
Di era dimana bioskop dikuasai oleh satu grup saja, ada rasa kangen terhadap bioskop - bioskop jadul yang bukan berasal dari perusahaan raksasa. Saat saya pertama kali mengenal bioskop, itu adalah masa - masa kritis perbioskopan Indonesia. Perfilman dikuasai oleh film - film syur, bioskop banyak yang mulai hancur. Walaupun belum sepenuhnya mengerti film, di era ini saya mengenal nama - nama seperti Sally Marcelina, Indah Febrizha, Liza Chaniago hingga yang impor macam Pheng Tan dan Francoise Yip, hihihi *pasang muka polos* Mengenang masa itu, saya jadi teringat dengan bioskop Empire di Kudus. Bisa dibilang, saya pelanggan setia disana. Dari kelahiran hingga ajal menjemput, saya setia menemani. Waktu masih berjaya, film - film yang diputar disini lumayan update, bahkan memiliki AC. Pengunjung pun ramai. Namun memasuki tahun 2000-an, Empire mulai terseok - seok. Dari 4 studio, sisa 2 studio diserahkan kepada film lokal atau film China yang 'sumuk' (baca : panas). Pengalaman menonton yang buruk pun mulai saya rasakan. Kala itu, saya emosi setiap selesai menonton. Namun jika pengalaman ini diceritakan kepada teman - teman, saya malah ngakak sejadi - jadinya dan kangen dengan Empire. Dimulai dari Fantasi, sekitar tahun 2005. Saat itu saya menontonnya untuk kedua kalinya. Apa yang terjadi saudara - saudara ? Setiap para pemainnya mulai melantunkan lagu, sound-nya ngelokor (duh, apa ya bahasa Indonesia-nya ? Pokoknya suara kaset yang rusak). Parah amat. Waktu nonton Kala, gambarnya buram. Chika, banyak adegan yang dipotong biar durasi pas. Namun yang paling parah ketika nonton Get Married. Alamak, suara hujan yang derasnya ampun - ampun terdengar di dalam studio hingga tak bisa mendengar dialognya ! Hebatnya lagi, para penonton kedatangan 'tamu tak diundang' yang seliweran di depan layar. Seekor kucing dengan muka tak berdosanya mengeong dan melenggak - lenggok dengan santainya. Sudah serasa mau pingsan saja. Apalagi ruangannya pengap, tak ada AC. Help me !

Coba hitung, ada berapa banyak bioskop di Jakarta dan Bandung yang masih mempertahankan poster di luar gedung bioskop ? Saya yakin, jumlahnya tak banyak. Bahkan di Surabaya, ini sudah tak bisa ditemui lagi. Di kota dimana saya tumbuh ini, bioskop independen tak memiliki tempat. Surabaya dan Mitra yang dulu menjadi favorit sekarang sudah tutup dan beralih fungsi. Perhatian penonton beralih ke Sutos. Sungguh disayangkan. Walaupun di Mitra saya sering menjumpai 'sahabat kecil' yang berseliweran kesana kemari, tapi bagi saya ini adalah salah satu bioskop ternyaman di Surabaya. Harga tiketnya pun ramah dengan kantong. Golden yang kembali dengan bentuk baru, Fortuna, juga akhirnya menyerah setelah 9 tahun berjuang. Pada awalnya Fortuna khusus memutar film - film kelas B yang tak kita jumpai di 21. Tapi strategi itu tak berhasil. Sempat terjebak dalam film sumuk, Fortuna bangkit setelah 'bekerja sama' dengan 21. Jika ada bioskop 21 yang berdiri sendiri, maka itu adalah Metropole XXI (Jakarta) dan Empire XXI (Jogja). Siapapun tahu bahwa Metropole adalah bioskop yang bersejarah. Sempat hampir bangkrut hingga akhirnya diselamatkan 21 dan dinyatakan sebagai bangunan cagar budaya oleh gubernur Jakarta. Empire XXI memiliki kisah yang lain lagi. Bioskop mewah ini dibangun diatas bekas lahan Empire 21 dan Regent yang hangus terbakar secara misterius di tahun 1990-an. Sempat mangkrak bertahun - tahun, lokasi yang menurut warga setempat ini angker, akhirnya dijadikan sebagai XXI pertama di DIY - Jateng. Meski tak mengikuti mall, kedua bioskop ini tak memasang poster lukis di depan gedung. Tulisan XXI / Cinema XXI yang menjadi penanda bahwa ini adalah bioskop.




Menonton film di bioskop jadul memang mengasyikkan. Sayangnya, sekarang ini hampir mustahil untuk ditemukan. Belum sempat menjajal asyiknya nonton di bioskop misbar (gerimis bubar) di Malang, eh sudah keburu wafat. Di tempat saya tinggal saat ini, Semarang, tak ada lagi bioskop murah meriah. Papan bioskop memang masih ada, tapi bioskopnya sudah tergolong mewah. E-Plaza (Entertainment Plaza) adalah satu - satunya bioskop lawas di Semarang yang masih bertahan hingga kini, itupun setelah berganti konsep menjadi one stop entertainment. Bioskop sinepleks pertama di Semarang ini agak mengingatkan pada Blitz Megaplex, namun dengan ukuran studio yang hanya sedikit lebih besar dari Movie Box. Malahan Citra 21 yang berlokasi di dalam mall yang memiliki kesan 'klasik'. Disini, saya mengalami 2 kesialan. Rol film kebalik saat nonton Harry Potter and the Goblet of Fire sehingga saya menikmati ending dulu baru klimaks dan listrik mati beberapa kali saat menyaksikan Chika. Apanya yang klasik ? Kursinya, saudara - saudara. Jika kalian kurang beruntung, maka akan menemukan kursi tanpa wadah minuman dan tentu saja, goyangannya. Jangan coba - coba menghantamkan punggung ke kursi dengan keras jika tidak ingin dipelototi penonton lain. Semua penonton yang berada dalam satu deretan akan merasakan hantaman itu dan belum lagi bunyinya yang mengganggu, kiyek kiyek kiyek. Oh, saya sangat merindukan bioskop - bioskop jadul :(
ah..jadi kangen juga masa2 nonton di bioskop yg katanya kelas 2 itu. Baru sadar sudah nggak pernah liat lagi poster film didpn pasar Kembang. Itu iklan rajawali dipurwokerto..masih ada bioskop itu sekarang?
ReplyDeleteBener, terkadang aku juga jenuh nonton di bioskop kelas A apalagi jika posisinya di mall. Disini, tidak ada yg berada di gedung sendiri dan murah meriah. Sungguh sayang :( Eh, ini pasar kembang di Surabaya kah maksudnya? apa kabar disana? Bioskop Rajawali Purwokerto masih berdiri tegak. Filmnya pun bisa dibilang cukup update (untuk film lokal).
ReplyDeleteHai mas, salam kenal.. Baru baca blogpost ini. Dan pas baca paragraf2 awal, saya berasa ngaca. Hahaha.
ReplyDelete- Saya juga suka banget sama yang namanya bioskop. My fav place ever.
- Saya juga dulu dikenalkan oleh ayah saya tentang bioskop.
- Sekarang ini saya juga sedang memulai sebuah kegiatan yang saya sebut #BioskopTour. Walaupun belum seberapa sih bioskop yang saya kunjungi, tapi saya punya kebiasaan memotret gedung bioskop yang saya kunjungi.
Post ini bener2 membangkitkan semangat saya untuk tour ke lebih banyak bioskop, terutama bioskop2 non cineplex/blitz. Oiya itu foto bioskop yang diatasnya bioskop Permata & Mataram tuh bioskop apa ya?? :)
Salam kenal..
Salam kenal :) Wah senangnya bisa ketemu dengan orang yang memiliki hobi dan obsesi yang sama hahaha Wah dirimu suka memotret bioskop2 yang kamu kunjungi? Share dong di blog kamu atau email ke saya di cinetariz@gmail.com. Mungkin lain kali saya bisa teruskan tulisan ini :)
ReplyDeleteKenal Mataram dan Permata juga rupanya :) Itu diatasnya bioskop Mitra di Surabaya. Dulu salah satu bioskop favorit disana, tapi sekarang sayangnya udah tutup :( Padahal tempatnya lumayan cozy.
Ternyatta gw gak sendirian yang movie freak. Kalo mau nemuin bioskop jadul dijakarta ada didaerah senen dan tiketnya cuma lima ribu. Ada lagi didaerah jakarta timur, namanya buaran theatre, tiketnya cuma 10rb dan filmnya up to date serta gedungnya berdiri sendiri gak gabung dengan mall. O iya, berbagi ceritanya donk ke email gw di aakhim@yahoo.com agar gw merasa gak aneh dengan hobi gw ini, krna temen2 disekitar gw gak ada yang hobi nonton, apalagi sampe kebioskop,katanya sih syang sama duit.
ReplyDeleteDitunggu email dari saya! Tenang, Anda tidak sendirian kok. Ada banyak moviefreak seperti Anda. Mungkin nanti obrolan ini akan kita lanjutkan di email saja. Terima kasih telah mampir disini :)
ReplyDeleteselamaaat maalaaaamm....
ReplyDeletesaya interest banget sama posting ini,.,
ohya, saya juga penggemar bioskop jadul nih.. saya udah berhasil mengunjungi semua sisa bioskop jadul di jateng,. ini review nya
http://hamidanwar.blogspot.com/2013/01/bioskop-di-jawa-tengah.html
insya alloh hari minggu tanggal 3 februari 2013 ada tulisan saya di media cetak republika halaman 9 tentang bioskop2 tua ini.
salam
Hamid Anwar
ternyata njenengan pernah komen di blog saya tentang borobudur cineplex pekalongan. hehehe
ReplyDeletesesaat menjelang film akan diputar, kan ada lagu pembukaanya. adakah yang masih ingat judul lagunya?
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteaku terakhir kali lihat di fortuna surabaya tahun 2009 pas lihat transformers revengge of the fallen
ReplyDelete