September 15, 2013

REVIEW : KICK-ASS 2


"You don't have to be a bad-ass to be a superhero. You just have to be brave." - Mindy

Apakah Anda masih ingat dengan superhero rekaan Mark Millar dan John Romita, Jr. bernama Kick-Ass yang memulai debutnya di layar lebar pada tahun 2010 silam? Tidak selayaknya karakter superhero lain yang beraksi dalam memberangus kejahatan dibekali oleh kekuatan super, keahlian khusus, atau perlengkapan maha canggih, Kick-Ass beraksi... hanya dengan bermodalkan kenekatan – dan kostum yang dibelinya di eBay. Boom! Tapi, siapa yang akan menduga jika konsep superhero tanpa kekuatan super (dan tidak lebih dari sekadar remaja nerd biasa yang memakai kostum berwarna hijau) akan dengan mudah disukai oleh para kritikus film dan masyarakat? Tentu saja, tidak dapat disangkal, percampurannya dengan kekerasan gila-gilaan dan komedi satir lah yang membuatnya kian menarik. Dengan raihan mencapai lebih dari $96 juta dari peredaran seluruh dunia, maka kesempatan untuk mewujudkan sebuah sekuel pun tak disia-siakan begitu saja. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan, dengan Matthew Vaughn (sutradara film pertama) ‘membelot’ untuk bergabung dengan X-Men dan pengarahan diserahkan kepada Jeff Wadlow (Never Back Down, Cry_Wolf), akankah Kick-Ass 2 mampu menggila seperti sang predesesor? Let’s see! 

Kick-Ass 2 mengambil latar penceritaan sekitar 3-4 tahun usai peristiwa yang mengakhiri film pertama dan kita melihat baik Dave Lizewski (Aaron Taylor-Johnson) maupun Mindy Macready (Chloe Grace Moretz) tak lagi seantusias jilid pendahulunya dalam memerangi kejahatan di jalanan. Dave dengan alasan kian banyak ‘penerusnya’ dan tanggung jawab yang kelewat berat untuk diemban, sementara Mindy berusaha menepati janjinya kepada almarhum sang ayah untuk menjadi gadis normal. Mencoba untuk menjalani rutinitas selayaknya manusia kebanyakan, Dave dan Mindy dengan cepat merasa jenuh. Sekeras apapun mereka mencoba untuk menghindar, fakta bahwa jiwa mereka masih berada untuk Kick-Ass dan Hit-Girl tidak dapat diingkari. Menjadi remaja biasa-biasa saja di SMA sama sekali bukan mereka. Maka ketika kesempatan berwujud Chris D’Amico (Christopher Mintz-Plasse) yang kini bertransformasi menjadi maunya-sih-penjahat-kelas-wahid bernama The Motherfucker demi membalas dendam kepada Kick-Ass atas kematian sang ayah, Kick-Ass dan Hit-Girl pun tak menyia-nyiakannya. Ini adalah panggilan bagi mereka untuk kembali bertempur di panggung superhero! 

Setelah sebuah jilid pembuka yang melampaui semua harapan yang saya inginkan, apa yang bisa diperbuat oleh sekuel ini? Well... dengan cabutnya Vaughn beserta Jane Goldman yang telah menelurkan sebuah kegemilangan, maka ini berarti bukan pertanda yang bagus. Untuk menyebut Kick-Ass 2 sebagai sebuah film yang buruk, jelas sama sekali tidak mungkin. Saya masih berhasil dibuat terhibur oleh hidangan yang diracik oleh Wadlow. Hanya saja, jika Anda membandingkannya dengan film sebelumnya (yang mau tak mau pasti akan dilakukan), ini jelas sebuah kemerosotan. Tingkat kesenangannya berkurang dengan upaya membawa film ini ke ranah yang lebih kelam, sesuai dengan tradisi film superhero saat ini. Tidak ada salahnya memang karena ini adalah kesempatan yang baik untuk lebih berkenalan dengan Dave dan Mindy di kala mereka menanggalkan kostum, dengan segala pertentangan batin yang menghinggapi. Sayangnya, Wadlow kurang memberikan hati, emosi, kelewat bertele-tele, dan tak fokus. Ini menjadi permasalahan tersendiri. Belum lagi, sesaknya jajaran tokoh pendukung yang meramaikan jilid kedua ini juga menciptakan distraksi terhadap penceritaan dimana segalanya menjadi tumpang tindih dan seolah berlalu begitu saja. Sungguh sayang. 

