tersebut ke labirin hingga ia terperosok ke dalam lubang kelinci yang membawanya ke Underland. Alice merasa pernah mengunjungi negeri ini, namun ia sama sekali tidak mengingatnya. Dengan bantuan dari sahabat lama, seperti Tweedledee dan Tweedledum, Cheshire Cat, Caterpillar hingga Mad Hatter (Johnny Depp), Alice bisa mengingat kembali apa yang terjadi dengannya sepuluh tahun yang lalu. Saat ini Alice menjadi satu - satunya harapan penghuni Underland untuk membantu The White Queen (Anne Hathaway) menyingkirkan The Red Queen (Helena Bonham Carter) dari tampuk kepemimpinan.
Alice in Wonderland ternyata hadir dengan sangat mengecewakan. Tim Burton seolah kehilangan sentuhan magisnya saat membesut film ini. Alurnya sangat predictable, kita sudah tahu akan digiring ke mana sejak menit - menit awal, dan memang endingnya tidak memberikan kejutan sama sekali terkesan terburu - buru malah. CGI yang digunakan juga dirasa terlalu berlebihan, saya mencatat ada beberapa adegan yang kentara sekali CGI-nya alias kasar. Dengan bujet sekitar $200 juta, sangat disayangkan adegan semacam ini masih tertangkap oleh penonton awam. Tapi bukan berarti CGI yang ada dalam film ini buruk, hanya saja pengerjaannya kurang maksimal untuk beberapa adegan. Tetap saja saya masih dibuat terpukau oleh pameran CGI yang menghiasi sepanjang film. Tim Burton juga mempertahankan ciri khasnya, gambar yang penuh warna nan misterius. Saya cukup yakin Alice in Wonderland akan mendapat nominasi Oscar untuk kategori tata artistik. Untuk yang satu ini Tim Burton memang jagonya dan jujur saja, ciri khasnya inilah salah satu alasan mengapa saya "jatuh cinta" dengan Tim Burton. Visualisasi yang ciamik dan CGI yang bertaburan di sepanjang film mampu sedikit menambal lubang di sektor naskah.
Dari segi akting, Helena Bonham Carter adalah yang terkuat. Dua jempol saya acungkan atas kehebatan Helena memerankan The Red Queen dengan sangat ciamik. Menurut saya, inilah peran terbaik dia di film garapan sang kekasih. Saya tidak bisa membayangkan The Red Queen diperankan oleh artis lain, sungguh, akting Helena membuat saya terpesona. Semoga saja juri Oscar meliriknya. Johnny Depp seperti biasa berakting dengan cemerlang. Terbiasa dengan peran semacam ini, Mad Hatter dibawakannya dengan sangat luwes. Tak ada kesulitan berarti. Hanya saja untuk kali ini Johnny Depp terpaksa menyerahkan predikat "scene stealer" kepada Helena Bonham Carter. Anne Hathaway juga cukup lucu berperan sebagai The White Queen. Beberapa kali saya dibuat tertawa ngakak melihat tingkat polah si Ratu Putih yang "ajaib". Semakin membuktikan bahwa Anne Hathaway adalah artis serba bisa. Jika pemilihan perannya tepat, bukan tidak mungkin dia akan menjadi artis besar nantinya. Sementara itu, Mia Wasikowska tampil sangat mengecewakan. Entah atas pertimbangan apa Tim Burton memercayakan peran Alice kepada Mia, tapi yang jelas dia tidak bisa akting. Mungkin saya sedikit kejam, tapi pada kenyataannya Mia gagal total membawakan peran Alice. Terlalu kaku. Sorry, Mia...
Meski ternyata Alice in Wonderland tidak seperti ekspektasi kebanyakan orang, bukan berarti film ini tidak bisa dinikmati. Untuk hiburan ditonton bersama keluarga, Alice in Wonderland bisa dikatakan sebagai pilihan yang tepat. Unsur hiburan dan fun dari film ini masih terbilang lumayan, meski dari segi cerita sangat biasa dan cenderung datar. Sepertinya, Alice in Wonderland memang ditujukan untuk hiburan keluarga dan ditonton kala senggang. Karena jika kita mencari film berkualitas yang menghibur, akan dibuat kecewa olehnya. Tidak seburuk Mars Attack, tapi juga belum bisa dikatakan bagus. So so..
Nilai = 6/10
Alice in Wonderland ternyata hadir dengan sangat mengecewakan. Tim Burton seolah kehilangan sentuhan magisnya saat membesut film ini. Alurnya sangat predictable, kita sudah tahu akan digiring ke mana sejak menit - menit awal, dan memang endingnya tidak memberikan kejutan sama sekali terkesan terburu - buru malah. CGI yang digunakan juga dirasa terlalu berlebihan, saya mencatat ada beberapa adegan yang kentara sekali CGI-nya alias kasar. Dengan bujet sekitar $200 juta, sangat disayangkan adegan semacam ini masih tertangkap oleh penonton awam. Tapi bukan berarti CGI yang ada dalam film ini buruk, hanya saja pengerjaannya kurang maksimal untuk beberapa adegan. Tetap saja saya masih dibuat terpukau oleh pameran CGI yang menghiasi sepanjang film. Tim Burton juga mempertahankan ciri khasnya, gambar yang penuh warna nan misterius. Saya cukup yakin Alice in Wonderland akan mendapat nominasi Oscar untuk kategori tata artistik. Untuk yang satu ini Tim Burton memang jagonya dan jujur saja, ciri khasnya inilah salah satu alasan mengapa saya "jatuh cinta" dengan Tim Burton. Visualisasi yang ciamik dan CGI yang bertaburan di sepanjang film mampu sedikit menambal lubang di sektor naskah.
Dari segi akting, Helena Bonham Carter adalah yang terkuat. Dua jempol saya acungkan atas kehebatan Helena memerankan The Red Queen dengan sangat ciamik. Menurut saya, inilah peran terbaik dia di film garapan sang kekasih. Saya tidak bisa membayangkan The Red Queen diperankan oleh artis lain, sungguh, akting Helena membuat saya terpesona. Semoga saja juri Oscar meliriknya. Johnny Depp seperti biasa berakting dengan cemerlang. Terbiasa dengan peran semacam ini, Mad Hatter dibawakannya dengan sangat luwes. Tak ada kesulitan berarti. Hanya saja untuk kali ini Johnny Depp terpaksa menyerahkan predikat "scene stealer" kepada Helena Bonham Carter. Anne Hathaway juga cukup lucu berperan sebagai The White Queen. Beberapa kali saya dibuat tertawa ngakak melihat tingkat polah si Ratu Putih yang "ajaib". Semakin membuktikan bahwa Anne Hathaway adalah artis serba bisa. Jika pemilihan perannya tepat, bukan tidak mungkin dia akan menjadi artis besar nantinya. Sementara itu, Mia Wasikowska tampil sangat mengecewakan. Entah atas pertimbangan apa Tim Burton memercayakan peran Alice kepada Mia, tapi yang jelas dia tidak bisa akting. Mungkin saya sedikit kejam, tapi pada kenyataannya Mia gagal total membawakan peran Alice. Terlalu kaku. Sorry, Mia...
Meski ternyata Alice in Wonderland tidak seperti ekspektasi kebanyakan orang, bukan berarti film ini tidak bisa dinikmati. Untuk hiburan ditonton bersama keluarga, Alice in Wonderland bisa dikatakan sebagai pilihan yang tepat. Unsur hiburan dan fun dari film ini masih terbilang lumayan, meski dari segi cerita sangat biasa dan cenderung datar. Sepertinya, Alice in Wonderland memang ditujukan untuk hiburan keluarga dan ditonton kala senggang. Karena jika kita mencari film berkualitas yang menghibur, akan dibuat kecewa olehnya. Tidak seburuk Mars Attack, tapi juga belum bisa dikatakan bagus. So so..
Nilai = 6/10
HELENA BOHLAM LAMPU!!! NUMERO UNO! haha
ReplyDelete