"Srimulat itu bukan gombal. Srimulat itu budaya." - Adika Fajar
Saya bukanlah seseorang yang serba tahu atau ‘expert’ apabila berkenaan dengan grup lawak legendaris bernama Srimulat. Ilmu per-Srimulat-an saya pun masih tergolong teramat sangat ‘cethek’. Saya hanyalah seorang anak muda di usia 20-an yang beruntung sempat berkenalan dengan fenomena budaya lintas zaman ini berkat kegemaran orang tua menyaksikan tingkah polah Mamiek Prakoso dkk setiap Malam Jumat di salah satu stasiun televisi swasta – sebut saja, Indosiar. Ketika grup ini memutuskan untuk vakum dari panggung hiburan, saya benar-benar merasa kehilangan. Bagaimanapun, mereka adalah salah satu idola saya kala masih belia. Beruntung... Tuhan menurunkan seorang manusia bernama Charles Gozali ke bumi. Srimulat yang telah beristirahat dengan tenang selama bertahun-tahun, dibangkitkan kembali untuk ‘reunian’ dalam sebuah film layar lebar berjudul Finding Srimulat. Setelah melewati ‘cobaan’ melalui Demi Dewi dan Rasa yang mungkin hanya diingat oleh segelintir orang saja, Charles Gozali bersiap untuk naik kasta melalui film panjang ketiganya ini. Dan yang lebih menggembirakan lagi, Srimulat sudah siap untuk kembali mentas!
Finding Srimulat berkisah mengenai pasangan muda Adika Fajar (Reza Rahadian) dan Astrid Lyanna (Rianti Cartwright) yang dihantam badai finansial di saat mereka tengah menantikan kehadiran buah hati yang pertama. Dalam kekalutan, Adika tanpa sengaja berjumpa dengan Kadir (Kadir Mubarak) yang membuka usaha warung makan. Kenangan masa kecilnya yang melibatkan Srimulat pun dengan cepat menyeruak serta memberikannya serangkaian ide untuk direalisasikan. Demi menyelamatkan ekonomi keluarga, serta mewujudkan mimpi-mimpi yang terpendam, Adika pun nekat mencetuskan ide mengembalikan Srimulat ke panggung hiburan meski konsekuensi yang kudu dihadapi adalah tabungan yang kian menipis lantaran tak ada investor yang bersedia mendanai dan berdusta kepada sang istri. Ditemani Kadir, Adika pun mencoba untuk meyakinkan anggota-anggota Srimulat yang lain seperti Tessy (Kabul Basuki), Mamiek (Mamiek Prakosa), Gogon (Gogon Margono), dan Bu Djudjuk (Djudjuk Djuwariah), untuk kembali bersatu karena pentas Srimulat akan segera digelar dalam waktu dekat.
Apabila Anda adalah termasuk ke dalam generasi yang tumbuh bersama dengan Srimulat, maka tidak sukar untuk jatuh cinta kepada Finding Srimulat. Suguhan dari Charles Gozali ini sungguh memuaskan. Menontonnya kembali untuk kedua, ketiga, atau keempat kalinya akan dengan senang hati ‘dijabani’. Sejak menit-menit pertama, film telah berhasil mengikat saya untuk tetap duduk manis serta menahan tatapan mata agar tetap fokus ke layar. Tidak ada kesempatan mengutak-atik ponsel, mengobrol bersama kawan (yang tentunya haram dilakukan di dalam bioskop!) atau melempar pandangan kesana kemari lantaran nyaris mati kebosanan. Yang terjadi, saya justru berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengontrol volume ledakan tawa agar tak mengganggu penonton lain dan beberapa kali menyeka air mata yang tumpah tak tertahan. Emosi benar-benar berhasil dilibatkan. Sejumlah kenangan-kenangan indah bersama Srimulat – serta tentunya almarhumah Ibu yang menggemari grup ini – pun kembali hidup. Charles Gozali tidak main-main dengan proyek ambisiusnya ini. Menyaksikan Finding Srimulat mengingatkan saya kembali alasan utama mengapa saya dulu begitu mengidolakan Srimulat.
Ya, ini bisa dikatakan sebagai film yang riil menggambarkan Srimulat apa adanya. Apa yang dihidangkan di layar tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang dihadapi oleh para anggota Srimulat setelah mereka tidak lagi berada dalam satu panggung. Yang paling mengiris hati adalah Gogon. Menghabiskan hari-harinya dengan menciptakan lukisan yang tidak jelas laku dijual atau tidak, menghadapi omelan-omelan sang istri yang digambarkan sebagai sosok yang ‘drama queen’, serta menemukan fakta menyakitkan bahwa penghasilan pengemis dalam sehari jauh lebih tinggi dari miliknya. Akan tetapi.... ketimbang menggambarkan dalam suasana yang dramatis nan melankolis yang berlebihan, kisah pilu ini justru dihadirkan secara ringan dan penuh canda tawa dengan guyonan khas Srimulat. Seolah ingin menyampaikan pesan, ketimbang menghadapi segala permasalahan hidup dengan gundah gulana dan deraian air mata, bukankah lebih baik dengan senyuman dan tawa? Toh, air mata pun tidak akan menyelesaikan segalanya. Siapa tahu justru tawa adalah obat paling mujarab dalam menuntaskan persoalan.
Meski konflik yang dihadapi oleh Adika dan Astrid tergolong pelik, bagaimanapun juga Srimulat tetaplah fokus utama film ini. Penonton pun tidak diajak berlama-lama untuk menengok bagaimana rupa kehidupan keenam anggota Srimulat – termasuk Nunung yang menjadi cameo – paska vakum dengan segala kerumitan yang dihadapi karena Srimulat segera diboyong kembali ke atas panggung. Sebagai permulaan, untuk membangun ‘hype’, panggung yang dimaksud adalah Stasiun Balapan. Setidaknya ada tiga adegan besar yang berkaitan dengan Pentas Srimulat dalam film ini. Ketika adegan-adegan lain patuh kepada skrip, maka khusus untuk pentas, para pemain dibebaskan untuk berimprovisasi. Banyolan-banyolan yang sangat khas Srimulat pun bermunculan. Yang paling saya kenang, kehadiran drakula (dimainkan oleh Cak Tohir) yang tetap memberi efek ‘bergidik ngeri’ kepada saya. Saya dulu memang jengkel-jengkel senang setiap kali Drakula (saat itu diperankan oleh almarhum Paul) mulai menampakkan diri – terlebih kala itu tayang Malam Jumat!. Sekalipun durasi ketiga pentas ini, apabila digabungkan menjadi satu, masih kurang panjang, namun setidaknya berhasil menjadi ‘tombo kangen’ terhadap grup yang satu ini dan benar-benar berharap segalanya tidak hanya dihidupkan dalam film.
Yang menjadi pertanyaan, apakah generasi 2000’an yang tidak terlalu familiar dengan Srimulat mampu menikmati Finding Srimulat? Saya sangat yakin, pasti bisa. Ini bukanlah sebuah film yang segmentasinya hanya ditujukan kepada para fans semata. Malahan, Charles Gozali terlihat mencoba untuk mengenalkan sekaligus merangkul fans-fans anyar. Reza Rahadian, Rianti Cartwright, dan Nadila Ernesta dimanfaatkan untuk menjembatani ‘generasi lawas’ dengan ‘generasi anyar’. Pun demikian, meski Srimulat adalah bintang sesungguhnya dari film ini – terutama Gogon yang menjadi ‘scene stealer’ – namun tidak berarti ketiga pemain ini hanya menjadi tempelan belaka. Ini adalah sebuah film yang dihiasi dengan akting-akting bagus dari jajaran pemainnya. Reza Rahadian terlihat semakin matang kemampuan aktingnya dengan sesekali turut ngelawak, sedangkan Rianti Cartwright yang mempunyai porsi tampil terbilang minim sanggup menghidupkan suasana emosional terutama dalam sebuah klimaks yang menghentak. Chemistry yang terjalin diantara keduanya, serta para anggota Srimulat pun ‘believable’. Para pemeran pendukung dan ‘cameo’? Tidak mengecewakan dan semakin memberi warna terhadap film ini.
Bisa dikatakan bahwa Finding Srimulat adalah sebuah ungkapan rasa cinta yang sangat tulus dan penuh makna dari seorang pecinta Srimulat. Ini adalah kado tawa yang istimewa, tidak hanya untuk para penggemar Srimulat tetapi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Digarap dengan menggunakan hati dan secara hati-hati, Charles Gozali sanggup menghantarkan sebuah sajian yang luar biasa cantik dengan kadar hiburan tinggi. Usaha Charles Gozali, serta tentunya MagMA Entertainment untuk melestarikan salah satu budaya Indonesia sangat patut untuk dihargai dan diapresiasi lebih. Dalam film ini, Anda dapat tertawa terpingkal-pingkal dan menyeka air mata di waktu yang bersamaan, atau setidaknya berurutan. Dimulai sejak menit pertama hingga menit paling akhir – jangan terburu-buru meninggalkan bioskop karena ada tribute dan bloopers saat credit title merayap – tidak ada sekalipun momen yang menjemukan atau terasa garing. Penuh sesak dengan momen-momen mengesankan yang patut untuk dikenang. Segalanya makin terasa lezat berkat kehadiran tembang ‘Lenggang Puspita’ gubahan Guruh Soekarno Putra yang dibawakan secara mengasyikkan oleh Ahmad Albar. Sungguh sebuah film yang sangat ‘MenSepona’..., eh salah, mempesona maksud saya.
Catatan : Menurut rencana, Finding Srimulat tidak akan edar dalam bentuk home video. Jadi, kesempatan Anda menonton hanya di bioskop.
Outstanding
nice review,jadi penasaran..
ReplyDeletereview bagus...ente berhasil membuat ane manasin motor terus berangkat ke bioskop..mantap gan...ane sudah follow blog ente...
ReplyDeleteAwalnya gak punya minat buat nonton. Tapi pas baca review lo, jadi penasaran
ReplyDeleteSemoga filmnya tahan lama di bioskop daerah gw
^ Wah, kudu penasaran, Pet. Kudu. Monggo dijajal nonton, nanti ditunggu komennya :)
ReplyDelete@insan : link sudah terpasang dengan manis :)
@budi : Terima kasih banyak ya. Jadi terharu saya :)
kayaknya menarik nih filmnya jadi penasaran...
ReplyDeletemakasih reviewnya :)
mirip2 cerita The Muppets ya? yg mencari personel the muppets, lalu kembali mengadakan show...
ReplyDeleteYup. Tapi wajar kok, film yang mengangkat kisah reunian suatu grup umumnya memang memiliki plot yang serupa.
ReplyDelete