Pun demikian, sekalipun dramatisasi yang coba dikulik tak mampu membuat emosi teraduk-aduk, setidaknya masih ada kandungan hiburan yang cukup kurang ajar di sini. Memang tidak lebih sinting, lebih kasar atau menyimpan elemen kejutan-kejutan yang seru, namun akan tetap membuat Anda merasa girang, tertawa renyah, hingga sesekali mengumpat selayaknya Hit-Girl yang bermulut kotor. Pemicunya? Baiklah, Hit-Girl tentu masih menjadi primadona di sini, namun untuk sekali ini dia ditemani oleh Mother Russia yang luar biasa ganas, sick stick yang memberi efek samping yang dahsyat, dan The Motherfucker, sang penjahat utama, yang benar-benar motherfucker. Tingkat kekerasannya sekalipun agak lebih sopan, namun tetap brutal dan mengandung muncratan-muncratan darah. Sisi humornya masih bekerja dengan baik, meski sentilannya tak lagi menggigit dan tajam. Entahlah, pengurangan bujet tampaknya diartikan kelewat harfiah oleh Wadlow sehingga segalanya pun dipaksa berkurang, kecuali untuk jajaran pemain yang jumlahnya beranak pinak sampai-sampai banyak yang terpaksa untuk dikorbankan sebagai pemanis semata (Yeah, that’s you, Jim Carrey!) demi memberi ruang untuk yang lain. 

Kekacauan yang dimunculkan dalam Kick-Ass 2 sayangnya memang tidak diartikan sebagai sesuatu yang positif, namun saya tidak lantas menyebutnya sebagai hidangan bercita rasa buruk. Ketimbang beberapa film penutup musim panas beberapa minggu terakhir ini yang meh, ini masih jauh lebih baik. Wadlow hanya kurang beruntung lantaran kudu melanjutkan sebuah film yang telah dimulai dengan brilian oleh Vaughn sehingga standar yang ditetapkan pun otomatis telah tinggi. Terlepas dari segala kekurangan yang mengelilinginya – dan dengan mengenyahkan segala kenangan indah akan jilid pembuka yang sangat watdefak itu – Kick-Ass 2 tetaplah sebuah sajian yang menghibur, mengasyikkan, mengandung cukup kegilaan, dan masih lumayan keren. Tidak terlampau mengecewakan, meski tentunya saya berharap lebih (lebih sinting dan lebih berani) dari ini.

NB : Ada sebuah adegan tambahan (post-credits scene) di penghujung film yang layak untuk ditunggu dan disimak. Jangan terburu-buru keluar meninggalkan gedung bioskop. 

Acceptable


4 comments:

  1. Mother Russia sebenarnya bisa jadi memorable villain, macam Mad Dog-nya The Raid. Sayang desain pakaian & potongan rambutnya rada bikin ilfil. Terus selain MR & Motherf*cker, villain-villain yg lain terkesan cuma jadi tempelan doang.

    ReplyDelete
  2. eh kok saya lebih suka sekuelnya yah daripada yg pertama. Emang sih terkesan lebih tipikal film super hero, mungkin krn itu saya lebih suka :D

    Bikin aja spin-offnya Hit Girl :D

    ReplyDelete
  3. ^ Kick-Ass 2 ini juga sebenernya udah spin-off Hit Girl kok (berdasar materi sumbernya). Tapi disatukan karena tak yakin juga bisa menjual.

    @petrel: Iya, masih kurang sangar yah. Padahal bisa berpotensi lebih. Kebanyakan tokoh di sini juga bikin filmnya jadi rada hambar. Tidak bisa fokus ke tokoh tertentu saja, kadang kudu berbagi screentime. Bah.

    ReplyDelete
  4. Itu ada Komentar di 25 film mencekam dekade lalu

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch