"Gue udah nggak sabar pengen ketemu setan!" - Eddy
Kapan terakhir kali Anda menyaksikan film horor buatan dalam negeri yang mampu membuat Anda diliputi rasa tidak nyaman, terlonjak berulang kali dari kursi bioskop, dan sesekali enggan untuk menatap ke layar? Untuk saya, itu adalah empat tahun silam kala menyimak Keramat garapan Monty Tiwa. Selepas itu, tiada lagi yang benar-benar membekas di ingatan – walau dalam beberapa bulan terakhir ada yang lumayan semacam Hi5teria, Tali Pocong Perawan 2, hingga 308 – terlebih kian lama kian banyak sineas serakah yang seenak udelnya mengoyak-oyak genre horor dengan mencampurinya bumbu komedi garing dan seks murahan dimana dari sisi penceritaan pun tidak lebih dari copy paste. Ugh! Maka ketika ada sebuah film seram asal Indonesia yang rilis, belum apa-apa sikap skeptis sudah terpatri. Ini pula yang berlaku saat saya hendak menyaksikan Kemasukan Setan garapan Muhammad Yusuf – yang tahun lalu baru saja menelurkan The Witness. Akankah ini berbeda dari film sebelum-sebelumnya atau tak lebih dari sekadar pengulangan yang menyiksa? Well... usai melahap Kemasukan Setan, saya harus mengatakan... masih ada harapan bagi film horor Indonesia untuk kembali bangkit! Film ini tidaklah seburuk yang dikira banyak orang, malahan... justru sama sekali tidak buruk.
Apa yang digulirkan oleh Kemasukan Setan adalah mengenai Eddy Arwana (Aldi Taher), seorang pemuda berusia 23 tahun, yang tidak memercayai keberadaan setan hingga dia dapat membuktikannya dengan mata kepalanya sendiri. Untuk itulah, bermodalkan handycam untuk dokumentasi, dia menjelajahi berbagai wilayah di Pulau Jawa yang disinyalir angker demi menjumpai makhluk halus. Sialnya, sekalipun telah mengunjungi banyak tempat seram dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun, pencarian ini senantiasa berakhir dengan hasil nihil. Eddy yang nyaris mencapai titik putus asa dan hendak menarik kesimpulan bahwa setan itu tak lebih dari sekadar bualan belaka, memutuskan untuk bertindak ekstrim sebagai upaya terakhirnya dalam membuktikan eksistensi dari makhluk tak kasat mata tersebut. Sebuah keputusan yang pada akhirnya dia sesali untuk selamanya.
Saya sama sekali tidak menduga akan dapat menikmati Kemasukan Setan tatkala melangkahkan kaki ke bioskop. Materi promo yang boleh dibilang tak terlampau mengundang berpadu dengan publikasi yang minim. Jika saya tak giat mencari info perihal film Indonesia, bisa jadi saya tidak akan mengetahui apapun mengenai film ini. Apakah ini lantaran bujet yang sangat rendah? Mungkin saja. Kesan low budget filmmaking-nya sungguh kentara sepanjang film berjalan, sedikit banyak mengingatkan saya dengan Bunian. Sesekali agak mengganggu, namun lantaran masih ‘mentah’ inilah yang justru sanggup menciptakan aura kengerian dan ketegangan yang lebih nyata. Alih-alih menggeber penampakan dengan scoring yang berdentum nyaris setiap menit layaknya film horor Indonesia kebanyakan, si pembuat film justru memilih untuk menyembunyikan para memedi. Kapan mereka akan muncul? Dimana mereka akan muncul? Itu menjadi misteri yang lantas membuat penonton senantiasa menerka-nerka dan bersiap-siap. Kemunculan mereka dimaksudkan untuk menimbulkan efek kejut dan takut secara bersamaan. Dan ya, saya akui itu terbilang berhasil. Ketika akhirnya yang ditunggu-tunggu menampakkan sosoknya... bulu kudu seketika berdiri. Saya pun seketika menoleh ke kanan dan ke kiri, menengok ke depan dan ke belakang.
Akan tetapi, di saat yang sama, Kemasukan Setan pun turut menghadapi permasalahan. Untuk urusan membangun ketegangan, saya akan mengacungkan dua jempol untuk Muhammad Yusuf. Hanya saja, mungkin lantaran sibuk memersiapkan kejutan yang menggedor jantung penonton, Yusuf luput memerhatikan naskah. Jalinan penceritaan sebetulnya berjalan dengan lancar untuk paruh pertama, namun ketika menginjak pertengahan film... permasalahan dimulai. Salah satu pemicunya adalah tiga tokoh perempuan yang mendadak menyelinap masuk ke dalam kehidupan Eddy, sang tokoh utama. Siapa mereka? Apa hubungan mereka dengan Eddy? Mengapa mereka berada di rumah Eddy? Ini tak pernah benar-benar terjelaskan, seolah kehadiran mereka tidak lebih dari sekadar penggembira dan dimanfaatkan untuk menjadi korban. Atau memang demikian maksud dari si pembuat film? Jika benar demikian, rasanya tidak ada salahnya sedikit menyisihkan waktu memberi informasi kepada penonton mengenai cikal bakal kemunculan mereka. Sungguh mengganggu saat film memasuki klimaks dan penonton mendapati masuknya tokoh-yang-seharusnya-penting secara mak bedunduk (tiba-tiba).
Mengesampingkan betapa skrip tidak tertata dengan rapi dengan masih menyimpan inkonsistensi dalam penceritaan, beberapa permasalahan teknis dan kesalahan di sana sini, Kemasukan Setan adalah sebuah sajian yang mampu mengobati kerinduan saya akan tontonan seram murni tanpa bumbu komedi garing dan eksploitasi tubuh perempuan dari Indonesia. Muhammad Yusuf yang mereduksi kemunculan para makhluk halus dan scoring dari Izzal Peterson yang lumayan menghantui serta melebur sempurna ke dalam sejumlah adegan, sanggup menciptakan aura yang menyeramkan dan membangkitkan bulu kuduk seketika. Seandainya si pembuat film sepenuhnya mengarahkan film ke ranah found footage dan satu dua adegan yang kehadirannya mengganggu nan dipaksa dilenyapkan, Kemasukan Setan mungkin akan lebih menggigit dan menjelma sebagai sajian horor yang benar-benar asyik.
Acceptable
No comments:
Post a Comment